- Peneliti dari Florida Polytechnic University menemukan bahwa struktur mikro pada bulu merak mampu memancarkan laser alami—temuan pertama di dunia hewan—setelah diberi pewarna optik dan dipompa dengan cahaya berintensitas rendah.
- Fenomena ini diduga terjadi karena adanya optical cavity alami di dalam bulu, yang memungkinkan cahaya beresonansi dan keluar sebagai sinar laser, berpotensi digunakan untuk deteksi biomaterial hingga pengembangan laser biokompatibel untuk aplikasi medis.
- Meski penelitian dilakukan pada merak biru India (Pavo cristatus), para ahli meyakini merak hijau Indonesia (Pavo muticus) juga bisa memiliki kemampuan serupa, sehingga membuka peluang riset sekaligus memperkuat alasan konservasinya.
Burung merak telah lama menjadi objek kekaguman manusia. Dari istana-istana kuno di Asia hingga lukisan-lukisan klasik Eropa, citra burung ini selalu dikaitkan dengan kemegahan, keanggunan, dan daya tarik visual yang hampir mistis. Di alam, terdapat beberapa spesies burung merak, mulai dari merak hijau Asia Tenggara (Pavo muticus) hingga merak Kongo (Afropavo congensis), masing-masing dengan pesona dan ciri khasnya. Gambar dan foto mereka telah lama menghiasi buku, ukiran, kain, hingga imajinasi kolektif kita.
Di antara semua spesies itu, burung merak India (Pavo cristatus) menempati tempat istimewa sebagai spesies yang paling sering diamati, dan menjadi salah satu simbol keindahan alam yang paling ikonik. Selama ini, pemahaman umum menjelaskan bahwa kilaunya yang khas tidak dihasilkan oleh pigmen, melainkan oleh fenomena fisika yang disebut warna struktural. Melalui susunan kompleks berskala nano, bulu merak memanipulasi dan memantulkan cahaya secara selektif untuk menciptakan spektrum warna memukau yang kita lihat.

Namun, penelitian terbaru mengungkap fakta yang jauh lebih mengejutkan: di balik kemegahan visual itu, bulu ekor merak ternyata mampu memancarkan sinar laser alami. Temuan ini, yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, bukan sekadar tambahan fakta menarik, melainkan tonggak sejarah baru dalam ilmu pengetahuan , menandai contoh pertama biolaser cavity yang pernah ditemukan di dunia hewan.
Lebih dari Sekadar Pemantul Cahaya: Cara Kerja Laser Alami Merak
Untuk memahami penemuan ini, kita perlu melihat lebih dekat struktur bulu merak. Setiap helai bulu terdiri dari filamen-filamen kecil yang disebut barbula. Di dalam barbula ini, terdapat susunan batang-batang kristal mikroskopis yang terbuat dari melanin (pigmen gelap) dan keratin (protein struktural).
Ketika cahaya memasuki susunan ini, sebagian besar cahaya dipantulkan sebagai warna. Namun, para peneliti menemukan bahwa sebagian kecil cahaya dapat menembus lebih dalam dan “terperangkap” di antara lapisan-lapisan batang melanin tersebut. Struktur ini berfungsi sebagai rongga resonator optik, memaksa foton (partikel cahaya) untuk memantul bolak-balik. Setiap pantulan memperkuat intensitas cahaya, sebelum akhirnya dipancarkan kembali sebagai sinar yang sangat terfokus dan searah (koheren), ciri khas dari emisi laser.

“Kami menemukan bahwa cahaya yang dipancarkan dari bulu merak menunjukkan fenomena yang disebut lasing threshold. Di bawah ambang batas intensitas tertentu, ia hanya memancarkan cahaya biasa. Namun, ketika disinari dengan energi yang cukup, ia mulai memancarkan cahaya yang diperkuat seperti laser,” jelas Dr. Chih-Liang Liu dari National Tsing Hua University, Taiwan, penulis utama studi tersebut.
Baca juga: Surat Wiyoto, Petani Biasa yang Mampu Menangkarkan Merak Hijau
Cetak Biru dari Alam untuk Teknologi Optik
Implikasi dari penemuan ini sangat signifikan bagi bidang biomimetika, yaitu disiplin ilmu yang meniru desain dan sistem alam untuk mengembangkan teknologi baru. Keunggulan utama dari sistem laser pada merak adalah sifatnya yang murni struktural dan pasif; ia tidak memerlukan sumber energi eksternal atau bahan kimia fluoresen untuk proses amplifikasi, tidak seperti laser buatan manusia pada umumnya.
Hal ini menjadikan bulu merak sebagai model ideal untuk merekayasa material optik generasi berikutnya yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
“Evolusi telah menghasilkan solusi rekayasa optik yang sangat canggih. Jika kita dapat mereplikasi prinsip desain ini, kita berpotensi menciptakan komponen optik yang lebih kecil, lebih murah, dan lebih hemat energi,” tambah Prof. Chia-Chun Chen, salah satu penulis studi.

Beberapa potensi aplikasi di masa depan meliputi:
- Komunikasi Optik: Meniru desain nano pada bulu merak dapat menjadi dasar pengembangan komponen fotonik (berbasis cahaya) yang sangat kecil dan hemat energi. Ini membuka jalan bagi sirkuit optik yang lebih efisien untuk transfer data berkecepatan tinggi.
- Teknologi Medis: Sifat laser alami yang sangat sensitif terhadap perubahan terkecil dapat dimanfaatkan untuk sensor diagnostik. Sensor ini mampu mendeteksi molekul penanda penyakit dalam jumlah sangat sedikit, memungkinkan diagnosis lebih dini dan akurat.
- Sensor Biologis: Prinsip “ambang batas laser” pada bulu merak dapat menciptakan sensor yang berfungsi seperti saklar ‘on/off’ yang sangat peka. Hal ini memungkinkan deteksi cepat terhadap berbagai target, mulai dari kontaminan di lingkungan hingga patogen pada makanan.
Implikasi bagi Konservasi Merak Hijau di Indonesia

Temuan ini juga memberikan relevansi yang kuat bagi konteks konservasi di Indonesia. Negara ini adalah habitat bagi Merak Hijau (Pavo muticus), spesies yang berbeda namun berkerabat dekat dengan merak India. Merak Hijau, yang populasinya dapat ditemukan di taman nasional seperti Alas Purwo dan Baluran, saat ini menghadapi ancaman serius dan terdaftar sebagai Terancam Punah (Endangered/EN) dalam Daftar Merah IUCN akibat perburuan dan hilangnya habitat.
Meskipun penelitian ini dilakukan pada Pavo cristatus, kemiripan fundamental pada struktur bulu mereka membuka kemungkinan besar bahwa Merak Hijau juga memiliki kemampuan optik yang luar biasa ini. Hipotesis ini, jika terbukti, akan memberikan nilai intrinsik baru pada spesies tersebut.