- Pemulihan hutan hampir mustahil di lahan bekas tambang. Hal ini disebabkan kerusakan permanen pada lahan tersebut.
- Studi terbaru menyebutkan tambang emas di hutan Amazon menyebabkan sulitnya tanaman tumbuh di lahan tersebut. Metode penambangan isap mengeringkan lahan dan menghilangkan unsur hara dan membuatnya tak mendukung untuk pertumbuhan vegetasi baru.
- Hilangnya sumber air, suhu tanah mencapai 60°C dan kelembapan yang cepat hilang menyebabkan bibit pohon sulit bertahan hidup.
- Pemulihan mungkin saja terjadi di area tertentu dan membutuhkan upaya tata lahan secara besar. Tak hanya hutan yang hilang, tambang emas di Amazon mengancam keanekaragaman hayati dan masyarakat adat.
Aktivitas pertambangan menyisakan luka bagi lingkungan. Pencemaran air, udara hingga tanah, penggundulan hutan, satwa kehilangan habitat hingga masyarakat kehilangan sumber mata pencaharian dan tanahnya. Sebuah studi terbaru menunjukan hutan yang rusak akibat tambang tak akan bisa kembali seperti semula.
Para peneliti dari Universitas Southern California (USC), Amerika Serikat meneliti pemulihan hutan Amazon di Peru. Sebelumnya, wilayah ini mengalami penggundulan hutan dan menjadi pertambangan emas. Setelahnya, hutan tak lagi bisa kembali.
Riset yang dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment, menemukan bahwa bukan hanya tanahnya yang tercemar logam beracun, tapi juga cadangan airnya yang terkuras habis. Pertambangan di wilayah ini menggunakan metode penambangan isap (suction mining) yang mengubah kontur lahan dengan cara menguras kelembapan dan memerangkap panas. Metode ini umum digunakan oleh penambang kecil skala keluarga.

“Kita tahu bahwa kerusakan tanah memperlambat pemulihan hutan. Proses pertambangan ternyata mengeringkan tanahnya, membuatnya tidak ramah untuk pohon-pohon baru tumbuh,” jelas Josh West, profesor Ilmu Kebumian dan Studi Lingkungan di USC Dornsife yang dilansir dari eurekalert.org, pada awal Juni lalu.
Pertambangan, katanya, mengubah peresapan air secara masif, menyebabkan penurunan ketersediaan air di bawah permukaan dan menjadi penghalang utama bagi revegetasi.
Studi ini, mereka meneliti dua lokasi bekas tambang emas di wilayah Madre de Dios, perbatasan Brasil dan Bolivia. Tim peneliti menggunakan drone, sensor tanah dan pencitraan bawah tanah untuk mempelajari bagaimana metode pertambangan isap ini membentuk kembali tanah.
Baca juga: Harga Emas Melaju, Begitu Juga Kerusakan Lingkungan
Meneliti di beberapa jenis lahan

Mereka meneliti dan memasang sensor pada tiga lahan yang berbeda sebagai pembanding. Tanah berpasir dan lempung, tepi kolam dan hutan yang belum terganggu. Hasilnya, lahan yang mengalami penggundulan menjadi area yang paling konsisten lebih panas dan kering. Pada tumpukan pasir yang terkena matahari, suhu permukaannya bahkan dapat mencapai 60°C.
“Ini seperti mencoba menanam pohon di dalam oven,” kata West.
Selain itu, kurangnya air juga menjadi masalah, sebab tumpukan pasir bekerja seperti saringan. Air hujan mengalir 100 kali lebih cepat daripada di tanah alami. Wilayah ini juga mengering lima kali lebih cepat setelah hujan, sehingga hanya meninggalkan sedikit kelembapan untuk tumbuhan baru.
“Ketika akar tidak dapat menemukan air dan suhu permukaan yang begitu panas, bibit pohon yang ditanam kembali pun tidak dapat bertahan hidup.” ujar Abra Atwood, ilmuwan Pusat Penelitian Iklim Woodwell yang memimpin penelitian tersebut. Sementara penelitian yang berada di area hutan dan tepi kolam jauh lebih sejuk.
Atwood bilang, hal itu menjadi salah satu alasan utama mengapa regenerasi berlangsung sangat lambat. Lokasi-lokasi ini, yang berada jauh dari permukaan air dan kehilangan kelembapan dengan cepat, lebih sulit ditanam kembali.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa teknik penambangan isap hanya menyisakan sedikit ruang untuk mendukung pertumbuhan baru bagi tanaman. Pasalnya, teknik ini mengeruk tanah dengan meriam air bertekanan tinggi. Sedimen yang terlepas dialirkan melalui saluran penyaring untuk memisahkan partikel emas. Sementara itu, material ringan, seperti lapisan tanah paling subur akan hanyut terbawa air.
Lahan yang dahulunya hutan alam berubah menjadi kolam yang tergenang dengan tumpukan pasir setinggi sembilan meter. Bahkan, ada yang seluas lapangan sepak bola.
Baca juga: Tambang Emas di Pulau-pulau Kecil
Kerusakan lahan akibat tambang emas

Meski harapan kecil untuk penanaman kembali hutan yang rusak, peneliti melihat adanya pertumbuhan kembali di sekitar tepi kolam dan dataran rendah. Meski sebagian wilayah di area tumpukan pasir tetap gundul.
Mereka menyarankan upaya pemulihan perlu dilakukan dengan penataan ulang lanskap. Yakni, meratakan tumpukan pasir bekas tambang dan menutup kolam mati ini untuk bisa mendekatkan akar pohon dengan air tanah. Hal ini bisa meningkatkan kelembapan dan mempercepat pertumbuhan kembali. Meski akan terjadi erosi alami, kecepatannya jauh dari cukup untuk mengatasi urgensi penanaman kembali.
“Hanya ada satu hujan Amazon. Itu adalah sistem kehidupan yang tak ada duanya. Kalau kita kehilangan, kita kehilangan sesuatu yang tak tergantikan,” ujar West.
Penambangan emas di wilayah Madre de Dios terjadi sejak 1980-2017. Tambang ini telah menghancurkan lebih dari 95.000 hektar hutan hujan. Secara keseluruhan, penambangan emas menyumbang hampir 10% dari total deforestasi di Amazon. Operasi tambang yang terus meluas ini mengancam keanekaragaman hayati dan wilayah adat.
(****)
*Bernardino Realino Arya Bagaskara, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Rio aktif sebagai jurnalis di pers mahasiswa Teras Pers. Dia memiliki minat pada isu sosial kemasyarakatan, termasuk lingkungan.