- Ilmuwan menemukan batuan di Sabuk Batu Hijau Nuvvuagittuq, Kanada, yang diperkirakan berusia 4,16 miliar tahun, menjadikannya batu tertua yang pernah diketahui di Bumi.
- Batuan ini terbentuk dari magma purba dan presipitasi air laut, menyimpan petunjuk tentang kondisi kerak awal, komposisi lautan pertama, dan kemungkinan asal-usul kehidupan.
- Penanggalan isotop samarium-neodymium menunjukkan hasil konsisten setelah kontroversi panjang, memperkuat temuan bahwa batuan tersebut adalah sisa kerak primordial Bumi yang masih bertahan hingga kini.
Sebongkah batu tak bernama di pantai terpencil Kanada kini menjadi bab penting dalam narasi panjang planet kita. Di permukaannya yang abu-abu pucat, tersimpan rekaman 4,16 miliar tahun waktu, periode yang membentang lebih jauh ke masa lalu daripada munculnya pegunungan Himalaya, terbentuknya Samudra Pasifik, bahkan lahirnya hampir seluruh kerak Bumi yang sekarang kita pijak. Batu ini sudah ada jauh sebelum bentuk kehidupan pertama menggeliat di lautan purba, sebelum oksigen mengisi atmosfer, sebelum benua-benua terpisah perlahan.
Temuan luar biasa ini bukan hanya pencapaian geologi yang monumental, melainkan juga pengingat betapa banyak kisah Bumi yang masih terkubur diam, menunggu kesabaran ilmu pengetahuan untuk menguaknya. Di balik bongkahan itu, tersimpan petunjuk tentang masa ketika planet kita hanyalah bola api muda yang perlahan mendingin, saat lautan baru menggenang, dan kemungkinan kehidupan pertama kali mengambil bentuk paling sederhana.
Lokasi Penemuan dan Usianya
Batuan kuno ini ditemukan di Sabuk Batu Hijau Nuvvuagittuq (Nuvvuagittuq Greenstone Belt), wilayah terpencil di tepi Teluk Hudson, Quebec, Kanada. Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Science pada Juni 2025, ilmuwan memastikan bahwa batuan ini berusia setidaknya 4,16 miliar tahun. Penemuan tersebut menegaskan bahwa Nuvvuagittuq kemungkinan besar merupakan potongan kerak awal Bumi—sisa langsung kerak purba yang mulai mengeras hanya beberapa ratus juta tahun setelah planet kita terbentuk sekitar 4,57 miliar tahun lalu.
The Nuvvuagittuq Greenstone Belt, Canada, dated around 4.2 billion years, includes the oldest known examples of sheeted dikes & pillow basalts. Such a succession of volcanic rocks is typically found in a spreading zone where new crust forms… pic.twitter.com/gekwGBBooy
— History_of_Geology (@Geology_History) January 29, 2025
Menurut Jonathan O’Neil, profesor ilmu lingkungan di University of Ottawa yang memimpin studi, batuan ini ibarat jendela menuju 500 juta tahun pertama kehidupan Bumi. Kala itu, Bumi adalah bola magma merah menyala yang perlahan mendingin selama sekitar 600 juta tahun. Permukaannya dihujani asteroid, gunung api meletus di mana-mana, dan bahkan mengalami benturan besar dengan protoplanet Theia, tabrakan raksasa yang diyakini menciptakan Bulan.
Sebagian besar kerak awal planet telah lama hilang akibat proses subduksi, yakni saat lempeng tektonik saling bersinggungan, tenggelam ke dalam mantel, lalu melebur dan membentuk gunung atau palung laut. Namun, kawasan terpencil di timur laut Kanada ini terletak cukup jauh dari batas lempeng aktif, sehingga sebagian lapisan batuan tetap utuh selama miliaran tahun.
Apa Itu Sabuk Batu Hijau Nuvvuagittuq?
Sabuk Batu Hijau Nuvvuagittuq terdiri dari kumpulan batuan vulkanik dan sedimen yang menjadi saksi masa Bumi sebelum pergerakan lempeng tektonik modern terbentuk. Banyak formasinya berasal dari periode ketika kerak planet masih relatif stabil dan belum terpecah menjadi lempeng-lempeng yang saling bertubrukan. Keunikan lain dari kawasan ini adalah proses pembentukannya. Tidak seperti banyak batuan tua lain yang dihasilkan aktivitas vulkanik atau tabrakan lempeng, sebagian besar batu Nuvvuagittuq muncul melalui proses alterasi hidrotermal.

Proses ini terjadi ketika air laut hangat meresap ke dalam kerak Bumi, bereaksi dengan mineral di dalamnya, lalu kembali ke laut, meninggalkan jejak kimia yang khas. Jejak inilah yang kini menjadi petunjuk berharga untuk memahami kondisi lautan dan kerak Bumi pada masa awal terbentuknya planet kita.
Bagaimana Bentuk Batuan Ini?
Batuan Nuvvuagittuq tak mencolok jika dilihat sekilas. Permukaannya tampak seperti bongkahan abu-abu kebiruan bercorak belang, dengan lapisan tipis warna cokelat dan hitam yang mencatat sejarah tekanan, panas, dan reaksi kimia berulang selama miliaran tahun. Struktur dalamnya menunjukkan rekahan halus akibat pendinginan magma kuno, yang kemudian diisi mineral hasil presipitasi air laut purba. Saat disentuh, teksturnya terasa kasar, seperti kombinasi antara batu vulkanik padat dan lapisan sedimen yang terkompresi. Batuan ini tidak memancarkan kilau kristal mencolok seperti granit atau zirkon, tetapi justru tampil sederhana—hanya jika diteliti lebih detail, usianya yang luar biasa mulai terungkap.

Menentukan usia batuan setua ini tidak sesederhana memeriksa lapisan sedimen biasa. Biasanya, ilmuwan menggunakan mineral zirkon yang sangat stabil dalam rentang waktu geologi. Namun, batuan vulkanik di Nuvvuagittuq tidak mengandung zirkon sama sekali. Tim peneliti pun terpaksa menggunakan metode penanggalan isotop samarium-neodymium, yang memanfaatkan peluruhan radioaktif dua jalur berbeda.
Salah satunya, samarium-146, memiliki waktu paruh relatif singkat sekitar 96 juta tahun. Jalur lainnya, samarium-147, memiliki waktu paruh yang sangat panjang, mencapai triliunan tahun. Perbedaan kecepatan peluruhan ini sempat memicu kontroversi karena menghasilkan perkiraan usia yang tidak konsisten. Inilah alasan klaim awal pada 2008—yang menyebut batuan itu berusia hingga 4,3 miliar tahun—menuai kritik dari banyak geolog.

O’Neil menjelaskan bahwa aktivitas geologi setelah 4 miliar tahun lalu, seperti pemanasan ulang atau metamorfisme, memang dapat memengaruhi “jam” isotop berdurasi panjang, tetapi tidak banyak memengaruhi jalur yang berdurasi pendek. Untuk memastikan keakuratan, tim peneliti akhirnya kembali mengambil sampel dari bagian batuan yang pernah dimasuki magma dari mantel Bumi. Karena magma ini pasti lebih muda daripada batuan yang ditembus, analisis isotop di area tersebut menjadi patokan usia minimum yang lebih dapat dipercaya.
Hasil terbaru memperlihatkan sesuatu yang sangat penting: kedua jalur peluruhan isotop menunjukkan angka yang sama, yaitu 4,16 miliar tahun. Konsistensi ini memperkuat keyakinan bahwa batuan Nuvvuagittuq memang sekelompok batu tertua yang pernah ditemukan.
Petunjuk Kondisi Laut dan Kehidupan Awal
Yang membuat batuan ini semakin menarik, sebagian lapisannya terbentuk bukan hanya dari aktivitas vulkanik, melainkan dari presipitasi air laut purba. Temuan ini memberikan petunjuk unik mengenai komposisi kimia lautan pertama Bumi, suhu rata-rata saat itu, serta atmosfer awal planet yang masih muda.
O’Neil mengatakan, mempelajari lingkungan tempat kehidupan pertama mungkin muncul sangat penting, bukan hanya untuk memahami asal-usul kehidupan di Bumi, tetapi juga untuk mencari tanda-tanda biologis di planet lain. Jika kita bisa mengenali bagaimana kehidupan bisa muncul di dunia yang saat itu masih penuh tabrakan kosmik dan gunung api aktif, kita akan lebih siap mendeteksi jejaknya di Mars atau bulan-bulan es di Tata Surya.
“Batuan vulkanik ini setidaknya berusia 4,16 miliar tahun atau bahkan lebih tua,” ujarnya. “Menurut saya, usia terbaiknya adalah 4,3 miliar tahun.” Hingga kini, belum ada batuan lain di Bumi yang diketahui lebih tua.