- Pengadilan Negeri Manokwari mulai menyidangkan kasus penganiayaan terhadap Sulfianto, aktivis lingkungan sekaligus Ketua Panah Papua yang berbasis di Manokwari, ibukota Papua Barat. Sidang perdana 27 Mei lalu di Pengadilan Negeri Manokwari.
- Kepala Distrik Merdey yang para pelaku sebut-sebut adalah Yustina Ogoney. Selain menjadi pejabat publik, Yustina Ogoney lama aktif dalam mempertahan tanah dan hutan adat di wilayah Moskona. Panah Papua yang Sulfianto, pimpin memfasilitasi pemetaan wilayah adat di siini.
- Kasus ini juga menambah daftar pekerja HAM di Papua Barat yang mengalami kekerasan. Sebelumnya, Yan Christian Warinussy, Pengacara Sulfi juga ditembak saat keluar dari bilik ATM di Jalan Yos Sudarso Sanggeng, Kota Manokwari.
- Yan Christian Warinussy, Pengacara Sulfianto dari Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari bilang, kasus ini memberikan gambaran bahwa kerja-kerja advokasi pembela HAM, salah satunya aktivis lingkungan seperti Sulfi senantiasa ada dalam ancaman baik dari negara maupun orang-orang yang mungkin bagian pada investasi.
Pengadilan Negeri Manokwari mulai menyidangkan kasus penganiayaan terhadap Sulfianto Alias, aktivis lingkungan sekaligus Ketua Lembaga Panah Papua yang berbasis di Manokwari, ibukota Papua Barat. Sidang perdana 27 Mei lalu di Pengadilan Negeri Manokwari.
Lima tersangka kasus ini, yakni, Leonardo Fredz Asmorom, Frando Marselino Warbal, Markus Marlon Kurube, Benyamin Harrison Josias Manobi, dan Daniel Alan Samori. Daniel Alan Samori adalah anggota Polri. Kelima tersangka sudah ditahan sejak 21 Desember 2024.
Sebelumnya, pada 20 Desember 2024 sekitar pukul 00:30 WIT, kelimanya menganiaya Sulfi di Cafe Cenderawasih di Bintuni Timur, Teluk Bintuni.
Dalam surat dakwaan menyebutkan, kelima pelaku sedang minum di Cafe Cenderawasih sebelum menganiaya Sulfi. Saat itu, Sulfi selesai karaoke bersama teman-temannya tak jauh dari para pelaku. Leonardo Fredz Asmorom memanggil Sulfi. “Woi ko kesini dulu.”.
Mereka tampak mabuk, Sulfi tidak menghiraukan panggilan itu.
Leonardo adalah anak Daniel Asmorom, calon Bupati Teluk Bintuni pada Pilkada 2024. Setelah Sulfianto tak menghiraukan dan baru melangkah beberapa meter melewati mereka, Leonardo berujar, “kau yang saya cari, pukul dia!”
Keempat tersangka lain lalu mengejar Sulfianto. Saat kejar-kejaran di halaman cafe, Sul menabrak Leonardo hingga terjatuh. Leonardo lalu memukul wajah Sulfianti sebelum melarikan diri ke dalam cafe dan bersembunyi di toilet.
Para pelaku mengejar ke toilet, mendobrak pintu, menarik keluar korban dari hingga terjatuh. Mereka lalu bergantian menendang punggung dan memukul wajah, menarik jaket maupun baju Sulfi.
Daniel, anggota polisi lalu menjepit leher Sulfi dan menariknya ke sudut ruangan. Karena korban sempat memberontak, dia memukul wajah Sulfi.
Moh. Anwar Sanusi, yang melihat kejadian berusaha menahan para pelaku dan menyarankan mereka menyelesaikan masalah di Polsek terdekat. Leonardo menolak.
“Jangan, saya mau membawa ke Polres karena dia saksi kunci,” kata Leonardo.
Dari toilet, mereka membawa Sulfi keluar. Sesampainya di lobi cafe, Leonardo kembali memukul di bagian rusuk. Mereka bawa Sulfi ke parkiran. Leonard kembali menanyakan, “siapa kepemilikan dari akun suanggi muara?” Sulfi jawab tak tahu.
Para pelaku lalu membawa Sulfi dengan sepeda motor menuju ke Polres Bintuni. Dalam perjalanan itu, Leonardo kembali bertanya.
“Ko ada hubungan apa dengan ibu Distrik Merdey?” “Saya ada hubungan kerja” kata Sulfi.
“Ada urusan politik?” “Tidak ada,” jawab Sulfi.
Tak puas mendengar jawaban itu, Leonardo kembali memukul rusuk Sulfi.
Tak sampai di Polres Bintuni, para pelaku menurunkan Sulfi. Leonardo dan Sulfi beradu mulut. Leonardo kembali memukul Sulfi bersama yang lain.
Sampai malam, tersisa Leonardo, Frando dan Benyamin. Mereka terus menginterogasi Sulfi soal hubungan dengan Kepala Distrik Merdey sambil memukul bergantian.
Leonardo sedang mengambil dan memeriksa telepon selular Sulfi ketika rekannya, Roy Marten Masyewi menelpon. Sulfi segera memberi tahu dia sedang dipukul di Jalan Tanah Merah.
Setelah itu para pelaku kembali memukulnya lalu meninggalkan Sulfi yang akhirnya dijemput rekan-rekannya lalu mereka bawa ke Puskesmas Bintuni.

Ungkap motif
Yan Christian Warinussy, Pengacara Sulfianto dari Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyatakan, ungkapan pelaku “ko ini yang saya cari selama ini” pada saat penganiayaan menunjukkan Sulfianto sudah lama jadi incaran kelompok ini.
“Bukan berarti mereka berlima ini saja tetapi pasti ada kelompok yang merasa Sul dan pekerjaannya menjadi ancaman bagi mereka…entah itu kegiatan politik, kegiatan yang bersentuhan dengan isu-isu lingkungan. Itu kita masih harus menggalinya lebih dalam lewat persidangan ini. Kita berharap itu muncul nanti waktu persidangan,” katanya.
Kepala Distrik Merdey yang para pelaku sebut-sebut adalah Yustina Ogoney. Selain menjadi pejabat publik, Yustina Ogoney lama aktif dalam mempertahan tanah dan hutan adat di wilayah Moskona. Panah Papua yang Sulfianto, pimpin memfasilitasi pemetaan wilayah adat di siini.
Pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Jayapura pada 2022, wilayah adat Marga Ogoney menjadi salah satu yang mendapat pengakuan hutan adat
Yan bilang, kasus ini memberikan gambaran bahwa kerja-kerja advokasi pembela HAM, salah satunya aktivis lingkungan seperti Sulfi senantiasa ada dalam ancaman baik dari negara maupun orang-orang yang mungkin bagian pada investasi.
“Yang merasa terancam akibat kerja-kerja advokasi yang dilakukan.”
Dia mengapresiasi kepolisian tak mengintervensi kasus ini meskipun ada anggotanya terlibat. Daniel, polisi yang terlibat dalam kasus ini bertugas sebagai intel dan diduga jadi pengaman Leonardo.
“Ini jadi preseden bagi yang lain supaya ke depan kalau mereka terlibat dalam kasus kriminal, mereka tidak dibela oleh institusi.”
Peggy Sarumi, pengacara, aktivis HAM dan lingkungan di Papua Barat mengatakan, ancaman terhadap pekerja lingkungan dan HAM biasa terjadi tetapi penganiayaan Sulfi termasuk kasus berat.
Kasus ini, katanya, membuat pekerja HAM dan lingkungan di Papua Barat merasa terancam dan membatasi ruang gerak mereka.
Dalam proses hukum kasus ini, dia mendesak agar Sulfi mendapatkan keadilan. “Saya harap melalui proses hukum ini, Bang Sul mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.”

Kasus ini juga menambah daftar pekerja HAM di Papua Barat yang mengalami kekerasan. Sebelumnya, Yan Christian Warinussy, Pengacara Sulfi juga ditembak saat keluar dari bilik ATM di Jalan Yos Sudarso Sanggeng, Kota Manokwari.
“Peristiwa-peristiwa ini terjadi karena pekerjaan yang kita kerjakan. Kalau kita membela hak masyarakat dan menyuarakan isu-isu HAM itu, tetap kita diancam.”
Peggy berharap, negara bisa menjamin keamanan dan memberikan perlindungan kepada para pekerja HAM dan lingkungan.
Sebelumnya, Gabungan Organisasi Masyarakat Sipil menyerukan keadilan bagi pembela HAM lingkungan. Mereka ini terdiri dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Perkumpulan Panah Papua, LP3BH Manokwari, Perkumpulan Nayak Sobat Oase, Perkumpulan Mey Mongka Papua, dan Himpunan Pemuda Moskona. Juga, Koalisi Pangan Lokal Teluk Bintuni, Yayasan Mem Papua, Perkumpulan Kowaki Tanah Papua, Komunitas Mahasiswa Peduli alam Papua, dan YLBHI LBH Papua Merauke.
Dalam pernyataan bersama, mewakili koalisi, Franky Samperante, Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka menyatakan, pembela HAM berhak mendapatkan perlindungan dari negara sesuai Deklarasi PBB tentang Pembela HAM Pasal 12.
Pasal ini menyebutkan, karena pekerjaan mereka yang mengandung risiko, pembela hak asasi manusia berhak mendapatkan perlindungan efektif dari negara baik dari kekerasan, dan diskriminasi. “Maupun tindakan menghambat upaya mereka menggalang dukungan publik.”
Koalisi ini juga merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10/2024 tentang perlindungan hukum terhadap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam permen ini juga menyebutkan, tak boleh ada tindakan pembalasan terhadap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup, dapat berupa pelemahan perjuangan dan partisipasi publik. Juga, ancaman, kriminalisasi dan, atau kekerasan fisik atau psikis yang membahayakan diri, jiwa dan harta, termasuk keluarga.
“Kami meminta hakim Pengadilan Negeri Manokwari membuat keputusan adil dan berpihak kepada Sulfianto, serta memberikan sanksi hukum kepada pelaku seadil-adilnya. Kami meminta kepolisian memastikan tidak ada tindakan pembalasan terhadap Sulfianto, keluarga dan aktivis Perkumpulan Panah Papua.”
*****