- Perluasan kebun kopi, masih menjadi tantangan dalam pengelolaan Suaka Margasatwa (SM) Gunung Raya yang memiliki luas sekitar 50.950 hektar.
- Sejak dulu, kawasan ini dikenal sebagai kantong habitat gajah dan harimau sumatera, termasuk sejumlah kucing liar berukuran kecil hingga sedang.
- Terakhir, kawasan ini menjadi lokasi pelepasliaran macan dahan (Neofelis diardi diardi) yang berhasil dievakuasi dari Baturaja. Namun, hanya kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) yang masih sering terlihat beraktivitas di sekitar kebun warga.
- Idealnya, kucing-kucing liar membutuhkan habitat yang sehat dan terbebas dari intervensi manusia. Namun, situasi seperti di Gunung Raya, membuat kucing menjadi rentan dan berpotensi konflik, serta memaksa mereka untuk beradaptasi.
Awal Mei 2025, buah kopi di kebun Erwin (39) yang berada di sekitar Desa Perikan Tengah, Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS), Sumatera Selatan, mulai menguning.
“Akhir Juni atau awal Juli siap dipanen,” kata Erwin, di kebun seluas enam hektar, yang dia beli dari warga lokal dua tahun lalu.
“Harganya ratusan juta, cukup mahal. Tapi wajar, karena kondisi pohon kopi yang siap panen,” lanjutnya.
Dengan harga kopi (green bean) yang menyentuh angka 70-75 ribu Rupiah, Erwin dapat menghasilkan ratusan juta Rupiah sekali panen.
“Satu hektar bisa satu ton atau bahkan lebih. Dengan harga sekarang, hasilnya cukup menjanjikan dan kami sekeluarga memilih menetap di sekitar Gunung Raya ini,” kata Erwin yang tinggal bersama anak, istri, dan dua saudaranya.
Menurutnya, sejak setahun lalu, sejumlah pendatang membeli kebun masyarakat lokal dan menetap di sekitar Gunung Raya.
“Sebagian ada juga yang membuka kebun baru, tapi kami tidak berani, karena itu masuk kawasan (SM Gunung Raya),” kata Erwin.

Sejak 1978, kawasan hutan Gunung Raya telah ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh pemerintah. Saat ini, Gunung Raya berstatus Suaka Margasatwa (SM) melalui Kepmen Menhut No.76/Kpts-II/2001 dengan luas 50.950 hektar.
SM Gunung Raya berada di tiga kecamatan: Buay Pemaca, Warkuk Ranau Selatan, dan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Lampung Barat, Lampung.
Namun, tantangan pengelolaan Gunung Raya masih sama, yakni perambahan kawasan yang tercatat sudah terjadi sejak 1980-an.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan, yang dikutip dari penelitian Suci dan kolega [2019], pada 2009, sekitar 70 persen dari luas total kawasan SM Gunung Raya, telah berubah menjadi perkebunan kopi.

Bagaimana kondisi saat ini?
Merujuk data terbaru BKSDA Sumatera Selatan yang diperoleh Mongabay Indonesia, sekitar 64 persen (32.608 hektar) dari luas total kawasan Gunung Raya, masuk blok rehabilitasi, sekitar 32 persen (16.304 hektar) masuk blok lindung, dan sisanya blok pemanfaatan.
“Yang dimaksud blok rehabilitasi adalah wilayah terganggu, baik berubah menjadi perkebunan, dan sebagainya,” kata Syarifah, koordinator pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Sumatera Selatan, kepada Mongabay, Selasa [3/6/2025].
“Sementara blok lindung adalah wilayah yang masih sangat baik kondisinya, sedangkan blok pemanfaatan merupakan wilayah yang punya potensi wisata, sumber air, dan lainnya,” lanjutnya.
“Sebagian kecil ada juga blok tradisional yang ditujukan untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, misalnya madu, jamur, dan lain sebagainya.”

Kucing liar yang terlihat
Landskap hutan Gunung Raya terkoneksi dengan Gunung Pesagi (Sumatera Selatan-Lampung), Bukit Sigigok, dan Sukau (Sumatera Selatan-Lampung). Sejak dulu, wilayah ini terkenal sebagai kantong habitat gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] dan harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae].
Berdasarkan kajian awal oleh Susilowati dan kolega [2016], luas kantong habitat tersebut mencapai 75,883.82 hektar. Terdiri dari Hutan Lindung [HL] Saka sekitar 2.819 hektar, Hutan Produksi [HP] Saka sekitar 17.844 hektar, dan Hutan Produksi Terbatas [HPT] Saka sekitar 10.232 hektar.
Keberadaan dua spesies terancam punah tersebut menjadi alasan ditetapkannya Gunung Raya sebagai kawasan konservasi.
“Tapi, saat ini gajah dan harimau sumatera belum pernah terdokumentasi lagi kemunculannya di SM Gunung Raya,” kata Syarifah.

Merujuk penelitian Hidayat dan kolega (2019), yang melakukan survei kamera jebak, penelusuran lapangan, serta menggali informasi dari masyarakat selama kurang lebih satu tahun, tidak ada temuan kucing liar di sekitar SM Gunung Raya.
Namun, terdata sembilan spesies satwa dilindungi berdasarkan PerMen LHK No. 20 Thn 2018, yakni siamang (Symphalangus syndactylus), kelinci sumatera (Nesolagus netscheri), trenggiling (Manis javanica), tupai tanah garis tiga (Lariscus insignis), tupai raksasa (Ratufa affinis), tapir (Tapirus indicus), simpai (Presbytis melalophos), lutung kelabu (Trachypithecus cristatus), dan beruang madu (Helarctos malayanus).
Menurut Syarifah, hingga saat ini hanya kucing hutan atau kuwuk (Prionailurus bengalensis) yang terlihat di sekitar kebun warga.
“Sementara sisanya belum ada catatan. Tapi kemungkinan besar, jenis seperti kucing emas, macan dahan, dan lainnya masih ada di sekitar SM Gunung Raya,” Kata Syarifah.
Hal ini sejalan dengan keterangan Marsudi, pemilik kebun kopi yang berbatasan dengan kawasan SM Gunung Raya. Tiga bulan lalu, dia pernah melihat kucing kecil, dengan bercak hitam seperti harimau sumatera.
“Begitu terlihat langsung lari, saya kira itu anak kucing biasa. Tapi motifnya seperti harimau. Kalau yang lain belum pernah lihat,” katanya, kepada Mongabay, awal Mei 2025.
Akhir Maret 2025 lalu, SM Gunung Raya menjadi lokasi pelepasliaran satu individu macan dahan (Neofelis diardi diardi) yang berhasil dievakuasi dari rumah warga di Desa Batu Kuning, Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Macan dahan tersebut dilepasliarkan di blok mandariang, atau blok lindung di SM Gunung Raya yang dinilai aman dan representatif sebagai lokasi pelepasliaran, menurut BKSDA Sumatera Selatan.
“Ekosistemnya juga sangat mendukung sebagai habitat kucing liar,” kata Andre, Humas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, kepada Mongabay Indonesia.

Rentan konflik
Kondisi SM Gunung Raya saat ini yang didominasi perkebunan, memaksa satwa, termasuk kucing liar untuk dapat beradaptasi dengan landskap antropogenik.
Menurut Erwin Wilianto, pendiri Yayasan SINTAS Indonesia dan anggota IUCN-SSC Cat Specialist Group, sejak era pembangunan dan industri pertanian berkembang, hanya tersisa sedikit ‘surga’ bagi satwa liar, termasuk kucing liar.
“Idealnya, semua jenis kucing memerlukan habitat yang sehat tanpa intervensi manusia,” katanya, kepada Mongabay, Rabu [4/6/2025].
Namun, untuk meneruskan hidupnya, kucing-kucing liar ini berupaya beradaptasi dengan keterbatasan yang ada. Menjadi lebih oportunis dalam memenuhi kebutuhan pakan dan berbagi ruang-waktu dengan manusia.
“Tinggal harimau yang masih relatif terspesialisasi dengan herbivora besar dan kucing tandang yang spesifik membutuhkan badan sungai,” lanjut Erwin.
“Perkebunan kopi dan lainnya, memang terkadang digunakan kucing-kucing liar untuk berpindah dan mencari makan. Namun, tentu saja menjadi rentan karena mereka terekspos dan menjadi potensi konflik,” tegasnya.

Ada lima jenis kucing liar yang hidup di dataran tinggi Sumatera Selatan, yakni harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang dikategorikan sebagai kucing besar. Satu berukuran sedang, yakni macan dahan (Neofelis diardi diardi). Sisanya merupakan jenis kucing liar berukuran kecil, yakni kucing emas (Catopuma temminckii), kucing kuwuk atau macan akar (Prionailurus bengalensis), dan kucing batu (Pardofelis marmorata).
Semuanya jenis kucing tersebut dilindungi oleh Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Referensi:
Hidayat, R., Yustian, I., & Setiawan, D. (2019). Inventarisasi Mamalia di Kawasan Suaka Margasatwa Gunung Raya Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains, 20(3), 92–99.
Suci, S., Dahlan, Z., & Yustian, I. (2019). Propil Vegetasi di Kawasan Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Gunung Raya Kecamatan Warkuk Kabupaten Oku Selatan. Jurnal Penelitian Sains, 19(1), 47–53.
Susilowati, O., Mahanani, A. I., Yustian, I., Setiawan, D., & Sumantri, H. (2016). Identifikasi dan pemetaan kantong-kantong habitat gajah dan harimau di Sumatera Selatan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.
*****
Kisah Putri Raja Seminung, Kucing Liar, dan Kerusakan Danau Ranau