- Suaka Margasatwa Dolok Surungan, yang membentang di Kabupaten Toba serta Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, terdesak dengan berbagai peruntukan wilayah sekitarnya. Padahal, hutan konservasi seluas 23.800 hektar ini merupakan salah satu kantong populasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
- Alfianto Siregar, Ketua Tim Humas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), saat Mongabay temui akhir Mei lalu, menduga ada sekitar 4-5 individu hewan dilindungi tersebut di SM Dolok Surungan. Angka ini berdasarkan temuan bukti keberadaan seperti tanda-tanda bekas cakaran, feses dan pertemuan langsung yang petugas lapangan laporkan.
- Terus tergerusnya wilayah jelajah harimau sumatera dan aktivitas manusia yang makin, bahkan sudah di dalam hutan, akan memancing si belang keluar dari kawasannya dan mencari buruan yang lebih mudah, seperti anjing, sapi, hingga kambing. Hal ini akan mengubah perilaku harimau, sehingga perlu antisipasi sejak dini.
- Riszki Is Hardianto, Peneliti Kehutanan Auriga Nusantara, mengatakan, kunci untuk menjaga kantong-kantong kecil populasi harimau sumatera ialah dengan memastikan habitatnya tidak rusak. Jangan sampai ada perambahan dan perburuan satwa ilegal.
Suaka Margasatwa Dolok Surungan, yang membentang di Kabupaten Toba serta Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, terdesak dengan berbagai peruntukan wilayah sekitarnya. Padahal, hutan konservasi seluas 23.800 hektar ini merupakan salah satu kantong populasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
Alfianto Siregar, Ketua Tim Humas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), saat Mongabay temui akhir Mei lalu, menduga ada sekitar 4-5 individu hewan dilindungi tersebut di SM Dolok Surungan. Angka ini berdasarkan temuan bukti keberadaan seperti tanda-tanda bekas cakaran, feses dan pertemuan langsung yang petugas lapangan laporkan.
Selain butuh pemantauan dan kajian lebih lanjut untuk memastikan jumlah individunya, langkah perlindungan pun harus mereka tingkatkan. Pasalnya, sekitar SM Dolok Sarungun sudah penuh dengan peruntukan lain dan kaya aktivitas manusia.
Dia bilang, kawasan konservasi ini memiliki lanskap unik berbentuk huruf K dengan banyak fragmen. Di sebelah barat, di Kabupaten Asahan, terdapat kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi. Kondisinya saat ini sudah tertekan dengan perkebunan sawit dan sebagian karet.
Selanjutnya di tengah-tengah huruf K, merupakan kawasan hutan Parsoburan, Kabupaten Toba, masih masuk kawasan hutan konservasi dan merupakan wilayah jelajah harimau sumatera juga.
Di bawahnya, ada kawasan hutan Batang Toru, Tapanuli Selatan. Bagian atasnya, terdapat hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi Labuhan Batu Utara.
Wilayah-wilayah ini, lanjutnya, merupakan jalur jelajah harimau sumatera. Kondisi habitatnya terus terjepit akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit, karet, pertanian dan sebagian kecil beralih fungsi menjadi pemukiman.
Terus tergerusnya wilayah jelajah harimau sumatera dan aktivitas manusia yang bahkan sudah di dalam hutan, akan memancing si belang keluar dari kawasannya dan mencari buruan yang lebih mudah, seperti anjing, sapi, hingga kambing. Hal ini akan mengubah perilaku harimau, sehingga perlu antisipasi sejak dini.
“Kami selalu sosialisasi ke masyarakat agar jangan memasang jerat atau berburu satwa di dalam kawasan hutan konservasi. Jangan membawa hewan peliharaan seperti anjing karena itu akan memancing harimau untuk menyerangnya, termasuk tidak melakukan aktivitas pertanian di dalam kawasan hutan lindung karena itu dilarang dan bentuk pidana,” ucap Alfianto.
Di lanskap hutan lindung Labuhan Batu Utara, misal, sempat terjadi konflik antara harimau sumatera muda—sekitar 4 tahun–dengan seekor anjing warga yang beraktivitas di dalam kawasan hutan saat majikannya bertani tanpa izin, tahun 2022. Lewat kamera jebak, mereka mendapati si belang muda itu keluar dari kawasan hutan konservasi dan mencoba belajar berburu.
Upaya menangkapnya untuk dikembalikan ke habitat asli di SM Dolok Surungan tidak berhasil. Predator muda itu sudah pergi jauh ke dalam kawasan hutan yang menjadi habitatnya.
Setelah peristiwa itu, BKSDA selalu memberikan penyadartahuan serta sosialisasi agar masyarakat yang masuk dalam kawasan hutan tidak membawa anjing. Karena, ini akan memancing harimau keluar dan memangsanya, dan akan lebih berbahaya apabila sampai menyerang manusia.

Jaga kantong kecil
Riszki Is Hardianto, Peneliti Kehutanan Auriga Nusantara, mengatakan, kunci untuk menjaga kantong-kantong kecil populasi harimau sumatera ialah dengan memastikan habitatnya tidak rusak. Jangan sampai ada perambahan dan perburuan satwa ilegal.
“Selama ini konflik terjadi karena faktor kehancuran habitat. Kalau dijaga dengan baik, serta tutupan hutannya bagus, dan satwa mangsanya ada, maka itu akan baik untuk perkembangbiakan harimau dalam jangka panjang,” terangnya.
Pemerintah, lanjutnya, harus berani menjalankan konsep manajemen populasi. Misal, ada ketidakseimbangan sex ratio di lanskap Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Kerinci Seblat, maka harus ada pemindahan di kedua lanskap ini untuk menyeimbangkan betina dan jantan. Ketiadaan manajemen populasi seperti itu di tengah tergerusnya habitat, akan membuat populasi tersebut terdegradasi dengan sendirinya.
Selama ini, banyak pihak yang belum mengetahui berapa populasi harimau sumatera yang sebenarnya dalam satu bentang alam pada lanskap ukuran besar maupun kantong-kantong kecil. Juga sex ratio dari predator teratas rantai makanan di hutan ini. Dugaannya, angka-angka populasi harimau sumatera selama ini hanya sebatas perkiraan, bukan scientific base.
Perlakuan khusus juga harus pemerintah lakukan terhadap kantong-kantong populasi yang kecil. Bukan dengan mengambilnya dan memindahkan ke lanskap yang lebih besar dengan populasi yang melimpah, supaya meningkatkan jumlah populasinya. Hal ini justru akan menyebabkan kepunahan lokal.
“Harimau-harimau itu dikumpul menjadi satu lokasi, kemudian akan terjadi perkawinan sedarah atau inbreeding.”
Selain itu, memindahkan harimau sumatera ke lanskap yang lebih besar akan memicu konflik baru. Akan terjadi perebutan pakan serta kelebihan populasi. Harimau yang tidak kedapatan pakan akan keluar kawasan dan menghadirkan konflik dengan manusia di sekitar kawasan tersebut.
Oleh karena itu, harus ada perbaikan cara berpikir. Melakukan yang sebaliknya, memindahkan populasi di lanskap besar ke lanskap lebih kecil dengan perhitungan sex ratio yang seimbang. Kemudian melakukan pemantauan untuk mengetahui jumlah jenis kelamin dari masing-masing individu di lanskap tersebut.
Jika sudah berlimpah, maka bisa memindahkan harimau ke lanskap lain. Juga, untuk penyegaran, bisa ada pertukaran individu agar tidak terjadi kekosongan di satu lanskap dengan kantong kecil.
“Saat ini harus lebih difokuskan lagi adalah bagaimana mengembangkan individu-individu dikantong-kantong kecil. Pihak otoritas atau pejabat pemangku kebijakan harus berani mengambil sikap seperti ini dan tidak takut apabila gagal akan mempertaruhkan jabatannya.”
Selama ini, lanjutnya, pejabat takut untuk berinovasi, takut gagal dan takut kehilangan jabatan. Padahal, pemangku kebijakan memiliki keinginan yang sama untuk peningkatan populasi harimau sumatera. Namun, ketakutan hilang jabatan membuat mereka tidak berani mengambil keputusan.
Padahal, lanjutnya, menaruh semua individu harimau dalam habitat yang sama berisiko.
“Ada sebuah peribahasa jangan menempatkan telur di tempat yang sama karena apabila terjadi sesuatu akan pecah semuanya. Kita harus fokus terhadap individu di landskap ukuran kecil. Negara harus berani menjalankan konsep manajemen populasi dan jangan takut kehilangan jabatan apabila konsep itu belum berhasil.”

*****