- Pemadaman listrik serentak (blackout) di Bali awal Mei ingatkan kembali pentingnya meningkatkan energi terbarukan terutama berbasis komunitas. Sekaligus, mengurangi ketergantungan pasokan listrik batubara dari Jaringan Jawa Bali (JBB). Harapannya, ke depan, bisa wujudkan Bali mandiri energi.
- Pertumbuhan konsumsi listrik di Bali jauh lebih tinggi dari target pertumbuhan nasional, sementara peningkatan pembangkit belum bisa mengimbangi.
- Alih-alih pembangkit skala besar yang cenderung menggunakan energi fosil, Bali didorong menciptakan berbagai pembangkit energi terbarukan berbasis masyarakat skala komunitas atau desa.
- PLTS atap dinilai berpotensi sangat besar, namun kini ditargetkan digunakan oleh perusahaan dan perkantoran
Pemadaman listrik serentak (blackout) di Bali awal Mei ingatkan kembali pentingnya meningkatkan energi terbarukan terutama berbasis komunitas. Sekaligus, mengurangi ketergantungan pasokan listrik batubara dari Jaringan Jawa Bali (JBB). Harapannya, ke depan, bisa wujudkan Bali mandiri energi.
Belum lama ini, sejumlah pengelola desa wisata, dihadiri jaringan wisata desa nusantara, pemerintah provinsi, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok muda pengampanye isu lingkungan berkumpul guna berdiskusi tentang peluang mewujudkan Bali mandiri energi. Kegiatan ini menghadirkan pembelajaran dari kampung mandiri energi di kaki Gunung Semeru berkat Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Gunung Sawur.
Desa di Semeru telah mampu memenuhi kebutuhan energi listrik secara mandiri sejak 1992. Bahkan, ketika terjadi pemadaman listrik serentak di Lumajang, Jawa Timur imbas erupsi Semeru pada 2021, lebih dari 100 rumah tetap menyala seperti biasa.
Tak hanya berhasil membangkitkan energi terbarukan dari potensi yakni sungai, juga mampu merawat dan mengganti suku cadangnya secara rutin. Bahkan suku cadang dan mesin PLTMH dibuat di bengkel desa ini.
Sucipto, inisiator PLTMH yg di Lumajang ini menunjukkan foto bengkel dan menceritakan bagaimana mulai mengidentifikasi potensi aliran sungai untuk jadi energi listrik. Dia menyebut pekerjaan dan lembaganya sebagai spesialis tenaga air skala kecil.
Selain aliran sungai penggerak turbin, komponen yang harus dirawat adalah intake. Ia area air terkumpul, turbin, generator, panel controller, dan alat penyaring sampah. Membangkitkan energi air mendorong warga memelihara sungai seperti pembersihan sampah.
Selain 118 keluarga yang menikmati energi listrik mikrohidro, ada juga pelaku usaha sebanyak 25 kilowatt di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang dengan 137 pelanggan.
Sucipto menyebut, warga memilih listrik dari air karena lebih murah dan bayar bisa cicil. Harganya Rp500 untuk 450 VA dan Rp750 untuk daya 900 VA, lebih murah dari PLN.
Listrik mikrohidro ini juga mendukung usaha wisata di desa dengan belasan kios wisata di Kali Pinusan, wisata pohon pinus yang berdampingan dengan sungai.
“Sebelum listrik stabil seperti sekarang, dulu sering mati,” katanya, yang mulai mengembangkan mikrohidro pada 1985.
Karena itu, dia berpegang pada prinsip belajar dari masa lalu untuk masa depan dengan terus memperbaiki performa mesin. Bahkan bengkel sudah menjual 185 mesin ke seluruh Indonesia. Menurut dia, suku cadang harus tersedia dan bisa bikin di Indonesia untuk memastikan keberlanjutan teknologi energi terbarukan ini.
“PLTMH harus jadi bagian dari sistem kelistrikan nasional.”
Dia mengingat pada 1990-2000, program PLTMH marak namun kini surut. Indonesia masih menggantungkan pada energi batubara atau minyak bumi. Padahal, selain ramah lingkungan, PLTMH lebih efisien dengan umur ekonomis panjang. Peralatan mekanikal elektrikal bisa berusia 20-50 tahun, dan usia suku cadang 3-6 tahun.
“Kuncinya listrik murah dan bisa diutang,” katanya.
Soal harga murah ini memang karena tak berorientasi keuntungan.
Karena mendistribusikan energi, usaha desa ini berbadan hukum lembaga pengelola tenaga air skala kecil yang mengantongi izin pemanfaatan air permukaan.

Polemik LNG
Bagaimana dengan Bali? Sudarmoko, dari 350 Indonesia mengatakan, pemanfaatan energi terbarukan di Bali terus tumbuh, mulai dari skala rumah tangga, komunitas hingga ke pemerintah daerah. Contoh, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Manik Aji di tingkat banjar, PLTS Keliki tingkat desa, hingga PLTS Kayubihi di Bangli.
Menurut dia, pemerintah provinsi Bali dapat mencontoh Nusa Penida yang sudah terapkan bauran energi terbarukan 24%. Untuk skala kecil pemanfaatan PLTS juga ada di persawahan atau pengelolaan sampah sebagai energi listrik mesin pencacah komposter.
Agung Arya Teja, pengelola BUPDA Desa Intaran, Sanur, Denpasar menyebut, mendapat bantuan PLTS atap skala kecil untuk di sawah, wantilan pasar, dan tempat pengelolaan sampah. Ada juga pemasangan di atap perahu nelayan.
Namun, katanya, masih ada konflik terkait rencana pemerintah membangun terminal LNG yang digadang-gadang sebagai program Bali mandiri energi bersih. Desa Intaran melakukan sejumlah protes terminal distribusi gas ini karena akan ada di kawasan hutan lindung dan merusak hutan mangrove.
Kini, terminal akan dibangun di pantai dengan dermaga apung. “Kami masih khawatir karena di sekitarnya ada kelompok nelayan, sekaa jukung, dan terumbu karang,” katanya.
Tantangan lain energi terbarukan berbasis masyarakat ini Jaringan Ekowisata Desa (JED) rasakan. Mereka mendampingi beberapa desa mengaplikasikan energi terbarukan.
Fransiska Natalia dari JED mengatakan, PLTMH di Desa Tenganan dulu menjadi sumber energi mesin penyelipan gabah, kini terlantar karena debit air sungai mengecil. Sementara PLTS atap di beberapa rumah belajar seperti Nusa Penida dan Tamblingan bermasalah di baterai dan converter.
“Narasi negatif jika energi terbarukan itu mahal makin menjadi karena kurangnya pengetahuan teknis dan perawatannya. Di mana kami bisa mengakses bantuan.”
Ida Bagus Susena dari Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral Bali masalah energi terbarukan skala desa adalah pemeliharaan dan sumber pembangkitnya. Dia contohkan PLTMH di Klungkung yang aliran sungai untuk wisata rafting kini mangkrak karena kekurangan debit air.
Krisis air adalah isu lain yang kini Bali hadapi. Tingginya kebutuhan air mendorong tak hanya pemanfaatan air permukaan juga air bawah tanah. Air sungai dan danau diolah jadi air baku, juga jadi tempat wisata air.
Ida Ayu Dwi Giriantari, Ketua Centre of Excellence Community Based Renewable Energi (CORE) Universitas Udayana mengatakan, pertumbuhan konsumsi energi Bali sangat tinggi, yakni 16% melampaui target pertumbuhan nasional sebesar 8%.
Karena itu pembangkit harus meningkat, dan bisa terisi oleh energi terbarukan skala komunitas atau desa.
“Tapi saat ini hanya mengandalkan pembangkit besar, padahal Bali harus mandiri. Potensi terbesarnya energi matahari.”

Peluang terbuka lebar
Dari segi jumlah, pelanggan terbesar PLN memang rumah tangga tetapi konsumsi terbesar adalah sektor bisnis terutama wisata, yakni 60% didominasi hotel dan restoran.
Giri bilang, sejumlah data potensi energi terbarukan, PLTS atap sebesar 113 MWP, sea water hydropump storage sebesar 9 GW yang berbasis air laut, PLTMH 24 MW, dan berbagai biomassa dari jarak, gamal, dan lain-lain.
Masalahnya, dalam implementasi energi terbarukan ini banyak proyek hibah bukan kalau tak terawat akan mangkrak. Apalagi kini teknologi disebut makin murah dan ada berbagai skema kerja sama dengan provider.
Suriadi Darmoko menyebut, ruang pengembangan energi terbarukan sangat terbuka lebar, selain mendorong partisipasi desa adat, dan desa wisata. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bali, hingga akhir 2023, Bali memiliki 238 desa wisata yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota.
Sebagai komunitas yang terorganisir, katanya, desa wisata dapat memperkuat posisi dalam transisi energi dengan mengintegrasikan penggunaan energi terbarukan. Kalau desa wisata terlibat dalam transisi energi, beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain penurunan jejak emisi, peningkatan nilai tambah pariwisata, dan kontribusi terhadap pencapaian target bauran energi terbarukan secara nasional.
Saat ini, para pelaku Community-Based Renewable Energy (CBRE) belum terkonsolidasi dengan baik, untuk itu perlu wadah komunikasi yang saling mendukung.
*****
Ini PLTS Kayubihi, Satu-satunya Proyek Energi Terbarukan yang Masih Beroperasi di Bali