- Paleobotani merupakan cabang ilmu paleontologi yang mempelajari kehidupan di masa lampau, khususnya flora atau botani pada masa pre-historis.
- Meski menjadi negara yang sangat kaya akan potensi fosil kayunya, tetapi studi paleobotani di Indonesia dinilai kurang berkembang
- Temuan fosil kayu di Indonesia sedikit, tetapi Xylarium Bogoriense KLHK dengan lebih dari 203 ribu spesimen kayu ditetapkan sebagai perpustakaan penyimpan fosil kayu dan jenis kayu terbanyak di dunia.
- Konservasi berbagai situs paleontologi sebagai warisan geologi Indonesia penting dilakukan karena banyak ancaman seperti alih fungsi lahan dan pertambangan
Paleobotani adalah cabang ilmu di bawah Paleontologi yang mempelajari kehidupan di masa lampau, khususnya flora atau botani pada masa pre-historis. Para ahli paleobotani meneliti biji-bijian, kayu, atau daun yang telah melalui proses mineralisasi selama ratusan hingga jutaan tahun sampai menjadi batu atau fosil (fossilized). Dengan mempelajari cabang ilmu ini, kita bisa memahami iklim pada masa lampau, evolusi tanaman, serta pola makanan binatang herbivora yang hidup pada zaman tersebut.
Sayangnya, meski menjadi negara yang sangat kaya akan potensi fosil kayunya, studi paleobotani di Indonesia dinilai kurang berkembang. Namun, penjualan fosil kayu untuk dekorasi rumah atau koleksi perhiasan marak di kalangan kolektor Indonesia, dan tidak sedikit yang diperjualbelikan ke luar negeri.
Dunia Paleobotani Indonesia menghelat webinar pada pertengahan Mei 2024, yang memperkenalkan fossil kit bagi guru dan siswa untuk mempelajari paleobotani dengan sederhana.
Paleontologist Hanny Oktariani, menjelaskan palaeobotani adalah ilmu yang mempelajari sisa kehidupan yakni tumbuhan. Fosil adalah sisa atau jejak kehidupan yang terawetkan di lapisan kulit bumi secara langsung atau tidak langsung, yang berlangsung alami dan memiliki umur geologi.
Syarat fosil diantaranya organisme mempunyai bagian tubuh keras, mengalami pengawetan, mengandung kadar oksigen sedikit, bebas dari bakteri pembusuk, dan umurnya lebih dari 10 ribu tahun.
“Organ pada tumbuhan yang bisa jadi fosil adalah batang. Fosil akar jarang ditemui baru satu kali di Banten. Fosil daun berbentuk cetakan di batuan. Fosil buah diperkirakan dari bangsa kelapa. Fosil bunga juga sangat jarang. Ada ilmu khusus untuk mempelajari fosil bunga,” jelas Hanny yang sebelumnya bekerja di Museum Geologi Kementerian ESDM dan sekarang di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi itu.
Baca : Diteliti, 13 Fosil Pohon yang Pernah Hijaukan Antartika

Kenapa fosil kayu tidak jadi batubara? Karena kayu yang telah membatu yang terkubur dalam sedimen seperti abu vulkanik dengan kondisi dan pH yang tepat. Ada berbagai bentuk fosil kayu dengan kondisi berbeda.
Fosilisasi kayu ada dua proses. Pertama permineralisasi. Ini kondisi terkubur materi seluler yang berupa ruang terbuka seperti lumen pada sel, pembuluh, dan ruang antar sel diisi silika, kalsium karbonat, atau mineral lain. Mineral juga mengisi ruang yang disebabkan rekahan karena proses pembusukan atau serangga. Kedua, replacement. Ini proses di mana material organik terdegradasi selama fosilisasi, lalu mineral menempati ruang yang sebelumnya ditempati dinding sel.
Mineral pada fosil kayu, padatan organik terbentuk secara alami dengan struktur tertentu. Dikelompokkan dua yakni, kelompok silika dan kelompok non silika warnanya lebih bervariasi. Tapi fosil yang baru ditemukan kelompok silika. Warna fosil kayu, selain mineral ditentukan unsur yang terkandung di dalamnya. Disebut unsur pengotor.
Mineral pada fosil kayu belum tentu sama dengan mineral pada batuan. Cara mengetahui umur fosil kayu dilihat dari lapisan kayu. Pertama dengan lithostratigrafi, fosil ditemukan berdasar lapisan batuannya. Biostratigrafi, jika ditemukan bersama moluska. Radiometrik, ditemukan di lapisan apa dan metodenya disesuaikan.
“Fosil kayu untuk hiasan atau ornamen seperti piring, meja, kursi. Ada juga untuk bahan batu akik karena masuk kelompok batu semi mulia. Harganya cukup mahal, takut diburu karena merusak lingkungan karena penggalian tak terkendali,” papar Hanny.
Cara mencari fosil kayu ini beragam, misalnya masyarakat di Banten menggunakan besi yang diketuk ke tanah. Konon akan ada perbedaan bunyi jika mengenai fosil kayu dibanding batuan biasa.
Fosil kayu juga dicari peneliti, misal ia pada 2017 ke Gorontalo. Tujuannya bisa mengetahui paleografi dan paleoclimate, serta evolusi lingkungan bagaimana merekonstruksi lingkungan di masa lampau. Bisa juga mendapatkan kandungan mineral dan silifikasi buatan untuk meningkatkan kekerasan kayu.
Baca juga : Jejak Manusia Jawa Purba di Museum Sangiran

Penelitian fosil 1984 di Indonesia dilakukan oleh orang Belanda. Sedangkan salah satu perintis peneliti Indonesia bernama Mandang.
Temuan fosil kayu di Indonesia, menurut Hanny, tidak banyak terutama dari Indonesia Timur. Padahal lembaga Xylarium Bogoriense pada 2018 ditetapkan sebagai nomor satu di dunia dengan lebih dari 203 ribu spesimen kayu. “Jika dilihat dari koleksi kayu saat ini dengan fosil kayu perbandingannya jauh sekali,” keluhnya.
Harapannya penelitian fosil kayu lebih bisa berkembang. “Saya berharap ada konservasi fosil kayu seperti di Thailand. Misalnya Merangin Jambi UNESCO Gblobal Geopark memiliki ikon fosil kayu. Untuk temuan fosil kayu dunia bisa diakses di fossilforests.org/map untuk perbandingan di tiap negara,” katanya.
Fosil Tertua Flora Jambi
Eko Wahyudi, Badan Pengelola Merangin Jambi UNESCO Global Geopark mengingatkan pentingnya konservasi karena banyak ancaman pada situs paleontologi.
Merangin Jambi Global Geopark ditetapkan UNESCO pada 2023 mewakili fosil flora terbaik dan terlengkap dari permian awal. Hampir 2/3 luas Jambi Merangin adalah geopark. Fosil tertua berumur sekitar 300 juta tahun. Sebaran fosil ini dinamai Flora Jambi oleh geologiwan Swiss Tobler yang umurnya menunjukkan lebih tua dibanding Pulau Sumatera.
Eksplorasi Flora Jambi bisa dilakukan dengan rafting menyusuri sungai. Ada empat situs fosil kayu. Ada juga situs karst 170 juta tahun, dengan stalagtit dan stalagnit. Berikutnya kompleks Gunung Masurai, memiliki kaldera yang terbentuk 33 ribu tahun lalu dari endapan karbon.
Salah satu situs fosil kayu adalah Teluk Gedang Wood Fossil yang disebut batu tuo oleh warga setempat, dengan penyebaran fosil sekitar empat hektar yang berisi berbagai aneka fosil. Fosil kayu itu berumur sekitar 300 juta. Situs in situ itu juga terdapat patahan pohon diameter sampai dua meter dengan akarnya.
Sedangkan di Muara Karing Leaf Fossil dan site Mengkarang, ada cetakan berbagai fosil daun. Situs lain ada goa, danau air terjun, sumber air panas, dengan lebih dari 21 situs geologi.
“Ada juga fosil kayu di Formasi Kasai yang tersebar. Namun mirisnya ada yang ditambang jadi bahan kerajinan. Dengan penetapan geopark, penambang berkurang,” ujar Eko.
Baca juga : Identitas Fosil Purba yang Membingungkan Para Ilmuwan Selama 9 Dekade, Terungkap

Upaya konservasi warisan geologi Indonesia yang harus dilindungi ini dengan penetapan peraturan daerah, penetapan hukum adat di beberapa situs, adopsi pohon, edukasi geo bio-culture, dan edukasi di masyarakat lokal. Selain itu situs ini jadi laboratorium kebumian untuk mahasiswa teknik geologi sejumlah kampus. Untuk edukasi dini, dilaksanakan geopark goes to school untuk siswa atau kunjungan siswa ke geopark.
Masalah besar adalah penambangan emas tanpa izin. Sekitar dua tahun lalu ada yang menambang sekitar 50 meter dari situs. Ancaman lain adalah vandalisme. Ada siswa saat corat coret baju dan ada situs yang kena coretan. “Sebelumnya juga ada pengambilan fosil kayu dengan truk, namun kini sudah dibatasi. Untuk menjaga Merangin sebagai surganya batu sungai,” tambahnya.
Perpustakaan Kayu Terbesar di Dunia
Sukadaryanti dari Pusat Standarisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Kementerian LHK menjelaskan keberadaan Xylarium Bogoriense sebagai perpustakaan kayu terbesar di dunia, dikelola KLHK. Fungsinya pembanding primer untuk identifikasi tumbuhan, terkoneksi dengan laboratorium herbarium yang mengkoleksi tumbuhan. Berdiri sejak 1915 peninggalan Belanda di bawah institusi bernama Bosbouw Proefstation.
Sejak 1915, Xylarium Bogoriense ini jadi inisiasi pembangunan koleksi kayu Indonesia. Saat ini memiliki 236 ribu lebih spesimen autentik dari lebih 6.600 spesies, 167 famili dan 1.105 genus. “Kami masih mengumpulkan spesimen dari seluruh Indonesia,” katanya.
Contoh koleksinya seperti dalam bentuk kayu trapesium, papan, disk, preparat mikrokospis dan serat, bambu, rotan, dan fosil kayu. Tak hanya dari Indonesia, juga pertukaran spesimen dari negara lain seperti Austria dan India sebanyak lebih 2.000 spesimen. Sedangkan fosil kayu sekitar 150 jenis.
Sri Yudawati Cahyarini, peneliti BRIN menambahkan tentang paleoclimateology yaitu ilmu yang memahami iklim di masa lampau dari arsip alam dan indikator iklim. Misalnya studi iklim masa lampau dari fosil kayu. Saat ini terjadi pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim seperti perubahan curah hujan, muka air laut, frekuensi badai tropis, frekuensi ENSO/IOD, dan lainnya.
“Untuk memahami iklim perlu data yang panjang, termasuk masa lalu. Di masa lalu belum ada parameter iklim,” jelasnya. Studi iklim masa lampau diperlukan untuk memahami fenomena geologi atau sumber dayanya.
Baca juga : Fosil Kaki Gajah di Waduk Saguling dan Jejak Danau Purba

Palaeclimatelogy bisa mempelajari fenomena tersebut. Juga memahami sejarah migrasi manusia, apakah karena ada perubahan iklim atau kondisi lingkungan lainnya. Ini juga bisa jadi modeling iklim untuk memprediksi masa depan. Cara mempelajari arsip alam ini dengan penelitian lapangan, arsip, berbagai lintas ilmu palentologi di bidang fosil kayu karang, dan inti es.
Workshop paleobotani fosil kayu ini juga akan dihelat untuk guru oleh lembaga nirlaba Friends of Fossil Forests CORP yang berpusat di Amerika Serikat dan didukung oleh National Geographic Society, bekerja sama dengan peneliti dari Florida Museum (University of Florida), Natural Sciences Education & Outreach Center (NSEOC) Colorado State University, dan di Indonesia akan dipandu oleh staf ahli dari Museum Geologi Bandung. Untuk pembelajaran, diadopsi toolkit paleobotani yang dibuat oleh NSEOC untuk dibuat di dalam konteks Indonesia. (***)
Ikan Purba Hidup yang Melebihi Era Dinosaurus Ini Ada di Indonesia