Dinilai Abai Tangani Kebakaran Hutan, Walhi Gugat Presiden

Tak hanya lingkungan tak sehat karena kebakaran hutan. Laskar Harianja, ayah dengan tiga anak ini harus menanggung rugi karena kebun nenas siap panen seluas satu hektar ludes dilalap api karena hutan yang terbakar di Simpang Bangko, Rokan Hilir, Riau. Dia protes dengan pembakaran hutan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Kini dia tak memiliki uang lagi. Dia sudah mengeluarkan sekitar Rp10 juta dari sejak menanam sampai pemeliharaan kebun. Foto: Ulet Ifansasti/Greenpeace

Rabu siang (9/10/13), Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, bersama pengurus, antara lain, Munhur Satyahaprabu, Zenzi Suhadi, Khalisah Khalid, dan Tumpak W Hutabarat serta Wahyu Wagiman, Ketua Tim Advokasi Pulihkan Indonesia, datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hari itu, Walhi resmi mengajukan gugatan kepada Presiden RI beserta 18 lembaga negara yang dinilai abai atas kebakaran hutan yang terus terjadi di Riau dan Jambi. Sebanyak 15 kuasa hukum tergabung dalam tim advokasi ini.

Abetnego mengatakan, gugatan ini sangat penting agar masyarakat bisa hidup dalam lingkungan sehat.  “Gugatan ini untuk mengingatkan pemerintah yang lalai akan tanggung jawab mereka menjamin keselamatan lingkungan hidup dan hak-hak rakyat atas lingkungan hidup sehat. Itu hak asasi manusia,” katanya di Jakarta, hari itu.

Pemerintah, ujar dia, harus memiliki skema yang jelas dan transparan guna mengatasi masalah kebakaran hutan yang terulang setiap tahun ini. “Pemerintah kalau tidak didesak, biasa akan diam saja. Maka Walhi mengajukan gugatan.”

Bahkan, ada rumor berkembang, Indonesia dan Malaysia, sengaja mendiamkan kasus ini demi momentum penting dalam Forum APEC, untuk memasukkan sawit dalam produk ‘hijau’—meskipun belum sukses.

Menurut dia, penerbitan bebagai izin perkebunan sawit dan hutan tanaman industri tanpa disertai tanggung jawab pemerintah menjaga lingkungan dan hak rakyat. Bahkan, tak ada kontrol pada pemegang hak usaha. Kondisi ini,  menyebabkan lingkungan hidup di negeri ini berbahaya untuk ditinggali.

Muhnur S, Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi juga salah satu tim advokasi mengatakan,  gugatan ini juga respon atas somasi yang tak ditanggapi Presiden.  Pada akhir Juni 2013, Walhi telah melaporkan 117 perusahaan yang diduga terlibat pembakaran hutan di Riau dan Jambi, kepada Kementerian Lingkungan Hidup. Namun, tampaknya, laporan mereka tak ditanggapi serius.

“Pemerintah telah melawan hukum dengan tidak melaksanakan perintah hukum. Dengan gugatan ini mudah-mudahan bisa mencegah kerusakan hutan agar tak makin parah.”

Tak jauh beda diungkapkan Wahyu Wagiman, Ketua Tim Advokasi Pulihkan Indonesia. Menurut dia, gugatan diajukan kepada 19 pihak terdiri dari Presiden, tiga kementerian termasuk Polri , dua gubernur di Sumatera , serta 11 bupati dan dua walikota di Sumatera. Mereka dinilai bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan yang terus terjadi.

Materi Gugatan Walhi kepada Presiden dan 18 Lembaga Negara

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi, bersiap menyerahkan surat gugatan di PN Jakarta Pusat. Foto: Sapariah Saturi
Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi, sessat setelah menyerahkan surat gugatan di PN Jakarta Pusat. Foto: Sapariah Saturi
Sumber: Walhi
Grafis: Walhi
Grafis: Walhi
Sebaran kebakaran di Riau berdasarkan data WRI.

Kredit

Topik

Potret Buram Nelayan Tradisional

  Kondisi nelayan tradisional di Indonesia memprihantinkan. Negara makin tidak berpihak pada nelayan saja. Demi tingkatkan ekonomi, pemerintah izinkan privatisasi ruang laut dan pesisir serta sumber daya alam di dalamnya. Hingga perampasan ruang laut dan pesisir terus terjadi. Upaya-upaya masyarakat mempertahankan lahan pun tak jarang berakhir dengan jerat hukum. Belum lagi  wilayah tangkap  nelayan tradisional/kecil […]

Artikel terbaru

Semua artikel