- Gempa mengguncang desa-desa di Sukabumi yang berdekatan dengan pembangkit panas bumi geothermal Gunung Salak. Warga mempertanyakan bahkan berkirim surat ke polisi dan meminta otoritas untuk investigasi gempa karena mereka menduga ada keterkaitan dengan operasi panas bumi.
- Wilayah paling terdampak, menurut BPBD Sukabumi, berada di Desa Cipeuteuy dan Desa Tugubandung. Tembok toilet rumah Eman Suherman, tetangga Euis, juga roboh terguncang lindu.
- Iwan Rustadi bersama puluhan warga Kabandungan dan Kalapanunggal bergegas ke Kantor PT Star Energy Geothermal Salak, Ltd (Star Energy), Minggu pagi pasca gempa, 21 September lalu. Mereka meminta penjelasan perusahaan panas bumi itu terkait gempa di pemukiman.
- Menurut peta kebencanaan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, area operasional panas bumi Gunung Salak berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Tinggi hingga sedang. Ia melintas tiga sesar aktif: Citarik, Cimandiri, dan sesar misterius yang ditemukan aktivitasnya di Pamijahan.
Gempa mengguncang desa-desa di Sukabumi yang berdekatan dengan pembangkit panas bumi geothermal Gunung Salak. Ada keterkaitan dengan operasi panas bumi?
Hari itu, Euis Yuningsih terbangun dari tidur lelap sekitar pukul 23.47 WIB. Dia rasakan getaran, sontak berteriak memanggil anak bungsunya.
“Adek, dek, adek!”
Euis tak bisa beranjak dari tempat tidur; kaki sudah tiga minggu sakit karena jatuh dari motor. Dia pasrah kala getaran terus menghantam rumah selama hampir 10 detik.
“Saya hanya bisa peluk anak bungsu, gak bisa lari ke luar (rumah),” katanya saat ditemui Mongabay di rumahnya, Minggu (28/9/25).
Gempa malam itu mengguncang Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan magnitudo 4,0.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, ada 29 gempa susulan hingga Minggu pagi.
Menurut BMKG, kekuatan gempa susulan terbesar magnitudo 3,8 dan terkecil magnitudo 1,9. Titik gempa terjadi pada pusat koordinat 6,76 lintang selatan dan 106,57 Bujur Timur, atau sekitar 25 kilometer timur laut Sukabumi, dengan kedalaman 10 kilometer.
Gempa juga terasa di Kecamatan Kalapanunggal, Sukabumi; dan Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Sebagian warga, termasuk tetangga Euis, berlarian ke luar rumah menyelamatkan diri dari guncangan. Bahkan ada warga yang bermalam di luar rumah.
“Saya semalaman begadang. Gak bisa tidur,” ujar Euis.
Akibat gempa, tembok teras rumah Euis roboh. Dia baru mengetahui setelah guncangan mereda, saat keluar rumah.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukabumi mencatat, ada 14 rumah warga terdampak, satu rusak sedang dan 13 rusak ringan.
Wilayah paling terdampak, menurut BPBD Sukabumi, berada di Desa Cipeuteuy dan Desa Tugubandung. Tembok toilet rumah Eman Suherman, tetangga Euis, juga roboh terguncang lindu.
Eman bilang, pasca gempa rumahnya langsung pemerintah desa dan petugas BPBD kunjungi. Begitu juga dengan Euis. Kerusakan rumah mereka petugas dokumentasikan.
Petugas memberikan bantuan beras dan mie instan kepada Euis. Eman tidak dapat. Dia bahkan harus merogoh kocek Rp60.000 untuk membayar orang mengangkut puing-puing reruntuhan tembok.
“Kalau memang ada bantuan, bilang jangan dulu dibangun. Kalau nggak ada (bantuan) bilang aja, jadi saya nggak nunggu-nunggu,” ujar Eman ketika ditemui Mongabay.

Dia khawatir meninggalkan istri sendirian dalam kondisi toilet rusak. Eman tak leluasa keluar rumah untuk bekerja. Sehari-hari dia bisnis sewa sound system untuk kebutuhan acara seperti pernikahan.
Eman yang menjadi operator sekaligus menjaga sound system jika ada yang menyewa. Pasca kejadian gempa, dia keluarkan uang untuk menyewa orang menjaga sound system.
Baik Eman maupun Euis berharap dapat bantuan perbaikan rumah. Apalagi Euis, dia orangutua tunggal yang bergantung hidup pada anak bungsu yang bekerja sebagai guru honorer.
Purnama Wijaya, Kepala Desa (Kades) Cipeuteuy bilang, pemerintah sejauh ini baru memberikan bantuan berupa sembako.
“Kalau (bantuan) pembangunan nanti dicek dulu ke lapangan, dikaji dulu. Oh ini rusak ringan, rusak sedang, rusak berat. Itu nanti setelah investigasi lapangan, barulah akan muncul (bantuan), apakah semen dapatnya,” kata Purnama saat ditemui Mongabay Senin (1/10/25).
Meski begitu, dia tidak menjamin Eman dan Euis dapat bantuan perbaikan rumah. Sebab, biasa yang dibantu perbaikan hanya rumah dengan kategori rusak berat.

Dugaan pembangkit panas bumi pemicu?
Iwan Rustadi bersama puluhan warga Kabandungan dan Kalapanunggal bergegas ke Kantor PT Star Energy Geothermal Salak, Ltd (Star Energy), Minggu pagi pasca gempa, 21 September lalu.
Mereka meminta penjelasan perusahaan pengembang panas bumi itu terkait gempa di pemukiman. Warga curiga aktivitas geothermal menjadi pemicu lindu di ketiga kecamatan itu.
Dia bilang, gempa kerap mengguncang wilayah sekitar eksplorasi sumur panas bumi SEGS.
Wilayah kerja panas bumi (WKP) Star Energy mencakup dua kabupaten, Sukabumi (Kecamatan Kabandungan dan Kalapanunggal) dan Bogor (Kecamatan Pamijahan).
Anak usaha PT Barito Pacific itu menyuplai uap panas bumi untuk menghasilkan listrik 180 MW yang PLN.
Star Energy operasikan juga menyediakan uap panas bumi dan mengoperasikan pembangkit listrik 201 MW untuk Jaringan Listrik Interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jmali). Pada 2021, produksi Star Energy mencapai kapasitas listrik 381 MW.
Menurut Iwan, gempa juga pernah terjadi pada 2024, 2023, dan 2020. Saat Mongabay berkunjung pada 28-29 September lalu, getaran kecil masih terasa di Desa Cipeuteuy.
Tahun 2020, guncangan gempa terjadi lebih besar; yang membuat rumah Iwan ambruk. “Kolam ikan saya sampai terbelah akibat gempa,” katanya kepada Mongabay Jumat (29/9/25).
Pada 21 September, Iwan bersama sekitar 20 warga Star Energy terima untuk beraudiensi mengenai peristiwa gempa. Pertemuan itu humas dan pegawai bidang geologi perusahaan.
Perusahaan, katanya, membantah geothermal jadi pemicu gempa. “Saya potong dia (orang perusahaan) lagi bicara. Sudah cukup, bapak nggak usah panjang-panjang ngomong. Bapak sekarang berdiri dan menjelaskan karena bapak ada di pihak perusahaan. Pasti bagus semualah isinya,” kata Iwan menirukan ketika bertemu perusahaan.
Semua warga yang Mongabay temui, kompak mencurigai aktivitas geothermal sebagai pemicu lindu. Semua narasumber, termasuk Iwan dan Euis bilang, karakteristik gempa terasa dengan guncangan naik-turun.
“Kalau gempa biasa (alami) itu kan goyang pelan ke kanan-kiri, ini beda naik-turun guncangannya,” ujar Euis.
Iwan juga mengirim surat protes masyarakat terkait dugaan pemicu gempa aktivitas geothermal, kepada Polsek Kalapanunggal dengan tembusan Star Energy, tertanggal 22 September 2025.

Isi surat itu menyatakan, aktivitas pengeboran panas bumi menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Mereka khawatir aktivitas itu berdampak pada lingkungan dan keselamatan warga sekitar.
Dalam surat itu, warga menuntut agar ada investigasi mendalam terkait penyebab gempa. “Kami menuntut investigasi menyeluruh oleh BMKG dan Direktorat Geologi Kementerian ESDM untuk memastikan apakah ada hubungan antara kegiatan PLTP dan gempa bumi yang terjadi,” tulis surat itu.
Warga juga meminta Star Energy bersikap transparan dalam melakukan operasional panas bumi. Mereka menuntut akses informasi terkait aktivitas pengeboran dan langkah mitigasi bencana.
Menurut Iwan, selama ini Star Energy tidak pernah memberitahu warga terkait operasional mereka. Sejumlah warga yang Mongabay temui membenarkan.
Mereka bilang, masyarakat tak mengetahui aktivitas pengeboran panas bumi.
Purnama Wijaya, Kades Cipeuteuy sepakat harus ada investigasi mendalam terkait gempa yang sering terjadi di daerahnya. Dia khawatir gempa lebih besar menghantam desanya.
“Harus investigasi lebih dalam. Kekhawatiran saya terjadi gempa yang lebih besar seperti di Cianjur,” katanya.
Menurut peta kebencanaan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, area operasional panas bumi Gunung Salak berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Tinggi hingga sedang. Ia melintas tiga sesar aktif: Citarik, Cimandiri, dan sesar misterius yang ditemukan aktivitasnya di Pamijahan.
Berbagai studi menunjukkan, aktivitas geothermal dapat memicu gempa minor lokal, seperti yang diungkap dalam penelitian Walhi.
Lembaga advokasi lingkungan itu menyebut, aktivitas tambang panas bumi banyak menggunakan teknologi enhanced geothermal system (EGS). Teknologi ini melibatkan pengeboran sumur ke dalam batuan panas, sehingga ciptakan atau perluas rekahan pada batuan.
Lalu, menyuntikkan fluida (seperti air) untuk mengambil panas dan mengalirkan ke permukaan, hingga menghasilkan uap atau air panas untuk pembangit listrik.
Menurut Walhi, teknik itu membuat peningkatan permeabilitas yang berarti juga penurunan daya ikat (kohesivitas) pada batuan. Hal itu dapat memicu gempa bumi minor.
“Ditambah dengan sifat tektonik Indonesia yang sangat aktif di beberapa tempat, gempa minor merupakan formula ampuh untuk menimbulkan gempa bumi besar,” tulis penelitian itu.
Studi teknis juga mengonfirmasi bahwa aktivitas seperti injeksi air atau perubahan tekanan dalam reservoir geothermal bisa menyebabkan gempa minor berkekuatan kurang dari empat magnitudo.
Aktivitas panas bumi memicu gempa bukanlah pengetahuan baru. Fenomena ini disebut induced seismicity atau gempa bumi yang terpicu oleh aktivitas manusia.
Gempa picuan akibat proyek geothermal terjadi di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Swiss, dan Filipina.
Imam Shofwan, Kepala Simpul Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bilang, aktivitas tambang panas bumi memang dapat memicu gempa bumi.
Menurut dia, eksploitasi panas bumi mengambil magma dari perut bumi. Ketika itu terdapat pergeseran lapisan bumi yang menyebabkan guncangan lokal.
“Di bawah tanah ini bergeser dua centimeter aja kita di sini (di atas) gempanya bisa besar,” katanya.

Star Energy melalui surat yang kepada Iwan Rustandi menyebut, aktivitas operasional mereka telah diawasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE).
Zerry Antro, Head of Policy, Government, and Public Affairs Star Energy mengatakan, sudah memberikan akses kepada pemerintah yang melakukan inspeksi dan pemantauan rutin.
“Menyampaikan sosialisasi dan edukasi operasi panas bumi bersama dengan pemerintah kepada masyarakat sekitar, agar informasi teknis dapat dijelaskan secara netral, jelas, dan mudah dipahami,” katanya dalam surat itu, tertanggal 25 September 2025.
Dia bilang, operasi panas bumi Gunung Salak memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang pemerintah setujui.
Perusahaan juga melaporkan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan secara rutin kepada pemerintah.
Star Energy membantah gempa yang terjadi karena aktivitas geothermal.
Menurut publikasi resmi BMKG, gempa bumi yang terjadi merupakan kejadian alam berupa aktivitas tektonik dangkal.
Agung Saptaji, Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sukabumi menjelaskan, gempa berkekuatan magnitudo 4,0 terpicu sesar aktif dengan mekanisme pergerakan mendatar atau strike slip fault.
Dia mengaku belum bisa memastikan sumber aktivitas sesar itu. “Kami terus memonitor kejadian gempa di sana, kami akan terus menginformasikan parameter gempa berupa kapan kejadian, lokasi gempa, kekuatan gempa dan kedalaman gempa,” katanya kepada Mongabay.
Terkait investigasi mendalam desakan masyarakat, Agung menyatakan, perlu koordinasi lintas sektoral untuk melakukannya.
BMKG, katanya, perlu koordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Geologi, hingga pemerintah daerah.
*****
Gempa Bumi Dangkal karena Longsoran, Sedikitnya 3 Warga Meninggal