- Warga Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, masih belum lepas dari waswas. Truk angkut batubara memang sudah setop melewati jalan umum di desa mereka, tetapi masih khawatir. Mereka tak ingin lagi ada kendaraan atau truk angkut batubara lewati jalan desa. Sebelumnya, sudah jatuh korban gara-gara truk batubara lalu lalang di jalan umum.
- Sudah ada larangan dari pemerintah daerah soal jalan umum umum tak bisa untuk angkutan batubara tetapi penerapan aturan lemah. Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim, mengatakan, salah satu akar persoalan yang luput adalah bagaimana infrastruktur publik, termasuk jalan umum jadi korban demi kepentingan jalan perusahaan.
- Ketika Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden Indonesia datang ke Muara Kate, warga meminta hal sama, hentikan jalan desa untuk lalu lintas angkutan batubara. Warga juga mendesak usut tuntas pembunuhan tetua adat Muara Kate, ketika berjaga di pos warga tujuh bulan lalu.
- Inspektur Jenderal Polisi Endar Priantoro, Kapolda Kaltim mengatakan, sudah memanggil 36 saksi. Dalam scientific investigation, polisi juga melakukan kerjasama dengan laboratorium forensik di Surabaya. Untuk keterlibatan vendor dan perusahaan, polisi belum menemukan motif kalau tersangka belum terungkap.
“Taapm anta pengawi wakil presiden ba kati indro Sabtu, bekumpul ba pos apan taapm mbahas ne.” Demikian penggalan suara dengan nada tergesa-gesa dalam bahasa Dayak Deah itu warga Muara Kate, sampaikan melalui handy talkie, 13 Juni lalu. Itu informasi soal rencana kedatangan Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden Indonesia, ke Muara Kate. Dari mulut ke mulut, informasi menyeruak ke telinga warga.
Warga yang bermukim di ujung selatan Kalimantan Timur, sekitar delapan kilometer dari gapura perbatasan Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan itu pun segera bergegas, memberikan informasi kepada para tetangga, hingga sanak saudara.
Gibran datang bersama rombongan di Muara Kate 14 Juni sore. Dari arah Kalimantan Selatan, mobil berkelir putih berhenti di tengah jalan. Mengenakan kemeja biru muda, orang nomor dua RI pun keluar dari mobil multi purpose vehicle itu.
Kerumunan orang membludak. Dia sempat berjabat tangan dengan masyarakat sebelum melangkah ke teras rumah, lokasi warga berjaga, nyaris tiap malam, untuk menghadang lalu-lalang kendaraan angkutan batubara yang menggunakan jalan umum negara.
Si tuan rumah, Ketua RT06 Dusun Muara Kate, Desa Muara Langon, Khahirnawati dan suaminya, Yusuf menyambut kedatangannya.
Khahirnawati mempersilakan Gibran masuk dan duduk beralaskan tikar di teras rumah. Warga pun mengikuti duduk di atas lantai yang sama.
Tak banyak masyarakat yang boleh mendekat di situ. Hanya beberapa perwakilan. Warga lain menyaksikan dari kejauhan, di luar rumah dan seberang jalan.

Di hadapan puluhan orang yang menantinya, Gibran membuka dengan ucapan belasungkawa. Dia menyayangkan, ada insiden yang menyebabkan korban jiwa. Dia bertanya, bagaimana peristiwa itu bisa terjadi dan apa penyebabnya?
Gibran merujuk dua warga Muara Kate yang tewas dan luka-luka kena serang orang tak dikenal.
Yusuf pun menjawab. Dia menjelaskan, peristiwa bermula dari lalu-lalang truk kendaraan angkut batubara yang meresahkan warga. Akhir Oktober 2024, truk gagal menanjak di Gunung Merangit–lebih kurang 200 meter dari lokasi mereka saat ini.
Truk itu, mundur, terbalik dan tumbang, menumpahkan batubara di jalanan. Seorang perempuan pengendara motor di belakangnya, terlindas truk. Dia tewas di tempat.
Perempuan itu Pronika, pendeta muda yang belum genap satu tahun bertugas di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Jemaat “Effatha”, Pos Pelayanan dan Kesaksian “Pancaran Kasih”, Muara Kate.
Tak ada petugas lalu-lintas di situ. Warga lantas mengamankan si supir, menenangkan dan memberikan teh hangat. Yang membuat warga kecewa, puluhan truk pengangkut batubara tetap saja melintas dan membiarkan jasad pendeta di tengah jalan. Warga pun geram. Mereka melarang truk batubara melintasi jalan negara itu.
Saban hari, warga berjaga setelah kematian pendeta Pronika hingga larut malam.
Pada malam ke-27 berjaga, warga tak tahan menahan lelah dan kantuk. Mereka lupa menutup pagar, tertidur pulas di teras pos jaga. Ketika itulah, ada orang tidak dikenal menyerang warga Muara Kate yang tengah tidur, satu tewas, satu luka-luka.
“Tutup hauling itu, jangan dikasih ke jalan negara ini, jangan dikasih untuk hauling batubara.”

Yusuf khawatir kalau truk batubara itu tetap melintas akan terjadi ribut antar sesama warga. Dia tak ingin mereka diadu domba. Dia tak mau antar mereka ada saling curiga.
Dia berulang-kali memohon, hentikan truk angkut batubara.
Kini, truk angkut batubara memang sudah tak lewati jalan Dusun Muara Kate, tetapi waswas belum hilang. Warga tak mau ada truk batubara lewat lagi.
Dia juga mempertanyakan pengusutan kasus pembunuhan yang mengakibatkan Russel tewas.
“Karena yang mengganjal di hati masalah itu, nggak sampai tuntas, nggak sampai terungkap (pembunuhnya) masih mengganjal di hati kami,” katanya.
Sembari sesekali mengusap air mata, nada bicaranya pelan.
Al Muktabar, Pelaksana Tugas Sekretaris Wakil Presiden, yang duduk di sebelah kiri Gibran, mencatat tiap keluhan masyarakat.
Pertemuan bersama warga berjalan tak sampai satu jam. Ketika malam mulai datang, Gibran bersama rombongan berpamitan, meninggalkan pos jaga truk batubara di Muara Kate.

Polisi nyatakan masih proses
Kerumunan warga perlahan meninggalkan sekitar pos jaga. Sebagian di antara mereka mengira Gibran tak akan kembali ke Muara Kate. Menurut informasi, putra Presiden ketujuh Joko Widodo itu hendak ke Kantor Desa Muara Langon, lalu mengadakan pertemuan bersama forum koordinasi pimpinan daerah.
Dalam perjalanan, kendaraan yang membawa Gibran, berhenti di Masjid Nurul Huda, Muara Komam. Sebagian rombongan lain, tetap melaju ke arah Kalimantan Timur, menuju Kantor Desa Muara Langon. Warga dan beberapa perwakilan pimpinan daerah menanti di kantor desa.
Kantor Desa Muara Langon berada di tepi jalan lintas provinsi. Di situ, rumah-rumah terbangun berjauhan. Hanya ada satu rumah berada di depan kantor desa. Lampu pencahayaan seadanya, tak ada penerangan jalan di sekitar lokasi itu.
Mobil-mobil rombongan mendadak putar-balik. Gibran ternyata kembali ke Muara Kate, menuju pos jaga penolakan hauling batubara.
Pertemuan kedua ini berbeda. Warga tak banyak seperti sebelumnya. Di teras rumah itu, tak banyak aparat pemerintah menemani Gibran.
Khahirnawati dan Yusuf bergantian kembali menjelaskan berbagai persoalan yang masyarakat hadapi. Sesekali, Gibran memberi kesempatan warga lain untuk menjelaskan.
Di hadapan Gibran, warga berkali-kali minta tuntaskan persoalan jalan angkut batubara.
Mereka was-was, mengingat permukiman di Muara Kate terhitung sepi.
Setelah kunjungan, Gibran meninggalkan Muara Kate. Dengan kendaraan roda empat, dia menuju Kantor Desa Muara Langon. Sekitar pukul 20.00-an, kendaraan tiba depan kantor desa.
Bambang Arwanto, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, telah menanti.
Para petinggi daerah, seperti Kapolda Kaltim, Inspektur Jenderal Polisi Endar Priantoro dan Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji telah menanti. Tak terkecuali beberapa aparat pemerintah dan perwakilan dari perusahaan tambang di sekitar Muara Kate.
Pertemuan bersama Gibran di kantor desa itu singkat, tak sampai 10 menit. Menurut sumber Mongabay yang ada di kantor desa, Gibran tak menyambangi forum koordinasi pimpinan daerah. Dia hanya memanggil para petinggi di ruang terpisah, sebelum kembali pergi, meninggalkan kantor desa.
Kepada Mongabay, Endar Priantoro menyampaikan hasil pertemuan. Intinya, warga menuntut penegakan hukum terkait masalah di Muara Kate. Untuk masalah lalu-lintas itu, yang berkaitan dengan pendeta Pronika, sudah selesai.
“Sampai dengan putusan pengadilan, tersangkanya sudah kita angkat tiga tahun (hukuman), putusan pengadilan,” kata mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Untuk kasus pembunuhan, masih proses. Kepolisian, katanya, memanggil 36 saksi. Dalam scientific investigation, polisi juga melakukan kerjasama dengan laboratorium forensik di Surabaya. Untuk keterlibatan vendor dan perusahaan, dia mengatakan belum menemukan motif kalau tersangka belum terungkap.
“Kita upayakan sebaik mungkin, segala cara, mohon dukungannya, kita akan komitmen mengungkap kasus itu,” katanya.
Al Muktabar mengatakan, ingin solusi dan menyeluruh untuk semua pihak. “Tentu keamanan warga adalah hal utama, bahwa ada laka lantas, telah ditangani secara baik, kita harap ke depan tidak terjadi hal-hal seperti itu” katanya.
Dia juga memastikan setelah pertemuan itu akan ada evaluasi menyeluruh, seperti izin perusahaan tambang dan truk batubara.
Al Muktabar pun mengaku telah membahas bersama para petinggi daerah di Kabupaten Paser, beberapa hari lalu. Hasil kunjungan dan pertemuan itu akan mereka sampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Semua akan digunakan solusi-solusinya sesuai koridor. Kan ada peraturan perundang-undangan yang mengatur itu semua. Sudah ada peraturan daerahnya, tinggal menjalankan peraturan,” kata Al Muktabar.
Setelah memberikan keterangan, dia masuk ke dalam mobil menyusul Gibran. Kendaraan melaju ke Kalimantan Selatan.

Terlarang tetapi masih ada celah…
Dua hari sebelum kunjungan Gibran, Al Muktabar mengunjungi Dusun Muara Kate. Dia menemui warga dan menghimpun berbagai persoalan yang menyebabkan nyawa melayang di perbatasan Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan itu.
Berbekal kunjungan dan hasil pertemuan bersama warga, pemerintah mengadakan Rapat Koordinasi Pembahasan Tindak Lanjut Kunjungan Kerja Wakil Presiden di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan 16 Juni 2025t.
Al Muktabar memimpin forum di Ruang Rapat Gedung 2 Lantai 1 Istana Wapres, Jakarta Pusat itu.
Ada enam poin arahan wapres untuk Kaltim. Pertama, wapres mengapresiasi kepada pemerintah daerah atas stabilitas dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Terkait laka lantas wapres memberikan arahan untuk menjadi komitmen bersama agar peristiwa itu tak terulang kembali.
“Terkait pertambangan batubara, utamanya di Kalimantan Timur, gubernur atau wakil gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah memfasilitasi komunikasi secara teknis dengan kementerian, atau lembaga dan pengusaha agar terjadi harmonisasi tata ekonomi yang diharapkan berjalan baik,” kata Al Muktabar.
Gibran mengamanatkan, jaminan keamanan agar jadi perhatian utama kepolisian dan dukungan TNI, dengan mengintensifkan peran Babinsa dan Babinkamtibmas.
Dia juga bilang, ada penjagaan untuk kamtibmas bersama masyarakat, termasuk pembentukan posko penjagaan jika dipandang perlu.
“Gubernur diharapkan memfasilitasi warga terkait aspek-aspek pertanahan agar mendapat penanganan yang baik, terutama dalam hal terjadinya sengketa tanah,” katanya.
Gubernur Kaltim, Rudi Mas’ud menghadiri rapat. Dalam siaran pers, dia menegaskan melarang aktivitas hauling batubara menggunakan jalan umum di Paser dan Kalimantan Timur.
“Tidak boleh pakai jalan umum, apapun bentuknya,” Rudi. Mantan anggota Komisi DPR itu mengatakan, berdasarkan UU Nomor 3/2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, utama Pasal 91, perusahaan tambang harus pakai jalan hauling.
Bagi perusahaan yang tak patuh dengan ketentuan itu, katanya, bisa kena sanksi administrasi berupa penundaan dan pembekuan izin. Dia bilang, ketentuan itu sangat jelas. Apabila, perusahaan belum ada jalan hauling batubara, pemerintah dapat memberikan kebijakan.
“Caranya, menggunakan shif (pembagian waktu), misal mulai subuh sampai jam 9.00 malam itu hak warga negara untuk beraktivitas,” katanya, tampak memberikan ‘ruang’ lagi bagi angkutan batubara.
Di luar jam itu, katanya, bisa angkut batubara bukan truk berbadan besar tetapi hanya untuk sementara.
Yang pasti, izin itu atas pertimbangan keselamatan. Apabila aktivitas tak memberikan jaminan keselamatan, Pemprov Kaltim tidak memberikan izin.
Sesuai UUD 1945, katanya, negara harus melindungi rakyat. Katanya, tidak boleh ada insiden di jalan umum karena aktivitas angkutan batubara.

Tak sentuh akar persoalan
Sikap pemerintah itu menuai kritik dari organisasi lingkungan. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bersama masyarakat Muara Kate dan Batu Kajang menyatakan sikap bersama 18 Juni 2025. Mereka menilai, sikap pemerintah tak tegas dan mengesampingkan keselamatan masyarakat atas aktivitas batubara yang menggunakan jalan umum.
Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim, mengatakan, salah satu akar persoalan yang luput adalah bagaimana infrastruktur publik, termasuk jalan umum jadi korban demi kepentingan jalan perusahaan.
Jalan umum untuk tambang itu terjadi sejak ada UU Minerba Nomor 4/2009. Kala itu, Pasal 91 menyebutkan, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk kepentingan pertambangan.
“Celah hukum itu kemudian dimanfaatkan melalui revisi UU Nomor 4 tahun 2009 menjadi UU Nomor 3 tahun 2020. Proses pengesahan UU itu berlangsung ketika pademi COVID-19 dan minim partisipasi publik,” katanya.
Dalam revisi bermasalah ini, kata Mareta, tersisip Pasal 91 ayat 3 yang eksplisit memperbolehkan penggunaan jalan umum untuk aktivitas tambang.
“Patut dicatat, Rudi Mas’ud, yang saat itu menjabat sebagai Komisi VII anggota DPR, komisi yang membidangi energi, riset dan teknologi, ikut terlibat dalam pembahasan revisi UU Minerba itu.”
Mareta menilai, sikap pemerintah dalam mengentaskan hauling batubara itu justru membuka konflik berkepanjangan di tengah masyarakat yang berjuang tanpa dukungan nyata negara.
Kendati menyadari penggunaan jalan umum untuk aktivitas batubara bertentangan dengan hukum, katanya, pemerintah masih memberi celah.

Analisis Jatam Kaltim setelah memeriksa lokasi, perusahaan yang melintasi jalur umum itu diduga dari Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Dugaan truk angkut batubara sekitar 135 km menuju pelabuhan di Desa Rangan, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser. Waktu tempuh pulang pergi lebih kurang 4,5 jam melewati setidaknya 33 bangunan sekolah.
Mareta bilang, fakta lapangan memperlihatkan penggunaan jalan umum untuk angkut batubara menimbulkan insiden berkepanjangan tanpa penyelesaian tuntas.
Sejak 2024, Jatam Kaltim mencatat, setidaknya ada lima nyawa melayang karena kecelakaan angkutan batubara di Kabupaten Paser. Kondisi itu, katanya, memicu konflik sosial antar masyarakat.
Padahal, katanya, provinsi ini sudah punya Perda Nomor 10/2012 terkait larangan angkutan batubara. Aturan itu mensyaratkan pembangunan jalan khusus saat pengajuan permohonan izin pertambangan.
Artinya, kata Mareta, jalan khusus menjadi syarat izin pertambangan terbit sesuai Pasal 7 ayat 5 perda itu.
Dalam Pasal 2 ayat 1 perda itu menegaskan, angkutan batubara dilarang melewati jalan umum. Makin kuat dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 70/2013 yang membentuk tim terpadu untuk pengawasan.
“Sayangnya hingga kini, tidak ada transparansi hasil pengawasan dan evaluasi dari tim terpadu itu, bahkan pelaksanaan perda itu sendiri,” katanya.
Kunjungan Gibran ke Muara Kate, semestinya jadi momentum untuk menyentuh akar persoalan yang selama ini berlarut. Namun, hasil pertemuan justru melahirkan pernyataan yang membuka peluang penggunaan jalan umum untuk angkutan batubara.
Semestinya, kata Mareta, pemerintah dan kepolisian mengambil langkah tegas, termasuk memeriksa perusahaan terduga aktor polemik ini.
“Jika ditemukan pelanggaran, perusahaan tersebut seharusnya dapat kena sanksi administrasi, termasuk penundaan dan pencabutan izin.”
*****