- Penelitian terbaru menemukan bahwa ubur-ubur api (Portuguese man o’ war) ternyata terdiri dari empat hingga lima spesies berbeda, bukan hanya satu jenis seperti yang selama ini diajarkan.
- Semua spesies ini memiliki tentakel panjang dengan racun yang sangat menyakitkan, bahkan bisa memicu reaksi alergi berat yang jarang tetapi berpotensi mematikan.
- Ubur-ubur api juga ditemukan di perairan Indonesia, sehingga wisatawan harus selalu waspada jika melihat gelembung biru di pantai, karena sengatannya tetap berbahaya meski sudah mati.
Selama lebih dari dua abad, banyak buku biologi selalu mengajarkan bahwa Portuguese man o’ war, atau di Indonesia dikenal sebagai ubur-ubur api, hanya terdiri dari satu jenis yang tersebar di seluruh samudra. Makhluk laut ini sering menarik perhatian siapa saja yang berjalan di tepi pantai: gelembung bening berwarna biru keunguan tampak mengapung pelan di ombak, seolah-olah tidak berbahaya. Namun di balik keindahannya, tersembunyi ribuan jarum mikroskopis yang bisa menyuntikkan racun yang sangat menyakitkan dalam hitungan detik.
Banyak orang Indonesia mungkin pernah mendengar peringatan, “Hati-hati kalau melihat ubur-ubur biru, jangan disentuh!”—nasihat sederhana yang ternyata menyimpan kebenaran ilmiah lebih rumit daripada yang kita bayangkan. Selama puluhan tahun, para ahli laut mengira semua ubur-ubur api adalah satu spesies yang sama, hanyut bersama arus samudra tanpa batasan. Namun, sains selalu bergerak mencari jawaban baru.

Penelitian genetik terbaru akhirnya membongkar anggapan lama itu. Dengan menganalisis ratusan sampel DNA, ribuan foto warga pantai, dan teknologi canggih, para ilmuwan menemukan bahwa ubur-ubur api sebenarnya terbagi menjadi empat hingga lima jenis berbeda yang tidak saling kawin silang, meskipun hidup berdampingan di lautan terbuka.
Temuan ini bukan hanya soal perubahan nama ilmiah. Pengetahuan baru ini berdampak pada keselamatan orang yang berlibur ke pantai, cara kita menjaga ekosistem laut, hingga peluang menemukan obat dari racun yang selama ini lebih sering ditakuti daripada diteliti.
Baca juga: Unik, Ubur-Ubur Ini Bisa ‘Hidup Abadi’
Ciri Fisik dan Bahaya Sengatan
Ubur-ubur api bukan ubur-ubur sejati. Makhluk ini adalah koloni hewan kecil yang saling bekerja sama. Ada yang menangkap mangsa, mencerna makanan, berkembang biak, dan menjaga gelembung terapung. Semuanya hidup menempel satu sama lain seperti satu tubuh.
Yang membuat ubur-ubur api sangat berbahaya adalah tentakel panjangnya yang bisa menjuntai sampai 9 meter. Di sepanjang tentakel itu, ribuan sel penyengat (nematosista) siap melepaskan racun seperti jarum kecil. Sengatannya bisa menimbulkan rasa sakit hebat seperti terbakar, gatal luar biasa, bahkan membuat penderitanya sulit bernapas.
Baca juga: Berbahaya, Jauhi ‘Ubur-ubur’ Perang dari Portugis ini di Pantai
Apakah sengatannya bisa mematikan?
Dalam kebanyakan kasus, sengatan ubur-ubur api “hanya” menimbulkan rasa sakit ekstrem, ruam, dan kram otot. Namun, pada sebagian orang yang alergi berat atau anak-anak yang tersengat di area tubuh luas, reaksi serius bisa terjadi. Kasus kematian sangat jarang dan biasanya disebabkan oleh komplikasi alergi parah (anafilaksis) atau serangan jantung sekunder akibat rasa sakit yang intens. Karena itu, siapa pun yang mengalami sesak napas, pusing berat, atau pembengkakan hebat setelah disengat harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

Semua spesies ubur-ubur api yang telah diidentifikasi, Physalia physalis, P. utriculus, P. megalista, dan P. minuta, sama-sama memiliki racun yang berbahaya bagi manusia. Meski ukurannya berbeda, tidak ada satu pun yang aman disentuh, termasuk yang sudah mati di pantai.
Di Indonesia, ubur-ubur api juga muncul di beberapa daerah, meski belum selalu dikenali banyak orang. Makhluk ini pernah tercatat terdampar di pantai selatan Jawa, Bali, Lombok, dan wilayah Nusa Tenggara, terutama saat musim angin timuran atau badai. Jika Anda melihat gelembung biru mengapung di air atau terdampar di pasir, lebih baik segera menjauh.
Bagaimana Ilmuwan Membedakan Jenis-Jenisnya
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Current Biology adalah salah satu studi terbesar tentang ubur-ubur api. Dengan memeriksa 151 sampel DNA, para ilmuwan menemukan lima garis keturunan berbeda, empat di antaranya sudah bisa dikenali dari bentuknya:
- Physalia physalis, paling dikenal dan banyak ditemukan di berbagai samudra. Spesies ini berukuran besar, dengan gelembung berwarna biru terang seperti layar kecil. Tentakelnya bisa sangat panjang, sehingga sering menjadi penyebab utama sengatan di pantai.
- Physalia utriculus, lebih sering muncul di Australia dan Selandia Baru. Ukurannya lebih kecil dari P. physalis. Bentuk gelembungnya lebih bulat, dan tentakelnya sedikit lebih pendek. Namun sengatannya tetap bisa membuat orang kesakitan.
- Physalia megalista, banyak hidup di Samudra Atlantik. Spesies ini punya gelembung ungu kebiruan yang lebih tinggi dan mencolok. Tentakelnya juga panjang, dan dulu sering disangka hanya variasi dari P. physalis.
- Physalia minuta, spesies baru yang ditemukan di selatan Selandia Baru. Ini adalah jenis paling kecil, dengan gelembung hampir transparan sehingga sering tidak terlihat jelas. Meski lebih kecil, tentakelnya tetap mengandung racun yang kuat.
Arah “layar” ubur-ubur api, apakah miring ke kiri atau ke kanan, ternyata bukan kebetulan, tetapi kemungkinan diwariskan melalui gen. Arus laut dan tiupan angin menjadi pembatas alami yang menjaga perbedaan setiap spesies tetap terpisah selama ribuan tahun.

Para peneliti juga memanfaatkan lebih dari 4.000 foto yang diunggah warga ke situs iNaturalist. Dengan bantuan komputer, foto-foto ini dicocokkan dengan data genetik sehingga membantu identifikasi spesies secara lebih akurat. Tanpa disadari, masyarakat pun ikut menjadi bagian penting dalam riset ini.
Penelitian untuk Keselamatan dan Pengetahuan
Temuan ini memiliki banyak manfaat praktis. Karena setiap spesies memiliki panjang tentakel dan racun yang berbeda, petugas pantai bisa lebih mudah memprediksi tingkat risiko ketika ubur-ubur api terdampar. Misalnya, P. minuta lebih sering terbawa angin tenang ke teluk yang ramai wisatawan, sedangkan P. physalis dan P. megalista cenderung muncul setelah badai besar.

Racun ubur-ubur api juga menjadi peluang penelitian. Senyawa racun P. physalis telah diteliti untuk pengobatan nyeri dan gangguan saraf. Spesies lain yang baru teridentifikasi mungkin menyimpan senyawa baru yang berguna di masa depan. Selain itu, karena setiap koloni mengandung gas karbon monoksida, keberadaan empat atau lima spesies memengaruhi perhitungan pertukaran gas laut-atmosfer yang penting dalam studi perubahan iklim.
Penelitian ini mengingatkan kita bahwa laut bukan hanya ruang kosong yang sederhana. Ubur-ubur api—makhluk beracun yang mengapung di ombak—adalah salah satu bukti betapa rumit dan menariknya kehidupan laut yang masih terus dipelajari para ilmuwan.