- Uni Eropa mulai Desember 2025, secara resmi menerapkan regulasi anti-deforestasi (European Union Deforestation-Free Regulation/EUDR) untuk setidaknya tujuh produk antara lain, sawit kayu, sawit, kopi dan kakao, beserta turunannya. Alih-alih bersiap, Pemerintah Indonesia tampak menyambut dengan setengah hati.
- Hadi Saputra, Kepala Departemen Riset, Kampanye dan Kebijakan Publik Sawit Watch, mengatakan, sudah selayaknya Pemerintah Indonesia memandang EUDR sebagai momentum perbaikan tata kelola sawit hulu-hilir yang selama ini sarat konflik dan ketimpangan.
- Salah satu tantangan besar dari penerapan EUDR adalah kesiapan para petani kecil. Dari 2,6 juta petani, hanya sebagian kecil punya sertifikat lahan digital. Sertifikat ini jadi satu syarat utama EUDR. Masalah geolokasi, minim literasi teknologi, dan akses terbatas, memperparah posisi tawar petani kecil dalam rantai pasok global.
- Diah Ariyani dari Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) Kalimantan Barat, mengatakan, belum ada dukungan nyata pemerintah terhadap petani dalam menyongsong EUDR. Petani perlu pendampingan, bukan hanya sosialisasi. Di lapangan, mengurus sertifikat lahan sudah menguras waktu, tenaga, dan biaya.
Uni Eropa mulai Desember 2025, secara resmi menerapkan regulasi anti-deforestasi (European Union Deforestation-Free Regulation/EUDR) untuk setidaknya tujuh produk antara lain, sawit kayu, sawit, kopi dan kakao, beserta turunannya. Alih-alih bersiap, Pemerintah Indonesia tampak menyambut dengan setengah hati.
EUDR untuk mengurangi laju kehilangan tutupan hutan dunia yang dalam tiga dekade terakhir mencapai 420 juta hektar.
Hadi Saputra, Kepala Departemen Riset, Kampanye dan Kebijakan Publik Sawit Watch, mengatakan, sudah selayaknya Pemerintah Indonesia memandang EUDR sebagai momentum perbaikan tata kelola sawit hulu-hilir yang selama ini sarat konflik dan ketimpangan.
Dengan begitu, katanya, maka akan memperbaiki citra dan kredibilitas produk sawit hingga akan berpengaruh terhadap kelancaran ekspor minyak sawit ke pelbagai negara.
Senada dengan Riezcy Cecilia, Juru Kampanye Satya Bumi. Dia bilang, Indonesia yang mengalami kehilangan 70% hutan di Sumatera dan 50% hutan Kalimantan, seharusnya jadikan EUDR momentum refleksi dan koreksi tata kelola terutama untuk sawit dan kayu.
Dia bilang, Indonesia produsen sawit terbesar dunia dengan kontribusi 10% ekspor ke Eropa. Produksi sawit 2024 sebesar 52, 67 juta ton.
Ironisnya, dua produk unggulan—sawit dan kayu—menjadi penyumbang utama kerusakan hutan di tanah air.
“Pemerintah masih bersikap setengah hati terhadap EUDR, bahkan di tengah laju deforestasi yang nyata akibat komoditas seperti sawit dan kayu,” ujar Riezcy.

Dia menilai, kebijakan EUDR dapat membantu perbaikan tata kelola di Indonesia, seperti inklusivitas petani kecil dan transparansi.
“Masih ada waktu sekitar enam bulan untuk pemerintah mempersiapkan diri. Pemerintah punya peran besar untuk selanjutnya dikawal oleh mitra strategis seperti kelompok buruh pertanian hingga organisasi masyarakat sipil,” katanya.
Laporan Auriga Nusantara, organisasi nonpemerintah yang bergerak melestarikan kekayaan alam dan lingkungan, menyebutkan, 261.575 hektar hutan primer dan sekunder di Indonesia hilang pada 2024.
Angka itu meningkat dibandingkan deforestasi 2023 mencapai 257.384 hektar. Proyek-proyek seperti perkebunan kayu, sawit, hingga pertambangan mineral jadi penyebab angka deforestasi yang kian meningkat.
Ironisnya, di tengah ancaman itu, pemerintah justru menggulirkan program seperti Sulawesi Palm Oil Belt (SPOB), yang membuka peluang baru deforestasi dalam skala masif.
Walhi menyatakan, mega proyek seperti SPOB bisa menyebabkan pembukaan lahan untuk sawit yang kerap kali menghancurkan hutan alam.
Kondisi ini, kata Riezcy, berisiko tak hanya merusak habitat flora dan fauna juga melepaskan karbon yang terperangkap dalam tanah dan vegetasi ke atmosfer.

Tantangan EUDR
Salah satu tantangan besar dari penerapan EUDR adalah kesiapan para petani kecil. Dari 2,6 juta petani, hanya sebagian kecil punya sertifikat lahan digital. Sertifikat ini jadi satu syarat utama EUDR. Masalah geolokasi, minim literasi teknologi, dan akses terbatas, memperparah posisi tawar petani kecil dalam rantai pasok global.
Diah Ariyani dari Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) Kalimantan Barat, mengatakan, belum ada dukungan nyata pemerintah terhadap petani dalam menyongsong EUDR.
“Petani butuh pendampingan, bukan hanya sosialisasi. Di lapangan, mengurus sertifikat lahan saja sudah menguras waktu, tenaga, dan biaya,” katanya dalam diskusi di Pontianak.

Aksi minim pemerintah
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, pernah mengatakan, aturan dalam EUDR cukup diskriminatif karena menyasar produk ekspor Indonesia.
“Itu (EUDR) sangat diskriminatif. Kita akan melakukan perlawanan, tentu mengajak negara-negara yang mempunyai kesamaan, seperti Malaysia,” katanya dilansir dari Antara.
Sebagai respons terhadap EUDR, pemerintah membuat National Dashboard Indonesia (NDI) melalui Keputusan Menko Perekonomian (Kepmenko) Nomor 178/2024 tentang Komite Pengarah Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia.
Pembentukan dasbor ini banyak kritikan masyarakat sipil karena tidak transparan, terutama terkait data dan informasi input.
Koalisi Transisi Bersih yang terdiri dari Greenpeace Indonesia, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Satya Bumi, dan Sawit Watch menduga, Dasbor Nasional hanyalah sistem menutup rantai pasok minyak sawit kotor di tanah air.
Koalisi menekankan tiga langkah kunci harus pemerintah ambil sebelum Desember 2025:
- Jembatani kesenjangan antara syarat EUDR dan kapasitas petani, melalui pelatihan, pendampingan, dan fasilitasi kepemilikan legal atas lahan.
- Pastikan inklusivitas EUDR, dengan menjadikan kesejahteraan dan hak petani sebagai bagian dari prioritas.
- Gunakan EUDR sebagai momentum reformasi tata kelola agraria, termasuk penataan izin perkebunan dan penghapusan tumpang tindih lahan dengan sektor lain.
Hadi bilang, kalau sikap pemerintah tak jelas, dapat memperburuk kesiapan Indonesia dan menghambat peran aktif petani serta masyarakat sipil.
Mestinya, kata Hadi, pemerintah fokus pada kesiapan petani sawit swadaya sebagai salah satu aktor kunci industri sawit.
“Mendukung dan menyiapkan petani swadaya agar bersinergi dengan aturan EUDR, hingga tidak meninggalkan kelompok penting ini. Bukan langkah yang mudah namun tetap harus dilakoni.”

*****
Gugus Tugas Bersama EUDR Tertutup? Berikut Masukan Koalisi Masyarakat Sipil