- Kucing bakau dijuluki fishing cat karena memiliki adaptasi morofologi yang lua rbiasa untuk berburu atau “memancing” mangsanya di lahan basah; termasuk hutan bakau, rawa, dan sungai.
- Penelitian terbaru mengungkapkan, meskipun kucing bakau sangat fleksibel dalam menentukan mangsanya, mereka tetap memilih ikan sebagai mangsa favorit.
- Di antara berbagai spesies, ikan belanak paling mereka sukai, dan ini mungkin berkaitan dengan kelimpah jenis ikan tersebut, atau pola migrasi dan mencari makan ikan belanak.
- Terancamnya kucing bakau disebabkan cepatnya kerusakan habitat mereka. Mengingat pentingnya ikan bagi makanan kucing bakau maka kesehatan saluran air di seluruh distribusinya harus menjadi salah satu strategi utama tindakan konservasi di lahan basah.
Kucing bakau [Prionailurus viverrinus] memiliki adaptasi morfologi luar biasa untuk mengintai dan menangkap mangsanya secara efisien. Ia juga memiliki peran sentral dalam membentuk ekosistem di lahan basah; termasuk hutan bakau, rawa, dan sungai.
Julukannya sebagai fishing cat, sejalan dengan pentingnya menjaga populasi ikan yang menjadi makanan utama kucing bakau, menurut penelitian terbaru yang diterbitkan di Springer Link pada Januari 2024 lalu.
“Konservasi jangka panjang dan kelangsungan hidup kucing bakau bergantung pada populasi ikan yang merupakan mangsa utama spesies tersebut,” kata Malla dan kolega [2024].
Kesimpulan ini beranjak dari analisis genetik, DNA, dan statistik pada 303 kotoran yang diperoleh di hutan bakau di delta Godavari, Andhra Pradesh, India. Dari analisis tersebut, 120 kotoran dipastikan berasal dari kucing bakau.
Para peneliti menyebutkan, ada 393 jenis mangsa berbeda dari semua sampel kotoran tersebut. Ini meliputi sisik ikan, otolith dan tulang, bulu dan tulang burung, karapas kepiting, tulang hewan pengerat, gigi rahang bawah dan helaian rambut, tulang dan sisik ular, serta sisa-sisa lain moluska dan serangga.
“Analisis kami mengungkapkan bahwa ikan merupakan mangsa paling penting [36,6%], diikuti kepiting [17,8%], tikus [16,8%], burung [14,8%], ular [11,4%] dan lainnya termasuk moluska, serangga [2,5%],” jelas riset tersebut.

Fenomena ini juga tidak tergantung pada variasi musim. Dengan kata lain, baik musim panas, hujan, ataupun dingin, ikan merupakan mangsa prioritas kucing bakau. Frekuensi ikan hanya sedikit menurun pada musim dingin [25%], namun terus meningkat pada musim hujan [30%] hingga panas [46,5%].
Persentase itu menyatakan bahwa kucing bakau juga cukup fleksibel memilih makanan, selain ikan pada musim-musim tertentu. Saat musim dingin dan hujan, mereka lebih sering makan hewan lain selain ikan. Ini menunjukkan bahwa kucing pemancing, sebutannya juga, bisa menyesuaikan makanan sesuai dengan apa yang tersedia di lingkungan sekitar.
Adapun jenis ikan yang paling disukai kucing bakau adalah Mugil cephalus [ikan belanak], Etroplus suratensis [ikan bintik mutiara], Mystus gulio [ikan inggit-inggit], dan Oreochromis mossambicus [ikan mujair].

Kucing bakau suka ikan belanak
Kucing bakau memiliki perilaku unik dalam berburu mangsa airnya. Hal ini termasuk pendekatan dengan teknik “duduk dan menunggu” di sepanjang dataran lumpur terbuka, saat air surut [Malla & Sivakumar, 2014].
Teknik ini sejalan dengan tradisi makan ikan belanak yang menjadi mangsa terfavorit kucing bakau, dibandingkan spesies ikan lain. Para peneliti menjelaskan, ikan belanak sangat begantung pada hutan bakau untuk mencari makan dan tempat pembibitan.
Belanak adalah ikan bentopelagis yang ditemukan saat air surut, bergerak dalam jumlah besar menuju air dangkal dan merumput pada detritus dan lapisan alga yang menutupi dataran lumpur terbuka [Cardona, 2016].
“Mungkin, kucing pemancing telah beradaptasi untuk memanfaatkan peluang makan yang dihadirkan oleh banyaknya ikan belanak dan ikan muara di daerah berlumpur terbuka selama air surut. Oleh karena itu, kami percaya bahwa kucing pemancing secara strategis menunggu kondisi zona pasang surut terbuka dan aliran air yang optimal untuk berburu ikan secara efektif di sungai bakau,” kata para peneliti.

Strategi berburu ini menegaskan kucing bakau sebagai predator sangat pintar, mereka tahu cara memanfaatkan lingkungan sekitar. Saat air surut, mereka akan mencari tempat-tempat terbuka di tepi sungai yang dibatasi hutan bakau. Di tempat-tempat inilah, mereka dengan mudah “memancing” ikan belanak.
Namun, saat musim hujan dan dingin, kucing bakau akan beralih memakan burung karena persediaan ikan yang sedikit.
“Selama musim dingin dan musim hujan, kemunculan burung dalam makanan kucing pemancing lebih menonjol, dibandingkan musim panas. Variasi ini mencerminkan ketersediaan musiman dan kelimpahan burung air di area studi,” terang Malla dan kolega.
Selain itu, menangkap ikan mungkin lebih menantang bagi kucing bakau selama musim hujan, karena kekeruhan air lebih tinggi yang disebabkan beban sedimen lebih tinggi di perairan tergenang.
“Hal ini mungkin menjelaskan peralihan cakupan ceruk kucing pemancing dari musim panas, saat mereka mengkhususkan diri pada ikan, ke musim hujan dan musim dingin saat makanan mereka beragam dan konsumsi mangsa non-ikan meningkat [burung dan lainnya],” tulis penelitian tersebut.

Ikan berkurang
International Union for Conservation of Nature [IUCN] memberi status Rentan [Vulnerabble/VU] pada kucing bakau yang tersebar di India, Nepal, Srilangka, Bangladesh, Myanmar, Laos, Kamboja, Malaysia, dan Indonesia.
Pulau Jawa, khususnya pesisir utara Jawa, dianggap sebagai habitat terakhir kucing bakau di Indonesia, karena di Sumatera, jenis ini belum pernah terlihat sejak 10 tahun terakhir.
“Saat ini, banyak populasi kucing bakau yang terancam karena cepatnya kerusakan habitat mereka,” tulis Malla dan kolega.
Tercatat 3,4 juta kilometer persegi [21 persen luas total lahan basah global], atau setara dua persen luas permukaan Bumi, telah hilang dalam tiga abad terakhir.
Di Asia, Indonesia memiliki lahan basah terluas kedua setelah China [53 juta hektar]. Berdasarkan situs resmi Ditjen KSDAE, luas lahan basah Indonesia sekitar 40,5 juta hektar, atau 20 persen dari luas total Indonesia.
Seperti di lahan basah Sungai Musi [sekitar tiga juta hektar] dan mungkin lanskap lahan basah lainnya di Indonesia, sejumlah spesies ikan mulai sulit ditemui. Lahan basah yang dulunya dianggap sebagai surga ikan, kini berubah menjadi perkebunan skala besar, tambak, hingga pemukiman.
Penelitian Iskandar dkk. [2020] mencatat, setidaknya ada 22 spesies ikan endemik atau asli Indonesia yang Genting [Endangered] dan 15 spesies ikan yang sudah Kritis [Critically Endangered].
“Mengingat pentingnya ikan bagi makanan kucing bakau, kesehatan saluran air di seluruh distribusinya harus menjadi salah satu strategi utama tindakan konservasi,” tegas Malla dan kolega.
Referensi:
Cardona, L. (2016). Food and feeding of Mugilidae. In Biology, ecology and culture of grey mullets (Mugilidae) (pp. 165–195). CRC Press, Boca Raton.
Iskandar, A., Muslim, M., Hendriana, A., & Wiyoto, W. (2020). Jenis-jenis ikan Indonesia yang kritis dan terancam punah. Jurnal Sains Terapan: Wahana Informasi Dan Alih Teknologi Pertanian, 10(1), 53–59. https://www.researchgate.net/publication/350839792_Jenis-Jenis_Ikan_Indonesia_yang_Kritis_dan_Terancam_Punah_The_Indonesian_Fish_Species_That_Are_Critical_and_Threatened
Malla, G., Ray, P., Srinivas, Y., Malla, S., Reddy, T. B., Hayward, M., & Sivakumar, K. (2024). Fish on the platter! Dietary habits of fishing cats (Prionailurus viverrinus) in the Godavari Delta, India. Mammal Research, 69(2), 221–230. https://doi.org/10.1007/s13364-023-00731-0
Malla, G., & Sivakumar, K. (2014). The Coringa Mangroves-Realm of the fishing cat. Sanctuary Asia, 34(6), 60–65.