- Pelabuhan perikanan menjadi ujung tombak untuk pemberantasan praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak terlaporkan, dan menyalahi aturan (IUUF) yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia sekarang
- Pelabuhan perikanan diperkuat pengawasannya untuk mencegah hasil IUUF didistribusikan ke dalam pasar perikanan internasional. Upaya tersebut menjadi bagian dari penerapan persetujuan tentang kesepakatan negara pelabuhan (the Port State Measure Agreement/PSMA)
- Kebijakan PSMA ditetapkan pada 2009, kemudian diterapkan pada 2016 dengan diikuti ratifikasi oleh Indonesia. Tujuannya, agar penerapan bisa semakin optimal, didukung oleh regulasi yang kuat melalui peraturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016
- Manfaat dari penerapan PSMA, adalah untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global. Juga, menegaskan bahwa Indonesia sudah mengampanyekan pengelolaan sumber daya ikan (SDI) sesuai dengan standar internasional, serta memenuhi kewajiban menjadi anggota sejumlah organisasi perikanan dunia
Upaya untuk menghentikan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar aturan (illegal, unreported and unreguted fishing/IUUF) terus dilakukan Pemerintah Indonesia melalui berbagai cara. Di antara langkah yang dilakukan, adalah dengan mengendalikan dan memantau kegiatan di pelabuhan.
Selain pelabuhan perikanan, upaya untuk mencegah IUUF juga dilaksanakan di pelabuhan umum yang ada saat ini. Hal tersebut menjadi fokus dari Pemerintah Indonesia yang dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Direktur Kepelabuhan Perikanan KKP Tri Aris Wibowo menjelaskan, upaya untuk mencegah IUUF dari pelabuhan adalah bentuk penerapan dari kebijakan kesepakatan negara pelabuhan atau the Port State Measure Agreement (PSMA) yang ditetapkan oleh Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pada 2009 silam.
Sebagai salah satu negara anggota FAO, Indonesia kemudian melaksanakan ratifikasi kebijakan tersebut pada 2016. Ratifikasi tersebut menjadi langkah awal Pemerintah untuk menerapkan kebijakan PSMA di pelabuhan perikanan dan umum.
Saat melaksanakan ratifikasi, diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan Agreement On Port State Measures To Prevent, Deter, And Eliminate Illegal, Unreported, And Unregulated Fishing (Persetujuan Tentang Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Dan Memberantas Penangkapan Ikan Yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, Dan Tidak Diatur).
“Kegiatan PSMA ini bagian dari upaya mencegah praktik IUU Fishing, di mana pendekatannya melalui pengelolaan pelabuhan perikanan,” ungkap Tri Aris Wibowo pekan lalu di Jakarta.
baca : Mencegah Praktik Perikanan Ilegal dari Pelabuhan
Adapun yang dimaksud PSMA tidak lain adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat Pemerintah terhadap kapal perikanan berbendera asing yang akan masuk dan/atau menggunakan fasilitas pelabuhan perikanan atau pelabuhan lain yang ditunjuk dalam rangka mencegah, menghalangi, dan memberantas IUUF.
Menurut dia, PSMA diterapkan saat ada kapal ikan asing (KIA) masuk ke pelabuhan di Indonesia yang sudah ditunjuk. Selain kapal penangkap ikan, yang wajib untuk mematuhi aturan PSMA adalah kapal pengangkut ikan dengan status ikan belum pernah didaratkan, dan atau sudah didaratkan di suatu negara.
Namun, kebijakan PSMA tidak akan berlaku pada kapal kontainer yang sedang tidak mengangkut ikan, dan telah didaratkan sebelumnya, atau kapal kontainer tersebut diduga tidak melakukan kegiatan IUUF.
Tri Aris Wibowo menerangkan, pemberlakuan PSMA pada sejumlah pelabuhan perikanan dan umum di Indonesia memiliki manfaat sangat bagus untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global.
Kemudian, PSMA akan mengibarkan bendera Indonesia di dunia internasional, karena sudah mengampanyekan pengelolaan sumber daya ikan (SDI) sesuai dengan standar internasional, serta menegaskan bahwa Indonesia sudah memenuhi kewajiban menjadi anggota sejumlah organisasi perikanan dunia.
Di antaranya, adalah organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO), yakni Komisi Tuna Samudera Hindia (IOTC), Komisi Perikanan Pasifik Tengah dan Barat (WCPFC), dan Komisi Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan (CCSBT).
“Mendorong peningkatan tata kelola pelabuhan perikanan nasional yang lebih baik dan berstandar Internasional,” tegas dia.
baca juga : Pentingnya Menata Kembali Pelabuhan
Selain sudah menerbitkan Perpres 43/2016, ada juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Dan Memberantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal, Tidak Dilaporkan, Dan Tidak Diatur.
Lalu, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 yang diubah menjadi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Serta, Keputusan Menteri KP No 52 Tahun 2020 tentang Pelabuhan Tempat Pelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur.
Tri Aris Wibowo menyebutkan, tidak lama setelah Indonesia melaksanakan ratifikasi, empat pelabuhan kemudian ditunjuk untuk menerapkan kebijakan tersebut. Keempatnya selama ini menjadi lokasi untuk KIA penangkap dan pengangkut ikan bersandar dan menurunkan hasil tangkapan.
Keempat pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman di Jakarta Utara (DKI Jakarta), PPS Bitung di Kota Bitung (Sulawesi Utara), PPS Bungus di Kota Padang (Sumatera Barat), dan Pelabuhan Umum Benoa di Kota Denpasar (Bali).
Sejak awal 2022 sampai sekarang tercatat ada 12 KIA berbendera Jepang berlabuh di PU Benoa dan telah dilakukan pemeriksaan secara PSMA. Pada umumnya kapal-kapal tersebut bertujuan untuk pergantian kru dan mengisi perbekalan.
Dia meyakini, dengan adanya tindakan PSM terhadap kapal asing, itu menunjukkan bahwa Indonesia fokus terhadap pemberantasan dan pencegahan aktivitas IUUF. Dampak positifnya, Indonesia melaksanakan prinsip ketertelusuran produk perikanan.
“Indonesia tidak ada kekhawatiran melawan tindakan ilegal,” tegas dia.
baca juga : KKP Kembangkan Pelabuhan Perikanan Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim
Pejabat Fungsional Pengelola Produksi Perikanan Tangkap Ahli Utama KKP Muhammad Zaini pada kesempatan sebelumnya menyatakan bahwa masih ada kendala yang dihadapi KKP dalam menerapkan kebijakan PSMA di Indonesia.
Kendala itu, utamanya adalah masih kurangnya kesadaran para pemangku kepentingan berkaitan PSM, kurangnya kapasitas sumber daya manusia, dan harmonisasi pelaksanaan PSMA dengan port state control (PSC).
Agar persoalan itu bisa diatasi, Indonesia mengusulkan penyusunan prosedur operasional standar (SOP) minimum untuk memandu semua negara pelabuhan dalam penerapan PSMA di semua pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia.
Kemudian, solusi berikutnya adalah melaksanakan kampanye publik tentang ketentuan PSMA, dan penolakan pelayanan pelabuhan bagi kapal perikanan yang melakukan praktik IUUF. Usulan tersebut diharapkan bisa memecahkan segala kendala yang selama ini ada.
Untuk menguatkan peran pelabuhan dalam memberantas dan mencegah praktik IUUF, adalah dengan melaksanakan peningkatan kompetensi petugas pelabuhan dan pemangku kepentingan, penguatan koordinasi, dan bimbingan teknis (bimtek).
Semua upaya tersebut sekaligus menjadi sosialisasi dan persiapan Indonesia menjadi tuan rumah 4th Meeting of The Parties to the Port State Measure Agreement (PSMA) pada 2023 yang akan dilaksanakan mulai Senin (8/5/2023) di Bali.
baca juga : Perlukah Pelabuhan Ikut Tangani Sampah Laut?
Pejabat Fungsional Ahli Utama Pengelola Produksi Perikanan Tangkap KKP Nilanto Perbowo menjelaskan, pertemuan tersebut salah satunya membahas status perjanjian FAO 2009 tentang PSMA, dan meningkatkan efektivitas PSMA melalui pertukaran data dan informasi perikanan masing-masing negara peserta dalam mempersempit ruang gerak IUUF.
Pertemuan tersebut diikuti oleh ratusan delegasi yang berasal dari negara anggota PSM, observer hingga perwakilan lembaga internasional ini membahas peran pelabuhan dalam mempersempit praktik IUUF secara global.
Pada kesempatan sama, hadir pula Regional Project Coordinator FAO ISLME Project Muralidharan Chavakat Manghat. Menurut dia, Indonesia harus mendapatkan apresiasi karena menjadi negara yang meratifikasi PSMA untuk mencegah dan memberantas aktivitas IUUF.
Dia menyebutkan, sejak diterapkan pada 2016, sudah 75 negara yang menjadi anggota FAO menerapkan kebijakan PSMA. Termasuk, Uni Eropa yang memiliki 27 negara anggota secara khusus. Dengan demikian, total negara yang sudah menerapkan PSMA adalah 101 negara.