- Sebanyak 149 pelabuhan di Indonesia ditantang untuk bisa melalui proses konversi dari sistem konvensional ke sistem digital paling lambat pada tahun ini. Proses tersebut akan mengubah kebiasaan tata kelola pelabuhan menjadi lebih modern, efisien, dan transparan
- Setingkat di atas itu, Pemerintah Indonesia juga sudah memulai proses konversi pelabuhan menjadi green and smart port melalui pengendalian perubahan iklim, manajemen energi terbarukan, dan digitalisasi layanan pelabuhan
- Pengembangan tersebut tidak lepas dari fungsi utama dari pelabuhan untuk melayani orang dan logistik dengan menyesuaikan karakter wilayah di Indonesia yang terdiri dari banyak pulau. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta pelayanan lebih baik dan efisien
- Akan tetapi, untuk bisa mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan regulasi dan peta jalan (roadmap) agar percepatan pembangunan bisa berjalan baik tanpa hambatan, dan untuk keperluan kegiatan green shipping dengan menyesuaikan pada perkembangan teknologi terkini
Menjaga fungsi pelabuhan tetap berjalan bukan menjadi hal yang mudah untuk dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pelabuhan akan selalu menjadi pusat aktivitas ekonomi di pesisir yang selalu melibatkan banyak pihak di dalamnya.
Tidak hanya kegiatan bongkar muat barang yang terjadi di pelabuhan, ada juga kegiatan lain yang bisa berlangsung terus menerus di kawasan tersebut. Misalnya saja, kegiatan olah raga atau pariwisata bahari yang saat ini sedang ada di puncak popularitas.
Aktivitas yang beragam itu, menjadi tantangan yang harus bisa diantisipasi oleh pengelola pelabuhan di seluruh Indonesia. Untuk itu, diperlukan konsep pelabuhan hijau atau green port agar bisa menjaga pelabuhan tetap aman, nyaman, dan berkelanjutan.
Pelabuhan hijau sendiri adalah pelabuhan yang menerapkan prinsip ramah lingkungan dengan tegas dan ketat dalam operasionalnya dan menjadi bagian dari komitmen semua pelabuhan di seluruh dunia untuk berkontribusi mengurangi emisi karbon.
Negara di dunia yang sudah lebih dulu menerapkan prinsip green port adalah Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea, Singapura, dan Malaysia. Sementara, Indonesia masih berjuang untuk bisa menerapkan prinsip tersebut di seluruh pelabuhan.
Pelabuhan yang sudah menerapkan prinsip ramah lingkungan berarti sudah melakukan penanganan dan antisipasi pencemaran pantai, terutama yang diakibatkan kegiatan bongkar muat kapal. Kemudian, menjaga keberadaan ruang terbuka hijau untuk mendukung fungsi konservasi secara penuh di kawasan pelabuhan dan sekitarnya.
baca : Peran Baru Pelabuhan Laut Indonesia untuk Menurunkan Emisi Karbondioksida
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui kalau peran pelabuhan sangat penting bagi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau. Pelabuhan dibutuhkan untuk menghubungkan antara satu pulau dengan pulau lainnya.
Melalui berbagai pertimbangan dan untuk menjaga potensi ekonomi yang besar tersebut, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengerucutkan jumlah pelabuhan yang ada saat ini dengan konsep pelabuhan pintar atau smart port dan green port.
“Biar lebih efisien dan menghindari korupsi,” tegas dia belum lama ini di Jakarta.
Pengembangan green and smart port menyusul pengembangan digitalisasi yang sebelumnya sudah dijalankan oleh Pemerintah. Tujuannya, agar semua kegiatan menjadi lebih efisien, meningkatkan penerimaan negara, dan menghindari atau mengurangi korupsi.
Pembangunan green and smart port diharapkan sudah bisa selesai dalam waktu dua tahun ke depan. Tahun ini, diharapkan total 149 pelabuhan bisa menerapkan sistem digital, dengan 14 pelabuhan di antaranya sudah berhasil menerapkan digitalisasi.
Total saat ini terdapat 112 pelabuhan yang pengelolaannya ada di bawah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan 37 pelabuhan dikelola berbagai institusi lain. Diharapkan, pada 2023 ini pelabuhan yang menerapkan sistem digital bisa bertambah, dan ada pelabuhan yang berhasil menerapkan prinsip ramah lingkungan.
Dengan menerapkan green and smart port, diharapkan pelabuhan bisa terus meningkatkan nilai tambah dan memperkuat daya saing di dunia internasional. Namun, untuk bisa mencapai itu diperlukan regulasi dan peta jalan (roadmap) agar pembangunan bisa menjadi green and smart port.
baca juga : KKP Kembangkan Pelabuhan Perikanan Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim
Peta Jalan
Selain untuk keperluan percepatan pembangunan pelabuhan, regulasi dan peta jalan diperlukan karena green port akan menerapkan green shipping dengan menyesuaikan pada perkembangan teknologi terkini. Diharapkan, semua proses tersebut sudah bisa selesai pada 2030 mendatang.
Penetapan target dan tujuan pengembangan pelabuhan di Indonesia, tidak lepas dari kegiatan penilaian pada semua pelabuhan oleh Pemerintah yang dipimpin Kemenko Marves. Kegiatan tersebut sempat terhenti karena pandemi COVID-19.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti yang bertugas menjadi Pengarah Pokja Asesmen Green Port mengatakan bahwa penilaian dilaksanakan untuk mempersiapkan pelabuhan Indonesia berdaya saing tinggi di dunia internasional dan menerapkan prinsip keberlanjutan.
Dia menerangkan, penetapan kriteria green and smart port merujuk pada panduan Internasional yaitu Green Port Award System (GPAS) dari APEC Port Services Network (APSN). Panduan tersebut mendampingi panduan lain, yaitu standar internasional dan nasional di bidang lingkungan hidup dan perhubungan.
Adapun, kegiatan penilaian diikuti 10 pelabuhan, yang terdiri dari tujuh pelabuhan di bawah Pelindo dan tiga pelabuhan khusus. Dari 10 pelabuhan tersebut, sebanyak enam pelabuhan dinyatakan memiliki nilai di atas 75 persen.
“Itu berdasarkan manajemen pengelolaan seperti limbah, energi, dan pengendalian perubahan iklim,” sebut dia.
perlu dibaca : Menangani Sampah Laut dari Pelabuhan
Kesepuluh pelabuhan yang ikut dalam penilaian, adalah Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Petrokimia Gresik, Jawa Timur; PT Krakatau Bandar Samudera – Terminal Umum Krakatau Bandar Samudera, Banten; dan Terminal Khusus PT Pupuk Kalimantan Timur, Kalimantan Timur.
Kemudian, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 Sub Regional Bali Nusra Pelabuhan Benoa, Bali; PT Pelindo Terminal Petikemas – Terminal Petikemas Semarang, Jawa Tengah; PT Terminal Teluk Lamong (TTL), Jawa Timur; dan PT IPC Terminal Petikemas – Tanjung Priok, DKI Jakarta.
Selanjutnya, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 – Pelabuhan Tenau Kupang, Nusa Tenggara Timur; PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 2 Banten – Pelabuhan Ciwandan, Banten; dan PT Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Regional 2 Pontianak Terminal Kijing, Kalimantan Barat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan kalau peran dari green and smart port adalah untuk mewujudkan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata bahari.
Pelaksanaan program tersebut fokus pada empat aspek utama, yaitu pengelolaan limbah, pengendalian perubahan iklim seperti mendukung rehabilitasi mangrove, manajemen energi terbarukan, dan digitalisasi layanan pelabuhan.
“Pelabuhan tidak hanya punya fungsi ekonomi, tapi juga lingkungan,” tegas dia.
Dia menyebut kalau pembangunan green port harus menjadi kepentingan bersama dan memerlukan komitmen yang kuat. Dengan konsep tersebut, dampak negatif lingkungan yang selalu terjadi di pelabuhan, bisa diatasi dengan menggunakan alat khusus untuk menyerap emisi secara langsung.
“Kita sudah mengembangkan banyak pelabuhan dan mengantarkan isu lingkungan ini untuk fungsi-fungsi yang baik,” pungkasnya.