- Sejak pertengahan Januari 2020, hama Ulat Grayak menyerang ribuan hektar tanaman jagung di kabupaten Sikka, Flores Timur dan kabupaten lain di NTT akibat panas berkepanjangan dan pengolahan lahan yang tidak sempurna
- Bahkan Bupati Flores Timur telah menetapkan hama ulat Grayak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Jumat (31/1/2020) karena telah menyerang seluruh kecamatan di Flores Timur dengan total lahan 4.481 hektar
- Hama Ulat Grayak banyak menyerang tanaman jagung yang berumur di bawah sebulan dan kian meluas namun belum ada langkah penanganan sehingga berpotensi gagal panen apabila hujan tak kunjung turun
- Petani disarankan menggunakan cara-cara pengendalian hama baik secara biologis maupun teknis termasuk memadukan kearifan lokal dan menghindari penggunaan bahan kimia
Terik mentari yang menyengat, tidak dihiraukan Bernadina Bunga (60) dan Wilhelmus Wesa, suami istri petani yang sibuk di ladang jagung di desa Habi kecamatan Kangae kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (28/1/2020).
Mereka memandang pasrah melihat tanaman jagungnya yang terlihat layu karena lahan kering. Hampir semua helai tanaman jagungnya berlubang bekas dimakan ulat.
Tanaman jagung berumur sebulan itu di lahannya dan lahan di desa Habi diserang hama ulat sejak dua minggu terakhir. “Biasanya pemerintah kasih pestisida untuk semprot hama. Namun hama ulat ini tidak bisa disemprot. Ulatnya langsung masuk ke dalam pangkal tanaman jagung dan memakan tunas muda,” ucap Wilhelmus.
Dia hanya mengatasinya dengan cara manual. Ulat diambil satu per satu dari tanaman jagung dan dimatikan. Meski tidak efektif karena keesokan harinya ulat kembali muncul.
“Setiap hari ulatnya bukan berkurang malah tambah banyak. Biasanya hama ulat menyerang saat malam hari dan siang hari bersembunyi di dalam pangkal tunas jagung,” terangnya.
baca : Pengendali Hama dari Tanaman dan Gulma yang Ramah Lingkungan
Luas lahan potensial untuk tanaman pangan lahan kering di kabupaten Sikka sebesar 20.916 hektare. Sementara luas areal tanaman jagung per tanggal 22 Januari 2020 sejumlah 11.954 hektare. Dengan total produksi jagung antara 50-60 ribu ton per tahun dimana pada musim tanam 2017/2018 produksi jagung mencapai 57.500 ton.
Menurut Kabid Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Kristianus Amstrong, hama ulat yang menyerang tanaman jagung petani disebut Ulat Grayak.
Luas lahan pertanian yang terserang hama di kabupaten Sikka seminggu sebelumnya mencapai 756,55 hektare, saat ini meningkat drastis menjadi 3.483 hektare. Dengan rincian serangan kategori ringan seluas 244 hektare, sedang 2.585,5 hektare dan berat mencapai 653,5 hektare.
“Serangan hama ini diakibatkan oleh pengolahan lahan yang tidak sempurna dan hujan yang tidak menentu. Hujan terus lama terjadi panas bisa seminggu bahkan lebih dan hujan kembali,” tutur Kristianus kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (01/02/2020).
Bila pengolahan tanah dilakukan sempurna maka bakteri dalam mati terjemur matahari. Kebiasan petani di Sikka baru mengolah tanah saat turun hujan. Padahal idealnya minimal dua minggu dan paling bagus sebulan sebelum hujan turun.
“Petani sebenarnya tahu karena ada penyuluh pertanian. Selain itu petani juga sudah bertani turun temurun dan mengetahui hal ini namun karena berbagai kesibukan hal ini tidak dilakukan,” tuturnya.
Serangan hama itu terjadi pada lahan dekat pantai dengan intensitas hujan rendah. Dan tidak terjadi di lahan dengan intensitas hujannya cukup bagus.
Hama ulat ini, jelasnya, akan muncul saat musim hujan tidak menentu. Dengan kondisi belum turun hujan selama seminggu lebih, dipastikan serangan hama meluas.
“Untuk sementara kita tidak bisa pastikan terjadi gagal panen.Bila hujan tidak turun beberapa minggu ke depan maka kemungkinan besar akan terjadi gagal panen,” jelasnya.
Potensi serangan hama sangat kecil bila tanaman jagung berumur lebih dari 6 minggu. Selain mengamankan tanaman, hujan juga bakal mengurangi penggunaan bahan kimia insektisida yang tertinggal di buah.
baca juga : Terserang Hama Padi, Gagal Panen Menjadi Ancaman bagi Petani di Flores Timur
Kepala Balai Penyuluh Lapangan (BPL) Kecamatan Kangae Dinas Pertanian kabupaten Sikka Martinus Ben menyebutkan untuk wilayah kecamatan Kangae sebagai produksi jagung terbesar sudah tersebar di 8 desa dari 9 desa.
Satu dari 8 desa yakni Teka Iku kata Martinus, mulai pulih karena sudah turun hujan. Martinus mengatakan bila dua hari ke depan tidak ada hujan maka areal serangan kian meluas.
Petugas BPL sendiri sudah melakkukan penyemprotan, tetapi tim Dinas Pertanian NTT yang melakukan pengontrolan meminta agar penyemprotan dihentikan.
“Alasannya karena kalau penyemprotan di musim panas maka jagung yang sudah stres karena panas maka bila terkena racun akan mengalami kekeringan dan mati. Kalau tidak hujan tanaman jagung tidak bisa diselamatkan,” katanya saat ditemui Mongabay Indonesia, Selasa (28/1/2020).
Kearifan Lokal
Kepala Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere Yoseph Yacob Da Rato, menyebutkan Ulat Grayak yang mewabah di Indonesia yakni larva berwarna coklat kehijauan )Spodiptera exigua) dan larva berwarna coklat (Spodoptera litura).
Hama ini terbawa angin atau telur dan larva yang menempel dari sayur dan buah dari luar negeri. Memang belum ada riset yang mendalam asal hama itu.
“Tetapi kalau bicara tentang Pengendalian hama terpadu (PHT), hama menyerang karena keseimbangan ekosistem tidak terjaga. Sejak jaman revolusi hijau, pemanfaatan bahan kimia seperti pestisida dan insektisida sudah diambang batas toleransi,” ungkapnya.
Hal itu berdampak pada resistensi terhadap hama itu sendiri, resurgensi dan ledakan hama sekunder. Sehingga ada hama yang sebenarnya tidak berbahaya tetapi karena efek penggunaan pestisida dan insektisida yang sudah diambang batas toleransi dan mengganggu ekosistem menjadi berbahaya.
“Anomali iklim bisa juga berdampak terhadap perkembangbiakan hama.Ada hama-hama tertentu yang menyerang tanaman tertentu,” tuturnya.
Ada beberapa teknik pengendalian hama, papar Yoyo yakni dari kultur teknis berupa penggiliran tanaman dan tumpang sari. Selain jagung ada tanaman lain yang bisa mempengaruhi atau meminimalisir hama.
Dia juga menyarankan petani harus mempunyai benih yang baik dan kultivar yang unggul yang toleran terhadap hama.
“Kalau dari kultur mekanik atau fisiologis sekarang banyak dilakukan petani dengan mengumpulkan telur dan larva lalu dimusnahkan. Selain itu yang unik, praktis dan murah, air ditaruh di dalam baskom lalu diberi cahaya lampu sehingga larva akan masuk ke air,” bebernya.
Dari kultur biologis jelas Yoyo lewat pengendalian agen hayati menggunakan predator dan parasitoit. Predator berupa musuh alami sementara parasitoit berupa hama atau serangga yang baik. Dia menempelkan telurnya pada hama dan masuk ke dalam menghancurkan hama penganggu.
Ia menyebutkan ada Virus Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis (SlNPV) yang sudah dikembangkan untuk menjadi agen hayati mengatasi hama.
Sedangkan penyemprotan pestisida bisa dilakukan dengan pemantauan lebh dahulu dan serangan hama sudah di atas 20 persen. “Tetapi ada standar pestisida yang dianjurkan agar aman secara ekologis dan menguntungan secara ekonomis,” jelasnya.
perlu dibaca : Mahasiswa Amerika Datang Ke Witihama, Apa yang Dicarinya?
Pengendalian kimiawi paling banyak digunakan saat ini, tetapi bakal mematikan musuh alami. Ada juga memadukan kultur teknis dan budaya atau kearifan lokal. Misalnya menaman tanaman yang warnanya bisa menghalau hama.
Saat curah hujan tinggi, Ulat Grayak bakal mati karena kelembaban tinggi. Siklus hidupnya hanya 30 hari. Namun betinanya bisa bertelur hingga 3 ribu butir.
Untuk mencegah dan mengendalikan hama ini maka harus tahu betul gejala serangan dan fisiologisnya agar bisa diambil tindakan pengendalian yang cepat untuk meminimalisir serangan.
Paling unik menurut Yoyo, selain menggunakan teknologi, budaya lokal seperti menggunakan upacara adat pengusiran hama termasuk efektif. Meskipun secara ilmiah irasional tetapi faktanya hama bisa diminimalisir bahkan hilang.
Teknik Bertani
Kristianus sarankan kepada petani dilakukan pemberantasan hama secara mekanis ketika intensitas serangan hama ringan yakni rumput dibersihkan lalu dibakar, ulatnya dimatikan. Kondisi hama sedang dengan penyemprotan insektisida dan pestisida.
“Ke depan juga kami sarankan agar petani juga menaman tanaman tumpang sari seperti kacang hijau (Vigna radiata) dan labu kuning (Crookneck pumpkin),” ucapnya.
Yoyo menambahkan pola tanam serempak juga berpengaruh untuk menghalangi agar tidak ada tanaman lain yang jadi tempat makanan hama atau mencegah hama berpindah.
Martinus menganjurkan petani segera menanam kacang hijau di bulan Februari atau Maret. Lahan di Kangae potensial untuk kacang hijau dengan luas areal tanam sebesar 873 Ha.
Dia mengatakan stok benih di petani tidak ada sehingga disarankan dinas Pertanian provinsi NTT mendatangkan benih kacang hijau.Tapi harus benih yang umurnya pendek dibawah 3 bulan sudah panen mengingat musim hujan terlalu pendek.
Sedangkan Wilhelmus sepakat berganti tanaman kacang hijau karena melihat kondisi cuaca berpotensi gagal panen jagung. Untuk itu petani harus dibagi benih kacang hijau untuk ditanam di bulan Februari.
Selain kabupaten Sikka,hama ulat Grayak juga menyerang 4 ribu hektar lahan jagung di kabupaten Flores Timur.Hama menyerang di 18 dari 19 kecamatan di Flores Timur.
Kabid Tanaman Pangan dinas Pertanian kabupaten Flores Timur (Flotim) John Anjon kepada Mongabay Indonesia, Senin (27/1/2020) menyebutkan hama Ulat Grayak menyerang 160 desa/kelurahan dari 250 desa/kelurahan yang ada.
Sementara Bupati Flotim Antonius Hubertus Gege Hadjon menyebutkan hama ulat Grayak sudah menyerang seluruh kecamatan kecamatan dengan total lahan 4.481 hektar dan berhasil diatasi dengan penyemprotan obat pengendali hama pada lahan seluas 1.500 Ha.
Pemda Flotim sudah menetapkan kondisi ini menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Jumat (31/1/2020) dan menganggarkan dana Rp.200 juta untuk pembelian obat pengendali hama dan operasional petugas untuk melakukan pencegahan.
Sedangkan Direktur LSM Ayu Tani, Thomas Uran mengatakan hama Ulat Grayak sudah sangat parah menyerang kebun jagung petani. Selain pestisida, dia menyarankan beberapa kearifan lokal untuk mengusir hama ini.
Dari informasi aktivis Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan di Bogor, kemungkinan ulat mirip dengan hama ulat grayak di Amerika Selatan. Jenis ini agak susah untuk diatasi.
“Disarankan untuk lebih menggunakan pestisida nabati yang diolah sendiri oleh petani. Prosedur mengatasinya terlalu lamban,” sebutnya.