Pegunungan Bukit Barisan, yang membentang sepanjang 1.650 kilometer dari utara ke selatan Pulau Sumatera, merupakan landskap penting bagi beragam jenis kucing dan satwa endemik sekaligus terancam di Pulau Sumatera. Sebut saja gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), orangutan sumatera (Pongo abelii), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), serta beragam jenis kucing liar.
Untuk melindungi ekosistemnya, tiga taman nasional didirikan, yakni Taman Nasional Gunung Leuser di utara, Taman Nasional Kerinci Seblat di tengah, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di selatan.
“Namun sayangnya, tidak semua bagian lanskap ini memasukkan konservasi sebagai salah satu tujuan utama pengelolaannya. Dengan demikian, tidak semua area di lanskap ini aman,” terang Erwin Wilianto, pendiri Yayasan SINTAS Indonesia dan anggota IUCN-SSC Cat Specialist Group, kepada Mongabay Indonesia, Rabu (4/6/2025).
Berdasarkan penelitian Tawaqal dan kolega (2018), selain harimau, terdapat empa jenis kucing liar lain yang hidup di sekitar TNBBS, yakni kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis), kucing emas (Catopuma temminckii), kucing batu (Pardofelis marmora), dan macan dahan (Neofelis diardi diardi).
Semua jenis kucing tersebut dilindungi Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Berdasarkan Daftar Merah IUCN, kucing emas dan macan dahan berstatus Rentan (VU), kucing batu (Hampir Terancam/NT), kucing kuwuk (Risiko Rendah/LC), sementara harimau sumatera berstatus Kritis (CR).
Sebagai informasi, pada 2004, UNESCO mengakui ketiga taman nasional seluas 2.595.124 hektar di sepanjang Bukit Barisan itu, sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) atau Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera.
UNESCO mencatat bahwa Bukit Barisan memiliki sekitar 10.000 jenis tanaman, 201 jenis mamalia (dengan 15 spesies asli Indonesia), dan 580 spesies burung (21 jenis endemik). Situs ini merupakan salah satu area konservasi terluas di Asia Tenggara.
Syarifah, koordinator pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] BKSDA Sumatera Selatan, menekankan pentingnya menjaga SM Gunung Raya yang berperan layaknya kawasan penyangga TNBBS.
“Setiap ekosistem harus saling menopang. Kalau di SM Gunung raya rusak, atau wilayah sekitarnya rusak, itu bisa mengganggu koridor satwa. Satwa bisa terisoloasi, sehingga menjadi rentan,” terangnya, Selasa (3/6/2025).
“Kami juga berharap, kawasan juga tidak terfragmentas dan saling menyangga,” jelasnya.
*****





