Gunung Raya berstatus Suaka Margasatwa (SM) melalui Kepmen Menhut No.76/Kpts-II/2001 dengan luas 50.950 hektar.
SM Gunung Raya berada di tiga kecamatan: Buay Pemaca, Warkuk Ranau Selatan, dan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Lampung Barat, Lampung.
Tantangan pengelolaan Gunung Raya masih sama, yakni perambahan kawasan yang tercatat sudah terjadi sejak 1980-an.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan, yang dikutip dari penelitian Suci dan kolega [2019], pada 2009, sekitar 70 persen dari luas total kawasan SM Gunung Raya, telah berubah menjadi perkebunan kopi.
Merujuk data terbaru BKSDA Sumatera Selatan yang diperoleh Mongabay Indonesia, sekitar 64 persen (32.608 hektar) dari luas total kawasan Gunung Raya, masuk blok rehabilitasi, sekitar 32 persen (16.304 hektar) masuk blok lindung, dan sisanya blok pemanfaatan.
“Yang dimaksud blok rehabilitasi adalah wilayah terganggu, baik berubah menjadi perkebunan, dan sebagainya,” kata Syarifah, koordinator pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Sumatera Selatan, kepada Mongabay, Selasa [3/6/2025].
“Sementara blok lindung adalah wilayah yang masih sangat baik kondisinya, sedangkan blok pemanfaatan merupakan wilayah yang punya potensi wisata, sumber air, dan lainnya,” lanjutnya.
“Sebagian kecil ada juga blok tradisional yang ditujukan untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, misalnya madu, jamur, dan lain sebagainya.”
Landskap hutan Gunung Raya terkoneksi dengan Gunung Pesagi (Sumatera Selatan-Lampung), Bukit Sigigok, dan Sukau (Sumatera Selatan-Lampung). Sejak dulu, wilayah ini terkenal sebagai kantong habitat gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] dan harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae].
Berdasarkan kajian awal oleh Susilowati dan kolega [2016], luas kantong habitat tersebut mencapai 75,883.82 hektar. Terdiri dari Hutan Lindung [HL] Saka sekitar 2.819 hektar, Hutan Produksi [HP] Saka sekitar 17.844 hektar, dan Hutan Produksi Terbatas [HPT] Saka sekitar 10.232 hektar.
Keberadaan dua spesies terancam punah tersebut menjadi alasan ditetapkannya Gunung Raya sebagai kawasan konservasi.
“Tapi, saat ini gajah dan harimau sumatera belum pernah terdokumentasi lagi kemunculannya di SM Gunung Raya,” kata Syarifah.
Merujuk penelitian Hidayat dan kolega (2019), yang melakukan survei kamera jebak, penelusuran lapangan, serta menggali informasi dari masyarakat selama kurang lebih satu tahun, tidak ada temuan kucing liar di sekitar SM Gunung Raya.
Namun, terdata sembilan spesies satwa dilindungi berdasarkan PerMen LHK No. 20 Thn 2018, yakni siamang (Symphalangus syndactylus), kelinci sumatera (Nesolagus netscheri), trenggiling (Manis javanica), tupai tanah garis tiga (Lariscus insignis), tupai raksasa (Ratufa affinis), tapir (Tapirus indicus), simpai (Presbytis melalophos), lutung kelabu (Trachypithecus cristatus), dan beruang madu (Helarctos malayanus).
Menurut Syarifah, hingga saat ini hanya kucing hutan atau kuwuk (Prionailurus bengalensis) yang terlihat di sekitar kebun warga.
“Sementara sisanya belum ada catatan. Tapi kemungkinan besar, jenis seperti kucing emas, macan dahan, dan lainnya masih ada di sekitar SM Gunung Raya,” Kata Syarifah.
Akhir Maret 2025 lalu, SM Gunung Raya menjadi lokasi pelepasliaran satu individu macan dahan (Neofelis diardi diardi) yang berhasil dievakuasi dari rumah warga di Desa Batu Kuning, Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Macan dahan tersebut dilepasliarkan di blok mandariang, atau blok lindung di SM Gunung Raya yang dinilai aman dan representatif sebagai lokasi pelepasliaran, menurut BKSDA Sumatera Selatan.
“Ekosistemnya juga sangat mendukung sebagai habitat kucing liar,” kata Andre, Humas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, kepada Mongabay Indonesia.
*****