- Unta pertama tiba di Australia pada 1840 dan sejak 1860-an diimpor besar-besaran untuk membantu penjelajah menembus gurun yang kering, karena kuda dan sapi tidak mampu bertahan. Afghan cameleers yang datang bersama unta berperan penting dalam membuka jalur ekspedisi, perdagangan, dan pembangunan jalur telegraf.
- Unta terbukti sebagai tulang punggung eksplorasi dan pembangunan pedalaman, membawa beban berat, menyuplai pemukiman, dan menjadi simbol penting dalam pembentukan jaringan komunikasi serta ekonomi kolonial.
- Setelah kendaraan bermotor menggantikan peran mereka, ribuan unta dilepaskan hingga berkembang menjadi populasi liar terbesar di dunia, menimbulkan persoalan ekologi, sekaligus meninggalkan warisan budaya dan sosial yang masih bertahan hingga kini.
Di tengah lanskap tandus yang membentang ribuan kilometer, para penjelajah Eropa abad ke-19 berulang kali gagal menaklukkan pedalaman Australia. Gurun yang seolah tanpa ujung, teriknya matahari yang memanggang, serta jarak tempuh jauh tanpa setetes air, menjadi penghalang besar bagi ambisi kolonial. Kuda dan sapi, yang dibawa dari Eropa, berjatuhan kelelahan. Banyak ekspedisi berakhir tragis karena kekurangan logistik dan kematian hewan penarik beban. Pedalaman Australia, dengan segala kekeringan dan panasnya, tampak seperti wilayah yang mustahil ditembus.
Di tengah kebuntuan itu, muncul gagasan mendatangkan hewan gurun yang terbukti tangguh di Timur Tengah dan Asia Selatan: unta. Unta pertama kali tiba di benua Australia pada tahun 1840 melalui penjelajah John Horrocks di South Australia. Horrocks membawa seekor unta bernama Harry dalam ekspedisi menjelajahi dataran kering. Namun, kisahnya berakhir tragis ketika senapan yang dibawa Horrocks terpicu oleh gerakan mendadak Harry hingga melukai sang penjelajah, yang kemudian meninggal. Meski demikian, pengalaman ini tidak menutup mata para kolonialis. Justru sebaliknya, mereka menyadari bahwa unta memiliki potensi besar untuk menjawab tantangan eksplorasi pedalaman.

Unta mampu berjalan berhari-hari tanpa air, membawa beban jauh lebih berat dibanding kuda, dan bertahan dalam panas ekstrem. Sejak dekade 1860-an, impor unta ke Australia dilakukan secara besar-besaran, terutama dari India, Afghanistan, dan Semenanjung Arab. Bersama unta, datang pula para penggembala dan pawang yang dikenal sebagai Afghan cameleers (Para penggembala unta asal Afghanistan). Mereka membawa tradisi karavan, keterampilan bertahan hidup di gurun, dan pengetahuan mendalam tentang perawatan unta. Menurut Philip Jones dan Anna Kenny dalam Australia’s Muslim Cameleers: Pioneers of the Inland, 1860s-1930s, antara 1870 dan 1920 sebanyak 2.000 cameleer dan 20.000 unta didatangkan ke Australia dari Afghanistan dan India utara. Kehadiran mereka bukan hanya membantu ekspedisi, tetapi juga memperkenalkan lapisan budaya baru di tanah Australia.
Seekor unta dapat menempuh rata-rata 40 kilometer per hari, dan dalam ekspedisi panjang mereka menyeberangi ribuan kilometer gurun. Jalur dari Adelaide hingga Darwin, yang membentang lebih dari 3.000 kilometer, sebagian besar ditempuh dengan bantuan unta.
Unta dan Ekspedisi di Pedalaman
Peran unta kemudian menjadi tak tergantikan dalam ekspedisi-ekspedisi besar. Ekspedisi Burke dan Wills pada 1860–1861, yang bertujuan menyeberangi Australia dari Melbourne menuju Teluk Carpentaria, merupakan salah satu momen penting. Walau berakhir tragis dengan kematian kedua pemimpinnya, unta terbukti menjadi penopang perjalanan, membantu sebagian anggota tim bertahan lebih lama. Dengan daya tahan luar biasa, unta memungkinkan penjelajahan wilayah yang sebelumnya dianggap tak mungkin dilewati.
Selain itu, unta juga menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur penting. Proyek Overland Telegraph Line pada 1870-an, yang menghubungkan Adelaide dengan Darwin, sangat bergantung pada unta. Hewan ini mengangkut peralatan, kabel, makanan, dan air ke titik-titik gurun terpencil. Tanpa unta, pembangunan jaringan komunikasi yang menghubungkan Australia dengan dunia internasional hampir mustahil diwujudkan. Jalur telegraph ini sekaligus membuka pemukiman baru dan mempercepat perkembangan ekonomi di pedalaman.

Para Afghan cameleers membentuk komunitas di sejumlah kota gurun, mendirikan masjid kecil, dan meninggalkan jejak budaya yang masih terlihat hingga kini. Mereka juga membangun jaringan perdagangan karavan, membawa hasil bumi dan barang kebutuhan ke kota pelabuhan maupun pemukiman tambang. Menurut penelitian Philip Jones dari South Australian Museum, jaringan ini menjadi fondasi penting bagi keberlangsungan pemukiman kolonial di jantung Australia. Tanpa unta dan cameleers, banyak pemukiman Eropa di pedalaman mungkin tidak akan mampu bertahan.
Dari Penyelamat Ekspedisi ke Satwa Liar
Seiring berkembangnya teknologi, kehadiran kendaraan bermotor mulai menggantikan peran unta pada awal abad ke-20. Truk dan kereta api dinilai lebih cepat dan efisien. Ribuan unta kemudian dilepas ke alam liar karena tidak lagi dibutuhkan. Tidak disangka, hewan-hewan ini beradaptasi dengan luar biasa. Mereka berkembang biak di gurun tengah Australia hingga membentuk populasi liar yang besar.
Studi dari Australian Feral Camel Management Project memperkirakan populasi unta liar sempat menembus lebih dari satu juta ekor, menjadikan Australia sebagai negara dengan jumlah unta liar terbesar di dunia. Laporan itu menegaskan, “Australia has the largest wild camel population in the world, and unmanaged numbers have significant impacts on biodiversity, cultural sites, and pastoral production.” (Australia memiliki populasi unta liar terbesar di dunia, dan jumlah yang tidak terkendali memberikan dampak signifikan pada keanekaragaman hayati, situs budaya, dan produksi peternakan). Pernyataan ini memperkuat bahwa keberadaan unta liar bukan hanya persoalan jumlah, tetapi juga ancaman nyata terhadap ekologi, budaya, dan ekonomi.

Di banyak tempat, unta liar merusak mata air alami yang juga menjadi sumber kehidupan satwa asli dan komunitas Aborigin. Mereka mengonsumsi tumbuhan endemik yang tumbuh lambat, sehingga mempercepat degradasi lahan gurun. Namun, bagi sebagian komunitas Aborigin, unta juga memiliki nilai praktis. Hewan ini kadang dimanfaatkan sebagai sumber daging alternatif atau ditawarkan dalam turisme berbasis satwa liar. Program ekspor unta ke Timur Tengah bahkan melibatkan sebagian masyarakat lokal sebagai cara mengubah masalah ekologi menjadi peluang ekonomi.
Warisan unta tidak hanya tercermin dalam masalah ekologi, tetapi juga dalam aspek sosial dan budaya. Jalur-jalur karavan unta menjadi dasar pembangunan jalan modern, sementara kota-kota persinggahan karavan tumbuh menjadi pusat perdagangan. Kereta api ikonik The Ghan yang menghubungkan Adelaide dengan Darwin bahkan dinamai untuk mengenang para Afghan cameleers. Warisan ini menunjukkan betapa besar peran unta dalam membentuk sejarah pedalaman Australia.