- Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta menyelenggarakan festival lingkungan Religious Environmentalism Action (REACT) Day 2025. Acara ini mengusung tema “Rise in Belief, Act for Relief.”
- Habib Ja’far menekankan bahwa merusak alam sama dengan merusak ayat Tuhan. Pesantren Al-Ittifaq di Bandung sudah mempraktikkan integrasi nilai agama dengan sistem agribisnis berkelanjutan.
- Pemerintah menilai Gen Z punya peran penting dalam mengawal arah kebijakan publik yang ramah lingkungan. Sayangnya, pelibatan Gen Z dalam pengambilan kebijakan bukan menjadi suara yang utama.
- Penelitian menunjukkan Gen Z menjadi generasi yang paling khawatir terhadap dampak perubahan iklim. Mereka tidak hanya menghadapi isu sosial dan ekonomi, tetapi juga ancaman lingkungan hidup yang semakin nyata.
Krisis iklim kian mendekat, bahkan terasa di kamar tidurmu. Ada yang apatis, ada yang khawatir dan ada juga yang sudah melakukan aksi. Sebuah penelitian menyebutkan, generasi Z—orang yang lahir pada 1997-2015 menjadi generasi yang paling mencemaskan perubahan iklim. Mereka tak hanya menghadapi masalah kesetaraan, kesenjangan sosial, ekonomi, tapi juga lingkungan hidup.
Ratusan anak muda lintas agama, budaya dan latar belakang, akhir pekan lalu (23/8) berkumpul dan berdiskusi tentang nilai spiritual dan tradisi dalam aksi nyata menghadapi krisis iklim. Acara ini mengusung tema “Rise in Belief, Act for Relief” dalam festival lingkungan Religious Environmentalism Action (REACT) Day 2025 yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta.

Tak hanya menjadi ruang bagi anak muda untuk berekspresi dan bersuara tentang isu lingkungan, acara ini juga mendorong keterlibatan mereka dalam aksi lingkungan berkelanjutan. Program ini mengintegrasikan pendekatan berbasis pengetahuan, advokasi kebijakan, serta peningkatan kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan dan krisis iklim.
“Festival ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian program panjang kami di PPIM UIN Jakarta. Mulai dari riset, lalu ada pengembangan kapasitas, dan berbagai program lainnya. Festival yang diselenggarakan hari ini menjadi salah satu program yang kami laksanakan,” ujar Iim Halimatusa’diyah, Direktur Riset PPIM UIN Jakarta, (23/8).
Festival ini menekankan pada urgensi kolaborasi lintas sektor untuk menjawab krisis lingkungan yang semakin nyata. Khususnya, peran nilai keagamaan dan kearifan lokal sebagai pondasi utama dalam gerakan lingkungan berkelanjutan. Habib Ja’far Al Hadar, tokoh agama Islam sekaligus konten kreator mengatakan bahwa merusak alam sama dengan merusak ayat-ayat Tuhan yang nyata. Artinya, itu memiliki konsekuensi dosa.
“Perlindungan lingkungan (hifzul bi’ah) perlu dimasukkan sebagai tujuan keenam dalam hukum Islam (maqasid syariah) untuk melahirkan fatwa yang lebih progresif,” tegas Habib Ja’far.

Misalnya, di Pesantren Al-Ittifaq, Bandung memaparkan praktik nyata integrasi antara nilai agama dan aksi lingkungan dalam proses pembelajarannya. Bahkan mereka berhasil mengembangkan sistem agribisnis berkelanjutan sebagai bagian dari pendidikan spiritual dan ekonomi.
“Santri itu bukan hanya pandai mengaji, tapi juga bisa menjaga bumi dan menghidupi umat,’ kata Silvie Fauziah dari pesantren Al-Ittifaq.
Baca juga: Pelibatan orang muda dalam COP 30
Pentingnya generasi Z dalam mengawal kebijakan iklim
Pemerintah Indonesia menyadari tantangan ekologis di era sekarang semakin kompleks. Generasi Z memiliki peran penting dalam menyuarakan isu krisis iklim dan bergerak untuk aksi nyata.
“Gen Z punya potensi besar untuk menjadi pengawal arah kebijakan publik yang ramah lingkungan,” ujar Muh. Ahdiyar Syahrony, Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Kehutanan. Dia meyakini bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan kolaborasi lintas sektor.

Saat ini, kita sedang menghadapi triple planetary crisis yang mencakup peningkatan suhu muka bumi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penumpukan sampah plastik. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, ada 60% sampah belum terkelola dengan baik.
Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo, mengajak Gen Z untuk terlibat aktif dalam membangun Jakarta yang berkeadilan ekologis. Dia menekankan kebiasaan sederhana, seperti memilah sampah dapat membentuk habitus peduli lingkungan dan menciptakan tekanan positif bagi korporasi serta pemerintah untuk bertindak lebih serius.
(*****)
*Daffa Ulhaq merupakan mahasiswa Ilmu Sejarah di Universita Indonesia. Daffa aktif sebagai jurnalis dan aktivis muda di Generasi Setara yang memiliki minat pada isu pendidikan, gender, dan lingkungan.
Generasi Muda Kalsel Tolak Hutan Meratus jadi Taman Nasional