- Sejak akhir Juli lalu hujan turun di Riau, titik api pun mulai berkurang. M Edy Afrizal, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mengatakan, hujan yang baru membasahi bumi Riau tidak akan membuat timnya lengah. Berdasarkan pengalaman mengatasi karhutla, karakter gambut tidak akan padam total kalau di bawah tanah masih berasap. Pendinginan terus mereka lakukan.
- Berdasarkan hitungan Satgas Karhutla, total luas hutan dan lahan terbakar yang sudah padam hingga 25 Juli sekitar 1.156 hektar. Kolaborasi menjadi semangat beri motivasi pada personil yang masih berjibaku, baik dari kepolisian, TNI, Manggala Agni, BPBD hingga relawan.
- Polda Riau mengumumkan menangkap 50 tersangka perorangan dari 40 kejadian pembakaran hutan dan lahan, selama Januari-Juli. Polda Riau juga memasang plang larangan menanam atau aktivitas apa pun pada areal bekas terbakar selama proses penegakan hukum berjalan.
- Meski pelaku pembakar hutan dan lahan masih perorangan, Polda Riau sedang mendalami korporasi yang terindikasi di belakang orang per orang yang mereka tangkap.
Sejak akhir Juli lalu hujan turun di Riau, titik api pun mulai berkurang. Berdasarkan data satuan tugas (satgas) kebakaran hutan dan lahan (karhutla), puncak hot spot terpantau 586 titik pada 20 Juli. Pada hari Pemerintah Riau mengumumkan perkembangan situasi karhutla terkini 25 Juli lalu, terdeteksi 56 titik panas.
“Alhamdulillah. Puji syukur pada Tuhan. Hari ini, kita lihat titik api semakin lama semakin menurun. Karhutla yang terjadi semakin padam,” kata Abdul Wahid, Gubernur Riau, di Command Center Polda Riau, 25 Juli.
Hari itu, berdasarkan laporan patroli udara yang Wahid terima titik api makin berkurang terutama di Rokan Hulu dan Rokan Hilir yang mengalami karhutla paling luas. Meski begitu, upaya pendinginan tetap jalan melalui darat dan udara.
Dyah Murtiningsih, Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, Kementerian Kehutanan, mengatakan, berdasarkan pantauan Sipongi—sistem informasi deteksi pengendalian karhutla berbasis web—hari itu, terdeteksi 14 titik api tetapi empat bukan kebakara saat cek langsung di lapangan berdasarkan koordinat.
Sisa 10 titik api medium sedang dalam pengecekan lapangan. “Kalau medium biasanya tidak terjadi kebakaran,” katanya.
Berdasarkan hitungan Satgas Karhutla, total luas hutan dan lahan terbakar yang sudah padam hingga 25 Juli sekitar 1.156 hektar.
“Saya sangat bahagia dan bangga atas upaya kolaboratif yang telah dilakukan karena api karhutla sudah banyak padam. Lebih membahagiakan lagi api kebersamaan tambah menyala dan semakin membara,” kata Herry Heryawan, Kapolda Riau.
Menurut dia, kolaborasi menjadi semangat beri motivasi pada personil yang masih berjibaku, baik dari kepolisian, TNI, Manggala Agni, BPBD hingga relawan.
“Kerjasama ini telah membuktikan hasil cukup bagus dan tuntas. Semoga tidak ada lagi titik api di Riau ini.”
Meski tim pemadam darat dan udara terus berjibaku melenyapkan api, upaya menghentikan laju karhutla tidak lepas dari operasi modifikasi cuaca (OMC) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan dukungan TNI Angkatan Udara.
Selama sekitar satu minggu, tim OMC menabur 21.000 kilogram garam dari udara untuk mengikat awan yang berpotensi hujan. Operasi ini siang dan malam mencapai 27 sortie atau penerbangan—dua penerbangan terakhir di lakukan pada 25 Juli 2025.
“Alhamdulillah. Beberapa kabupaten sudah terjadi hujan dan sangat membantu tim di lapangan dalam upaya pemadaman dan pendinginan,” kata M Edy Afrizal, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau.

Terus waspada
Edy menyadari, hujan yang baru membasahi bumi Riau tidak akan membuat timnya lengah. Berdasarkan pengalaman mengatasi karhutla, karakter gambut tidak akan padam total kalau di bawah tanah masih berasap. Pendinginan terus mereka lakukan.
Di lapangan, terutama di Rokan Hilir, terpantau angin masih kencang. “Kalau masih ada bara api dalam gambut, kalau tidak segera dipadamkan dengan benar akan hidup lagi,” kata Edy.
Sebelum menunggu hasil hujan buatan, tim udara Satgas Karhutla Riau sebenarnya terus menggempur api dengan helikopter water boombing. Tim mencatat, sudah 3,9 juta liter air mereka siramkan ke sejumlah wilayah kebakaran terutama yang sulit terjangkau personil darat, seperti di Rokan Hulu dengan geografi berbukit.
“Berbagai upaya dilakukan. Pengerahan personil pemadam di darat, operasi modifikasi cuaca, pengerahan heli water boombing dan selalu patroli udara. Kami atasnama Pemerintah Riau mengucapkan terima kasih banyak pada seluruh tim termasuk pemerintah pusat,” kata Wahid.
Dia iimbau masyarakat Riau berhati-hati membersihkan dan membuka lahan supaya tidak terjadi kebakaran. Di masa puncak kemarau, Juli sampai Agustus, persoalan karhutla jangan anggap sepele.
Wahid mengingatkan, seluruh kepala desa di Riau lebih waspada, saling mengingatkan, patroli serta memerintahkan Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga memeriksa orang yang hendak bekerja di kebun, meskipun sekadar memancing.
“Kadang mereka bakar kebun. Buang puntung rokok sembarangan. Ini akan mengancam kita semua. Termasuk anak-anak. Nanti terjadi peningkatan ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) dan (gangguan) kesehatan lain. Bahkan mengganggu ekonomi kita,” katanya.
Meski titik panas dan kebakaran berkurang, Riau tetap dalam situasi tanggap darurat karhutla. Status ini berlaku hingga November 2025.

Bagaimana penegakan hukum?
Polda Riau mengumumkan menangkap 50 tersangka perorangan dari 40 kejadian pembakaran hutan dan lahan, selama Januari-Juli.
Sebanyak 36 orang dengan 28 kasus sepanjang Juli, luas terbakar sekitar 235 hektar.
Polda Riau juga memasang plang larangan menanam atau aktivitas apa pun pada areal bekas terbakar selama proses penegakan hukum berjalan.
“Kita (Polda Riau) dengan bantuan gubernur sedang buat plang sebanyak-banyaknya. Kalau ada merusak atau memindahkan plang, ancamannya pidana. Plang ini, memastikan lahan yang telah terbakar tidak bisa lagi dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan selanjutnya,” kata Herry.
Dia juga mengingatkan, jangan coba-coba membakar lahan dengan bertameng petani dan modus tertentu. Setelah bakar, muncul sawit.
“Modus ini sudah terencana. Kita sudah berhasil mendapatinya. Polda Riau secara serius mencegah karhutla juga sangat serius melakukan penegakan hukum.”
Meski pelaku pembakar hutan dan lahan masih perorangan, kata Herry, Polda Riau sedang mendalami korporasi yang terindikasi di belakang orang per orang yang mereka tangkap.
“Ini masih dalam penyelidikan.” Pelaku yang telah ditangkap masih tahap pengembangan.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) juga menyegel empat perusahaan sawit dan pemilik perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH). Yakni, PT Adei Crumb Rubber; PT Multi Gambut Industri; PT Tunggal Mitra Plantation serta PT Sumatera Riang Lestari (SRL).
Selain pemegang konsesi perkebunan dan kehutanan, KLH/BPLH juga menghentikan seluruh operasional pabrik sawit PT Jatim Jaya Perkasa (JJP).
Verifikasi lapangan menemukan cerobong pabrik ini mengeluarkan emisi yang menyebabkan pencemaran udara di sekitar wilayah Rokan Hilir.
Langkah itu sebagai tindakan pengamanan lingkungan sesuai janji Menteri Hanif Faisol Nurofiq, ketika memimpin apel siaga karhutla sekaligus melepas personil pemadam kebakaran tambahan di lapangan sepak bola Kompleks Pertamina Hulu Rokan (PHR), 24 Juli lalu.
Waktu itu, menteri katakan, tim pengawas lingkungan hidup tengah menyelidiki keterlibatan sejumlah perusahaan yang turut menyumbang asap pekat di Riau.
“Setiap pemegang izin wajib memastikan lahan a tidak terbakar. Tidak ada alasan pembiaran, karena mitigasi adalah kewajiban yang melekat pada setiap konsesi,” ujar Rizal Irawan, Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, dikutip dari siaran pers yang Mongabay, terima.
Rizal memastikan, yang terbukti lalai atau sengaja membakar lahan akan berhadapan dengan proses hukum tegas dan transparan.
Perusahaan yang kena segel akan kena sanksi administratif. Untuk pabrik sawit, selain sanksi administrasi juga perintah penghentian sementara pengolahan buah sawit.
Proses pengawasan masih berlangsung. Tim Deputi Gakkum KLH, sedang mengumpulkan bukti tambahan untuk langkah penegakan hukum berikutnya.
Tim Deputi Gakkum KLH menegaskan akan menggunakan seluruh instrumen penegakan hukum yang tersedia, baik pidana, perdata maupun administrasi, untuk memastikan para pemegang izin bertanggungjawab atas pencegahan karhutla di wilayah operasional mereka.
Jelang puncak musim kemarau, KLH juga mengingatkan seluruh pelaku usaha untuk memperkuat sistem pengawasan dan pencegahan karhutla.
Upaya mitigasi seperti pembangunan sekat kanal, penyediaan embung air, serta patroli terpadu harus terus ditingkatkan dan dilaksanakan secara konsisten.
“Kami tidak akan mentolerir kebakaran lahan oleh korporasi. Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas agar korporasi tidak abai terhadap tanggungjawabnya dalam mecegah kebakaran lahan,” kata Ardyanto Nugroho, Direktur Pengaduan dan Pengawasan KLH, dari keterangan tertulis.
Perhatian penuh terhadap indikasi kebakaran pada konsesi perusahaan juga Dyah Murtiningsih, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, Kemenhut, sampaikan. Kemenhut, katanya, akan menelusuri indikasi atau penyebab kebakaran pada areal korporasi.
“Artinya akan tetap ditelusuri penyebab kebakaran. Apakah oleh masyarakat atau korporasi sendiri? Pasti akan ada tindakan. Ditjen Gakkum akan turun ke lapangan untuk melihat, klarifikasi, pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) serta mengecek kasus itu untuk dikembangkan.”
Sebelumnya, dua dari lima perusahaan yang KLH segel beri klarifikasi. SRL mengatakan, areal yang Kementerian segel bukan lagi bagian dari konsesinya. Ada pun PT Tunggal Mitra Pantation berdalih lahan yang kena segel berada di luar izin hak guna usaha (HGU).
Merespon bantahan itu, Hanif mengatakan, akan terus mendalami upaya penegakan hukum yang mereka jalankan.

Cabut izin perusahaan
Walhi Riau, meminta , KLH mencabut izin lima korporasi pelaku karhutla yang telah mereka segel. Catatan Walhi, tiga dari lima perusahaan tersebut memiliki riwayat buruk dalam cegah kebakaran hingga terjerat hukum.
PT Adei Plantation Industry (API), dua kali kena hukuman pidana kasus karhutla. Pada 2016, Mahkamah Agung menghukum perusahaan asal Malaysia ini, pidana denda Rp 1,5 miliar dan biaya pemulihan Rp15,1 miliar atas kebakaran 40 hektar pada 2013.
Pada 2020, API kembali lakukan kesalahan serupa. Pengadilan Negeri Pelalawan menjatuhi hukuman pidana denda Rp 1 miliar dan biaya pemulihan Rp 2,9 miliar atas kebakaran 4,16 hektar.
Selanjutnya, JJP juga pernah ken ahukum bayar ganti rugi Rp119,8 miliar dan biaya pemulihan Rp371,1 miliar atas kebakaran pada 2013. Hingga kini, perusahaan ini tidak menunjukkan itikad baik menjalankan putusan MA Nomor 1095 K/PDT/2018.
Temuan Walhi Riau, JJP justru menanam kembali sawit di areal bekas terbakar itu.
Terakhir, SRL. Mitra pemasok kayu PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), ini masuk daftar 15 perusahaan pelaku karhutla dengan penyidikan setop oleh Polda Riau pada 2016.
SRL juga memiliki serangkaian catatan, antara lain, beroperasi di pulau kecil yang rentan yakni, Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis dan Pulau Rangsang, Kepulauan Meranti.
Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat, Walhi Riau, menilai, ada empat indikasi menyebabkan kebakaran berulang di areal kerja perusahaan sawit maupun hutan tanaman industri (HTI).
Pertama, lemahnya penegakan hukum hingga memicu sikap abai perusahaan atas kewajiban menjaga areal kerjanya dari ancaman karhutla.
Kedua, pemerintah seakan tidak berani meminta pertanggung jawaban korporasi berdasarkan putusan pengadilan. Hal ini merujuk pada eksekusi putusan PT JJP yang hingga hari ini tidak terlaksana.
Ketiga, tidak ada pengawasan pemerintah terhadap perizinan korporasi serta komitmen perusahaan menjaga areal kerjanya.
Keempat, indikasi keberpihakan penegak hukum terhadap korporasi pelaku karhutla karena tak ada perusahaan sebagai tersangka, sepanjang terjadinya karhutla di Riau, tahun ini.
“Kami mendesak penegak hukum menetapkan perusahaan yang areal kerjanya terbakar sebagai tersangka.”
Penegakan hukum, katanya, harus paralel dengan evaluasi perizinan, terutama perusahaan yang berulang kali terbakar. “Termasuk memiliki catatan pelanggaran lingkungan hidup lainnya. Sudah selayaknya izin perusahaan-perusahaan tersebut dicabut.”

*****