- Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memenangkan gugatan lingkungan hidup terhadap PT Banyu Kahuripan Indonesia (PT BKI) yang diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp282,883 miliar.
- Periode Juli 2025, Sumatera Selatan berada dalam status waspada tinggi terkait potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan ribuan hotspot tersebar di 17 kabupaten/kota.
- Pembakaran lahan dapat merusak ekosistem gambut secara irreversible atau tidak dapat pulih kembali fungsinya seperti sediakala atau semula.
- Tidak hanya kebakaran, lahan gambut yang rusak juga meningkatkan resiko tinggi banjir. Sumatera Selatan merupakan wilayah dengan kerentanan lahan banjir tertinggi di regional Sumatera.
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memenangkan gugatan lingkungan hidup terhadap PT Banyu Kahuripan Indonesia (PT BKI), perusahaan perkebunan dan pengolahan minyak sawit di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, pasa Selasa (8/7/2025), menghukum perusaahan tersebut untuk membayar ganti lingkungan hidup sebesar Rp282,883 miliar.
“Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta ini memberikan pembelajaran kepada setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan,” terang Rizal Irawan, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, dalam siaran pers KLH/BPLH, Rabu (9/7/2025).
Dodi Kurniawan, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa putusan ini mencerminkan komitmen KLH/BPLH dalam menindak tegas pelaku pembakaran lahan.
“Kami akan terus melakukan upaya hukum agar seluruh gugatan perdata lingkungan hidup dapat dikabulkan seluruhnya, demi kelestarian fungsi lingkungan hidup (ex aequo pro natura),” paparnya.
Gugatan berawal dari insiden kebakaran seluas 3.365,64 hektar di area PT BKI. Kebakaran ini mengakibatkan kerusakan lingkungan parah, termasuk lahan, polusi udara, hilangnya keanekaragaman hayati, dan menghambat target iklim pemerintah, khususnya upaya pencapaian Folu Net Sink 2030.
PT BKI merupakan perusahaan perkebunan sawit yang berdiri sejak 2004. Ia anak perusahaan PT Dhanista Surya Nusantara yang merupakan cabang dari PT Gudang Garam. Terletak di Desa Karang Agung, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan ini memiliki luas lahan tanam sekitar 15.000 hektar yang semuanya berada di Kecamatan Lalan (Tuti Ertika Sari, 2021).
Basuki Wasis, ahli kerusakan tanah dan lingkungan, mengatakan bahwa pemerintah dan negara perlu melakukan pengawasan terhadap tinggi muka air gambut <40 sentimater (PP Nomor 71 tahun 2014 dan PP Nomor 57 tahun 2016) pada lahan gambut milik korporasi/perusahaan, dan membangun sistem tata air serta pengawasan pada lahan milik masyarakat.
“Hal tersebut diperlukan untuk menjaga tanah gambut selalu basah dan tidak mudah terbakar,” jelasnya.
Ida Bagus Dwi Yantara, Hakim Anggota Majelis II, berpendapat bahwa pemulihan lingkungan seharusnya tidak hanya terbatas pada wilayah gambut yang terbakar.
“Harus mencakup seluruh lahan yang terdampak kebakaran tanpa terkecuali,” katanya.
Adapun ganti rugi, terdiri dari kerugian ekologis dengan rincian sebagai berikut:
- Penyimpanan air: Rp215.218.140.000
- Pengaturan tata air: Rp100.969.200
- Pengendalian erosi: Rp4.122.909.000
- Pembentuk tanah: Rp168.282.000
- Pendaurulangan unsur hara: Rp15.515.600.400
- Pengurai limbah: Rp1.464.053.400
- Keanekaragaman hayati: Rp9.087.228.000
- Sumber daya genetik: Rp1.379.912.400
- Pelepasan karbon: Rp681.542.100
- Penurunan karbon: Rp238.539.735

Waspada kebakaran hutan lahan
Setiap tahun, rawa gambut di Sumatera Selatan terbakar. Ekosistem penting namun rentan ini, sekitar 1,73 hektar dari luasan lahan basah sekitar 3 juta hektar -yang terhubung langsung dengan lanskap Sungai Musi.
Sebagian besar rawa gambut di Sumatera Selatan berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan luas 769 ribu hektar dan Kabupaten Musi Banyuasin sekitar 593.311 hektar.
Berdasarkan penelitian HaKI (Hutan Kita Institut), rawa gambut di Sumatera Selatan yang berubah fungsi seluas 1.123.119 hektar. Sekitar 17 perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) menguasai rawa gambut seluas 559.220 hektar, 70 perusahaan sawit seluas 231.741 hektar, serta 332.158 hektar dijadikan permukiman (transmigran), perkebunan rakyat, pabrik, dan jalan.
Alih fungsi ini sejalan dengan berulangnya kejadian kebakaran hutan di area konsesi sejumlah perusahaan. Pada 2023, Walhi Sumsel mencatat 5.000 hektar karhutla terjadi di lokasi konsesi perusahaan perkebunan, hutan tanaman industri, dan pertambangan.
Peristiwa ini berlanjut dengan disegelnya 11 perusahaan perkebunan di OKI oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK).
Pada 2024, HaKI mencatat hotspot dan firespot yang terdeteksi di kawasan konsesi perkebunan dan kehutanan, totalnya 326 titik. Rinciannya, 154 di konsesi perkebunan dengan 57 firespot dan 172 titik di konsesi kehutanan dengan firespot 28 titik.
Tahun 2025, hingga 14 Juli, BPBD Sumatera Selatan mencatat terjadi 33 kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumsel. Dari total kejadian, Ogan Ilir paling banyak terjadi karhutla.
“Karhutla juga terjadi di Muba dan PALI sebanyak 2 kasus. Sedangkan, di Kabupaten Lahat, Ogang Komering Ilir (OKI), dan Kota Prabumulih masing-masing 1 kejadian,” kata M Iqbal Alisyahbana, Kepala Pelaksana BPBD Sumsel, dikutip dari antaranews.com.

Dikutip dari kompas.id, Sumatera Selatan berada dalam status waspada tinggi terkait potensi karhutla. Dalam rentang 1-24 Juli 2025, jumlah hotspot yang terpantau di Sumsel mencapai 1.104 titik.
Berdasarkan data hotspot dari Lapan yang diterima BPBD Sumsel per Kamis (24/7/2025), sebaran 1.104 titik ini berada di 17 kabupaten/kota. Angka tersebut menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya pada 2025: Juni (576), Mei (523), April (216), Maret (100), Februari (66), dan Januari (45).
Dari total hotspot tersebut, Musi Banyuasin menjadi daerah dengan jumlah terbanyak yaitu 247 titik. Disusul Musi Rawas Utara (176), Musi Rawas (171), dan Muara Enim (148). Sementara itu, 13 kabupaten/kota lainnya memiliki kurang dari 100 titik hotspot, dengan Prabumulih dan Lubuk Linggau masing-masing 2 titik, Palembang 3 titik, dan OKU Selatan 9 titik.

Tidak dapat pulih
Basuki Wasis memaparkan, pembakaran lahan dapat merusak ekosistem gambut secara irreversible.
“Irreversible adalah tanah gambut yang mengalami kekeringan maka tidak dapat pulih kembali fungsinya seperti sediakala atau semula. Namun, jika tanah gambut terbakar maka akan musnah atau hilang,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Jumat (18/7/2025).
Lebih lanjut, tanah gambut yang terbakar akan mengalami kerusakan berupa subsiden tanah gambut, kematian flora dan fauna, dan kerusakan sifat tanah.
“Tanah gambut yang terbakar tidak dapat kembali seperti semula, sehingga perlu dilakukan pemulihan fungsinya pada tanah gambut yang terbakar.”
Menurut Basuki, dalam jangka panjang kerusakan tanah gambut dapat menimbulkan berbagai bencana. “Ini termasuk kebanjiran, kekeringan, penurunan produktivitas lahan, kemiskinan masyarakat, dan perubahan iklim.”
Laporan Pantau Gambut (2025), memaparkan empat temuan kunci terkait penelitian pada tiga regional KHG (Kesatuan Hidrologis Gambut) di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Pertama, degradasi lahan gambut akibat alih fungsi lahan dan drainase dengan metode yang tidak berkelanjutan telah mengubah lanskap hidrologi di Indonesia. Terutama, di wilayah dengan konsentrasi lahan gambut tinggi seperti Kalimantan dan Sumatera. Kerusakan lahan gambut menyebabkan hilangnya kemampuan menyerap air, sehingga meningkatkan risiko banjir.
Kedua, penurunan muka tanah gambut yang signifikan memperparah kerentanan, karena air hujan yang tidak dapat tertampung dengan baik akan menggenangi permukaan tanah dan menyebabkan banjir.
Ketiga, degradasi lahan gambut pesisir telah mengakibatkan penurunan muka tanah yang signifikan dan meningkatkan risiko banjir rob.
Keempat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan merupakan tiga provinsi dengan tingkat kerentanan banjir tinggi akibat kerusakan lahan gambut.
Di regional Sumatera, wilayah Sumatera Selatan memiliki luas kerentanan lahan banjir tertinggi, sekitar 1 juta hektar, yang sekitar 49 persen merupakan wilayah KHG rentan banjir.
Pantau Gambut mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk melakukan pencegahan degradasi ekosistem gambut lebih lanjut, berbasis ekosistem hidrologis.
“Pengelolaan lahan gambut tidak boleh hanya berfokus pada mitigasi kebakaran hutan, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap siklus hidrologis dan risiko bencana banjir,” tulis laporan tersebut.
Referensi:
Pantau Gambut. (2025). Tenggelamnya Lahan Basah “Bukan Hanya Kebakaran yang Menjadi Ancaman Ekosistem Gambut.” https://pantaugambut.id/storage/widget_multiple/indtenggelamnya-lahan-basah-xwoPf.pdf
Tuti Ertika Sari. (2021). Dampak Rendahnya Harga Crude Palm Oil (CPO) Kelapa Sawit Terhadap Konsumsi Keluarga Karyawan Harian Lepas PT. Banyu Kahuripan Indonesia Di Desa Karang Agung Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin [Universitas Muhammadiyah Palembang]. https://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16426/1/412015057_BAB%20I_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
*****