- Balap perahu layar makin lama makin meriah. Banyak nelayan yang turun berkompetisi dengan perahu layar, mereka memiliki beragam teknik agar laju perahu menjadi yang terdepan. Dulu, nelayan Kenjeran memang gunakan perahu layar, sebelum berubah. Balap perahu layar ini jadi semacam upaya menjaga tradisi.
- Kini, balap perahu layar terancam kehadiran proyek Surabaya Waterfront Land (SWL). Sebuah proyek reklamasi, menguruk pesisir Kenjeran menjadi perumahan mewah. Lokasi pacu perahu layar berada di titik proyek yang sempat hadi proyek strategis nasional (PSN) ini.
- Mahasiswa ITS secara rutin setiap tahun menyelenggarakan kontes balap perahu layar. Perahu layar sangar bergantung dengan kondisi alam, angin dan ombak.
- Balap perahu layar terancam kehadiran proyek Surabaya Waterfront Land (SWL). Sebuah proyek reklamasi, menguruk Pesisir Kenjeran menjadi perumahan mewah. Lokasi pacu perahu layar berada di titik yang akan menjadi PSN tersebut.
- Komunitas nelayan, dan Pemerintah Kota Surabaya mempromosikan balap perahu layar menjadi atraksi wisata andalan di pantai Kenjeran, Surabaya.
Panas menyengat, Sukardi, 52 tahun, memegang batang bambu berujung bola api. Api menjilat-jilat membakar kerak perahu yang menempel di bagian bawah perahunya yang terbuat dari kayu. Sejenak kemudian, ia menambal beberapa bagian perahu yang telah lapuk itu.
“Merawat perahu kayu, ini alat utama mencari ikan,” katanya.
Selain itu, aktivitas merawat perahu kayu untuk lomba perahu layar yang mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, adakan. Sukardi juga tengah menyiapkan layar perahu yang akan digunakan dalam kompetisi.
Sebelum menggunakan motor seperti sekarang ini, tradisi nelayan Kenjeran, Surabaya pakai perahu layar untuk menangkap ikan. Layar terbuat dari kain putih polos, tanpa gambar dan ornamen. Sejak dua dekade terakhir perahu layar itu mulai mereka tinggalkan lantaran nelayan nilai tidak efektif lagi karena bergantung dengan alam. Angin menjadi penentu laju perahu.
Perahu tradisional nelayan Kenjeran dibuat dengan teknik shell-first construction, yakni, dengan membuat rangka lambung terlebih dulu. Setelah itu, menyusun papan yang diperkuat dengan pasak besi. Pasak besi menjadi pengganti pasak kayu, karena lebih praktis dan menghemat waktu. Agar kedap air, dinding perahu dilapisi lapisan kulit kayu putih diantara papan kayu.
Lomba perahu layar semakin lama semakin meriah. Banyak nelayan yang turun berkompetisi dengan perahu layar, mereka memiliki beragam teknik agar laju perahu menjadi yang terdepan. “Seperti layar dibuat semakin besar,” kata Sukardi.
Dia melaut sejak usia 20 tahun. Secara turun temurun, dia mewarisi teknik perahu layar.
Kini, untuk kompetisi nelayan menggunakan layar dari plastik dan diberi gambar dan warna-warni yang menarik perhatian pengunjung. Tak hanya berkompetisi, Sukardi juga berharap bisa mewariskan ilmu nelayan tradisional. Terutama merawat budaya maritim menggunakan perahu nelayan.

Terancam reklamasi
Namun, balap perahu layar terancam kehadiran proyek Surabaya Waterfront Land (SWL). Sebuah proyek reklamasi, menguruk pesisir Kenjeran menjadi perumahan mewah. Lokasi pacu perahu layar berada di titik proyek yang sempat hadi proyek strategis nasional (PSN) ini.
Selain itu, juga mengancam pekerjaan utama nelayan. Sukardi mengatakan, rerata setiap hari mendapat penghasilan antara Rp300.000-Rp500.000. Bahkan, pernah sehari dia dapat Rp1 juta. “Pendapatan menurun sejak 10 tahun ini. Apalagi ada reklamasi, kami mau kerja apa?”
Akhir tahun lalu, sebanyak 23 tim mengikuti balap perahu layar bertajuk Surabaya Fisherman Sailing Competition (SFSC). Kompetisi ini yang menyelenggarakan mahasiswa Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS.
Andika Putra Ramadhan, Ketua Panitia SFSC, menjelaskan, setiap tim perahu layar terdiri atas tiga nelayan. Masing-masing memiliki tugas berbeda. Satu orang sebagai joki yang mengendalikan laju perahu dengan menentukan arah layar. Sedangkan dua orang lainnya, membantu mengendalikan perahu.
Setiap tim menyelesaikan dua putaran dengan jalur berbentuk R yang dikenal lebih sulit dibanding jalur U. Lomba perahu layar dikenal paling sulit dalam mengendalikan angin untuk menggerakkan layar perahu.
Kompetisi diselenggarakan mahasiswa ITS untuk melestarikan tradisi balap perahu tradisional. Perahu tradisional, katanya, merupakan budaya bahari yang diwariskan secara turun temurun untuk mencari ikan di pesisir Kenjeran, Surabaya.
“Zaman sekarang hampir tak ada nelayan yang menggunakan perahu layar untuk menangkap ikan,” katanya.
Saat ini, para nelayan menggunakan kapal mesin yang dimodifikasi menggunakan beragam motor diesel dan bensin.
Mahasiswa ITS rutin menyelenggarakan kontes cepat perahu layar. Perahu layar sangar bergantung dengan kondisi alam, angin dan ombak. Jadi, banyak nelayan tertantang untuk berkompetisi dan beradu keterampilan menggunakan perahu layar. Perahu layar mulai ditinggalkan, mahasiswa ITS, ingin membangkitkan dan merawat tradisi perahu layar.
“Sekarang anak muda suka yang vintage atau retro. Ya old style,” katanya.
Sedangkan secara teknis perkapalan itu, perahu layar sangat berbeda dari yang dipelajari di kampus. Lantaran secara kurikulum mereka tidak mempelajari kapal bertenaga angin. Sehingga mereka tertarik turut belajar teknik perahu layar tradisional.
Dari perahu layar, dia belajar cara kerja layar yang menggerakkan laju perahu. Apalagi, laju arah angin berbeda, dan mengembangkan layar yang bisa dimanfaatkan menggerakkan arah perahu sesuai keinginan joki.
“Datangnya angin tidak satu arah tapi dari belakang dari samping tapi perahu tetap bisa melaju ke depan,” katanya.
Pengetahuan itu, dia peroleh secara turun-temurun. Secara teknis, dia tak tahu dan tengah belajar dengan para nelayan. Andika penasaran dan tertarik belajar perahu layar, termasuk membahas secara ilmiah pengetahuan tradisional nelayan tersebut.
Dia berharap, kedepan kompetisi perahu nelayan tetap berlangsung dan menjadi tetenger bagi generasi ke generasi dengan teknologi maritim yang diwariskan para leluhur.
Masyarakat pesisir Kenjeran, katanya, menggantungkan hidupnya dengan aktivitas bahari sebagai nelayan. Mereka menangkap, dan mengolah ikan untuk kebutuhan masyarakat Jawa Timur.
“Laut menjadi urat nadi nelayan Kenjeran Surabaya,” katanya.
Kini, lomba perahu layar terancam dengan kehadiran proyek SWC, proyek reklamasi, yang akan menguruk pesisir Kenjeran menjadi daratan terbangun. Lokasi jalur kompetisi berada situ.
“Nelayan secara ekonomi menggantungkan diri atas hasil laut. Nelayan terancam reklamasi, budaya bahari bisa punah. Termasuk perahu layar,” katanya.

Potensi wisata bahari
Hudaya, Camat Bulak, Surabaya mengatakan, balap perahu layar merupakan salah satu kearifan lokal pesisir Kenjeran. Para nelayan, katanya, terlatih dan teruji mengarungi terjangan gelombang. Sekaligus memadukan dengan keahlian dan ketangkasan memainkan layar untuk melaju perahu layar.
“Perahu layar ini berpotensi menjadi agenda wisata,” katanya.
Bersama komunitas nelayan, dan Pemerintah Kota Surabaya mempromosikan balap perahu layar menjadi atraksi wisata. Wisatawan berasal dari sekitar Surabaya dan berbagai kota di Jawa Timur. Awalnya, kata Hudaya, perahu layar menjadi hiburan usai melaut mencari ikan dan kerang.
Balap perahu layar, katanya, biasa dilangsungkan di masing-masing kampung. Balap perahu layar menjadi agenda rutin dan ikon wisata di pesisir Kenjeran, Surabaya. Momen ini akan menjadi agenda tahunan dan dilakukan secara besar-besaran.
Robert, penonton jauh-jauh datang dari Samarinda mau melihat balap perahu layar. Dia sengaja menginap di hotel tak jauh dari pantai Kenjeran, agar bisa berlama-lama berinteraksi dengan nelayan Kenjeran. Selain itu, ia ingin belajar mengemudikan perahu layar.
*****