- Orangutan merupakan satu-satunya kera besar di Asia, yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
- Tiga spesies orangutan hidup di Indonesia yaitu Pongo pygmaeus(orangutan kalimantan), Pongo abelii (orangutan sumatera), dan Pongo tapanuliensis (orangutan tapanuli).
- Sebagai spesies kunci, orangutan berperan penting menebar biji berbagi jenis buah di hutan, habitat mereka.
- Keputusan Nadine Adrianna Sugianto (34), terjun ke dunia konservasi bukan kebetulan. Doktor dari University of Oxford ini secara sadar memilih bekerja di hutan tropis Kalimantan Timur.
Penampilannya sederhana, namun perempuan ini menyimpan kisah luar biasa. Cerita pilihan hidup, tentang keberanian mengikuti kata hati dan cinta yang begitu dalam pada satwa liar, terutama orangutan kalimantan.
Keputusan Nadine Adrianna Sugianto (34), terjun ke dunia konservasi bukan kebetulan. Doktor dari University of Oxford ini secara sadar memilih bekerja di hutan tropis Kalimantan Timur.
“Orangutan itu spesial, tidak ada di negara lain, jadi sangat berharga. Kita memiliki tiga jenis orangutan yang semuanya berstatus kritis. Itulah kenapa saya memilih dunia konservasi, karena ada mereka yang harus saya jaga. Awalnya, saya memang senang satwa,” ungkap Nadine yang menjabat Kepala Penelitian Hibah dan Kesejahteraan di Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF).
Bersama BOSF, Nadine memainkan peran kunci dalam menjamin kesejahteraan orangutan, mengelola dana hibah, dan merancang program rehabilitasi berbasis ilmu pengetahuan.
“Aku memilih pendidikan kedokteran hewan yang sifatnya konservasi. Ini sangat membantu konservasi satwa, khususnya Indonesia,” paparnya, awal Juni 2025.
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar di Asia, yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Mayoritas, sekitar 85 persen, orangutan terdapat di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan), sementara 15 persen berada di Sabah dan Sarawak, Malaysia.
Dikutip dari situs orangutan.or.id, tiga spesies orangutan hidup di Indonesia yaitu Pongo pygmaeus (orangutan kalimantan), Pongo abelii (orangutan sumatera), dan Pongo tapanuliensis (orangutan tapanuli).
Sebagai spesies kunci, orangutan berperan penting menebar biji berbagi jenis buah di hutan, habitat mereka. International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan ketiga spesies ini berstatus Kritis (Critically Endangered/CR), atau satu langkah lagi menuju kepunahan di alam liar (Extinct In The Wild/EW).

Tantangan konservasi orangutan
Nadine biasanya turun ke hutan Kehje Sewen yang dikelola PT Restorasi Habitat Orangutan Indoensia (RHOI) di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Baginya, memahami makhluk hidup yang terluka atau terancam punah, tak cukup hanya melalui angka dan laporan, tetapi melalui interaksi dan empati di habitatnya.
“Orangutan tidak bisa berbicara sendiri, kita membantu mereka menyuarakan apa yang mereka rasakan. Jadi, harus tahu kondisi mereka di habitatnya.”
Tantangan konservasi, menurut Nadine, bukan semata teknis atau logistik, melainkan juga menyangkut kesadaran publik, konflik kepentingan, bahkan politik. Konservasi adalah kerja panjang yang tak selalu mendapat sorotan, namun hasilnya berdampak luas bagi generasi mendatang.
“Semua orang punya kesempatan, tapi interest saya pada orangutan. At the same time kita diberi kebebasan untuk membantu, tidak hanya dari segi scientific just for scientific purposes tapi untuk membantu kegiatan konservasi dari segi management. Saya sangat beruntung bisa bergabung di bagian riset,” jelasnya.
Kehje Sewen merupakan nama hutan yang diadopsi dari bahasa lokal Dayak Wehea berarti orangutan. Kehje Sewen artinya ‘hutan bagi para orangutan’.
PT RHOI, merupakan perusahaan yang didirikan BOSF untuk mengelola hutan seluas 86.593 hektar, di Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sejak 18 Agustus 2010. Konsesi ini merupakan tempat pelepasliaran orangutan dengan habitat yang layak, terlindungi, dan berkelanjutan bagi orangutan selama 60 tahun, dengan opsi perpanjangan 35 tahun.

Kiprah perempuan di dunia konservasi
Yaya Rayadin, peneliti orangutan dan konservasi dari Universitas Mulawarman, mengungkapkan pentingnya keterlibatan perempuan dalam dunia konservasi.
Dalam upaya pelestarian lingkungan yang makin mendesak, peran perempuan dalam dunia konservasi terbukti sangat vital. Dari hutan hujan tropis Kalimantan hingga kawasan pesisir di Papua, sosok-sosok perempuan hadir sebagai motor penggerak perlindungan alam.
“Perempuan memiliki perspektif hebat, terutama dalam pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Selain itu perempuan selalu fokus dalam bekerja, hal itu sangat dibutuhkan dalam dunia konservasi,” paparnya, Sabtu (28/6/2025).

Dijelaskan Yaya, dirinya sudah banyak mengenal para peneliti perempuan yang berkecimpung di dunia konservasi. Mereka tidak hanya sebagai pelaku lapangan, namun juga menempati posisi strategis dalam pengambilan kebijakan. Bahkan, perempuan memiliki kemampuan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga keanekaragaman hayati.
“Dalam dunia konservasi, mereka adalah pilar utama dalam pelestarian lingkungan hidup. Perempuan juga memiliki pengetahuan berharga dalam merawat alam dan memahami nilai-nilai kearifan lokal masyarakat.”
Yaya menegaskan, dengan meningkatnya ancaman terhadap lingkungan, keterlibatan perempuan dalam konservasi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan.
“Banyak pihak mendorong kebijakan afirmatif agar keterlibatan perempuan dalam konservasi semakin diperkuat,” tegasnya.
*****