- Bea Cukai Kualanamu, Sumatera Utara, menggagalkan upaya penyelundupan ribuan satwa melalui terminal Keberangkatan Internasional, Minggu (8/6/2025). Petugas mengamankan barang bukti 6.527 kupu-kupu mati, 200 tarantula hidup, serta 20 kelabang atau lipan hidup dengan nilai ekonomi Rp299.770.000.
- Fadli Rahman, Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B (KPPBC TMP B) Kuala Namu, menjelaskan, satwa dan pelaku mereka serahterimakan ke Karantina Pertanian Kelas II Medan di Kualanamu. Kemudian akan menitipkan satwa ke BBKSDA Sumut untuk identifikasi dan penyelamatan.
- Kairi Arif, Periset dari Bio Wildlife, menduga, pelaku merupakan jaringan lama pengedar dan perdagangan satwa dilindungi dan tidak dilindungi ini. Kejahatannya terorganisir dengan jaringan luas dan kuat.
- Gunung Gea, Ketua Yayasan Scorpion Indonesia, mengapresiasi pembongkaran penyelundupan dan perdagangan satwa liar ilegal di Kualanamu ini. Menurutnya, ada peningkatan kinerja dan komitmen aparat dalam penegakan hukum kejahatan tumbuhan dan satwa liar.
Bea Cukai Kualanamu, Sumatera Utara, menggagalkan upaya penyelundupan ribuan satwa melalui terminal Keberangkatan Internasional, Minggu (8/6/2025). Petugas mengamankan barang bukti 6.527 kupu-kupu mati, 200 tarantula hidup, serta 20 kelabang atau lipan hidup dengan nilai ekonomi Rp299.770.000.
Satwa tersebut masuk dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Bea Cukai menduga Asmono, pelakunya, salah satu jaringan perdagangan satwa liar dilindungi skala internasional. Penangkapan terjadi saat dia akan berangkat naik maskapai Air Asia tujuan Hanoi, Vietnam.
Fadli Rahman, Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B (KPPBC TMP B) Kuala Namu, menjelaskan, satwa dan pelaku mereka serahterimakan ke Karantina Pertanian Kelas II Medan di Kualanamu. Kemudian akan menitipkan satwa ke BBKSDA Sumut untuk identifikasi dan penyelamatan.
“Kami akan memperketat pengawasan untuk mempersempit ruang gerak para pelaku penyelundupan satwa ilegal ke luar negeri, termasuk mengidentifikasi modus-modus penyelundupan jaringan ini,” ucapnya.
Pelaku, lanjutnya, mengaku tidak memiliki izin persyaratan serta lalu lintas perdagangan di dalam maupun luar negeri, sebagaimana termaktub dalam Undang-undang 21/2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Satwa-satwa ini berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Papua, Sumatera, Ambon, dan kepulauan Makassar, yang pelaku beli melalui daring.
Kairi Arif, Periset dari Bio Wildlife, menduga, Asmono merupakan jaringan lama pengedar dan perdagangan satwa dilindungi dan tidak dilindungi. Kejahatannya terorganisir dengan jaringan luas dan kuat.
Jaringan ini, katanya, memiliki modus operandi beragam. Mulai dari perburuan di habitat asli, kepemilikan, pemeliharaan hingga upaya mengeluarkan atau memasukkan tumbuhan dan satwa liar dari atau ke suatu wilayah secara diam-diam, untuk menghindari bea cukai atau peraturan lainnya.
“Penyelundupan tumbuhan dan satwa liar, terjadi di berbagai lokasi baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional dan pelaku diduga kuat merupakan bagian jaringan itu mengingat cara kerjanya yang begitu rapi dan dia terlihat sangat tenang ketika menjalankan aksinya,” ujarnya pada Mongabay, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, lokasi penyelundupan merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, titik transportasi strategis, atau pasar gelap yang kuat. Daerah yang jadi target perburuan dan penangkapan meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau-pulau kecil serta pesisir.
Tempat penjualan tumbuhan dan satwa liar ilegal kerap terjadi di pasal lokal, media sosial, marketplace, serta perdagangan internasional. Pelaku, ucapnya, menggunakan jalur laut dan udara untuk ke luar Indonesia.
“Penyeludupan tumbuhan dan satwa liar adalah masalah kompleks yang didorong oleh nilai ekonomi tinggi dan keuntungan besar. Permintaan pasarnya kuat untuk pengobatan tradisional, peliharaan, produk fashion, hingga perhiasan dan konsumsi.”
Sementara masyarakat tergoda jadi pelaku perburuan karena kebutuhan ekonomi. Selain itu, penegakan hukum yang lemah pun jadi salah satu faktor masifnya perburuan serta perdagangan satwa dan tumbuhan liar.
Menurut Kairi, proses penyelundupan terjadi dalam beberapa tahap. Mulai dari perolehan atau pengambilan (sourcing), penampungan atau konsolidasi (staging/consolidation), pengemasan (packaging), pengangkutan (transportation), dan penjualan atau distribusi (sale/distribution).

Peningkatan komitmen
Gunung Gea, Ketua Yayasan Scorpion Indonesia, mengapresiasi pembongkaran penyelundupan dan perdagangan satwa liar ilegal di Kualanamu ini. Menurutnya, ada peningkatan kinerja dan komitmen aparat dalam penegakan hukum kejahatan tumbuhan dan satwa liar.
Catatannya selama 10 tahun terakhir, tidak banyak pembongkaran kasus serupa. “Tapi saya akui 2 tahun terakhir ada peningkatan pengungkapan wildlife trafficking. Ini bagus dan harapannya ke depan akan semakin meningkat,” ucapnya pada Mongabay, Kamis (12/6/2025).
Dia bilang, beberapa instansi, khususnya BKSDA, Gakkum, Bea Cukai dan Karantina merespons cepat apabila ada aduan atau informasi kepemilikan atau pemeliharaan satwa ilegal hingga upaya penyelundupannya. Hal yang sukar terlihat tahun 2015-2019.
“Gerakan yang lambat, sistem yang berbelit-belit dan koordinasi antara atasan serta bawahan kurang begitu baik sehingga kerja-kerja di lapangan juga sedikit mengalami hambatan.”
Kondisi ini berubah seiring makin munculnya kesadaran pentingnya menjaga ekosistem. Menurutnya, kesadaran kolektif ini jadi ancaman jaringan perdagangan satwa liar dalam menjalankan aksi.
Namun, masih ada penyelundupan satwa liar yang lolos ke luar negeri lewat udara dan laut. Hal ini, katanya, tidak lepas dari praktik korup oknum petugas yang bermain dengan kelompok jaringan penyelundupan satwa liar.
Karena itu, memberantas praktik korup petugas, memperketat penjagaan pintu keluar domestik atau internasional di bandara dan pelabuhan serta jalur tikusnya di Selat Malaka, akan mampu persempit ruang gerak jaringan ini.
Di tingkat tapak, juga harus ada peningkatan operasi pengamanan kawasan hutan yang jadi habitat satwa endemik Sumatera. Sebab, memutus mata rantai dari tapak akan mengurangi operasi jaringan perdagangan satwa ilegal.
“Patroli kawasan juga tak boleh dilupakan karena itu penting agar pemburu tak masuk ke dalamnya. Tambah atau rekrut petugas dan menggandeng mitra konservasi juga akan bagus dalam pencegahan perburuan hingga perdagangan satwa liar dilindungi.”

*****