- Walhi Kalimantan Tengah (Kalteng) laporkan 12 korporasi yang mereka duga melakukan pelanggaran tata kelola dan lingkungan hidup ke Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, akhir Mei lalu. Perusahaan-perusahaan ini di antaranya 5 perusahaan sawit, 5 korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI), dan 2 tambang batubara.
- Janang Firman Palanungkai, Manajer Advokasi, Kampanye, dan Kajian Walhi Kalteng, menyebut masing-masing sektor memiliki jenis pelanggaran tata kelola, lingkungan hidup, dan sosial-ekonomi. Di sektor sawit, dugaan pelanggaran meliputi maladministrasi perizinan, pembukaan lahan di gambut lindung dan budidaya.
- Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Eksekutif Nasional, mendorong KLH dan Kemenhut menindak pidana korporasi yang telah terbukti melanggar hukum berulang kali.
- Hendra Nur Rofiq, Kasubdit Penanganan Pengaduan Kehutanan, Ditjen Gakkum Kemenhut, saat Mongabay hubungi membenarkan aduan Walhi Kalteng terhadap sembilan korporasi yang diduga melanggar hukum kehutanan.
Walhi Kalimantan Tengah (Kalteng) laporkan 12 korporasi yang mereka duga melakukan pelanggaran tata kelola dan lingkungan hidup ke Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, akhir Mei lalu. Perusahaan-perusahaan ini di antaranya lima perusahaan sawit, lima korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI), dan dua tambang batubara.
Janang Firman Palanungkai, Manajer Advokasi, Kampanye, dan Kajian Walhi Kalteng, menyebut, masing-masing sektor memiliki jenis pelanggaran tata kelola, lingkungan hidup, dan sosial-ekonomi. Di sektor sawit, dugaan pelanggaran meliputi maladministrasi perizinan, pembukaan lahan di gambut lindung dan budidaya.
Lalu, pencemaran lingkungan, pembiaran kebakaran hutan, serta pelanggaran prinsip sertifikasi RSPO dan ISPO, yang berdampak pada konflik lahan, penggusuran ruang hidup, sulitnya akses masyarakat untuk rekrutmen untuk bekerja di perusahaan.
“Di sektor HTI, ditemukan dugaan pelanggaran prinsip FPIC, pengurangan ruang hidup hayati, pembiaran kebakaran, adanya aktivitas di fungsi ekosistem gambut baik lindung dan budidaya,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta.
Menurut dia, perusahaan juga melakukan pola kemitraan yang cenderung merugikan masyarakat. Lalu, melakukan penyelewengan dana sosial (CSR).
Di sektor tambang Batubara, dugaan pelanggaran mencakup manipulasi pembuangan limbah, pencemaran ke sungai, dugaan korupsi, pelanggaran ketenagakerjaan, dan perizinan yang tidak transparan.
“Berdampak berupa konflik tanah, intimidasi, pembebasan lahan yang tidak adil, dan dugaan penyalahgunaan dana CSR.”
Pemerintah, katanya, dapat menindak perusahaan pelanggar dalam tiga aspek hukum, administrasi, perdata, dan pidana.
“Aspek perdata dan administrasi juga bisa dilakukan, peluang besar bagi Gakkum KLH dan Kehutanan (untuk menindak).”
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Eksekutif Nasional, mendorong Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menindak pidana korporasi yang terbukti melanggar hukum berulang kali.
“Kita dorong sanksi pidana terhadap korporasi yang sudah berulang kali melakukan kejahatan korporasi,” katanya dalam kesempatan sama.
Sanksi pidana penting untuk memberikan efek jera pada korporasi. Apalagi yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, kerusakan sungai, hingga pencemaran mata air warga.

Pembukaan gambut dan pencemaran
Janang bilang, terdapat lima perusahaan sawit yang melakukan pembukaan lahan di fungsi ekosistem gambut lindung dan budidaya. Yaitu PT Globalindo Agung Lestari (GAL), PT Mulia Agro Permai (MAP), PT Maju Aneka Sawit (MAS), PT Mitra Karya Agroindo (MKA), dan PT Gawi Bahandep Sawit Mekar (GBSM).
Korporasi ini, bisa kena Pasal 30 Peraturan Pemerintah (PP) 57/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dengan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan. Kalau tidak melakukannya, maka mereka bisa kena sanksi administratif berupa paksaan pemerintah, juga, pembekuan izin lingkungan.
“Bisa kena Pasal 41 PP 71/2014 dengan sanksi berupa paksaan pemerintah dan dapat ditindaklanjuti apabila tidak melaksanakan ketentuan paksaan tersebut dengan pembekuan perizinan berusaha dan pencabutan perizinan berusaha.”
Sementara, dua tambang batubara, PT Tibawan Energi Indonesia (TEI) dan PT Multi Perkasa Lestari (MPL), katanya, mencemari lingkungan dari pengelolaan limbah tak sesuai prosedur. Dua korporasi di Barito Timur itu diduga melanggar Pasal 69 Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 82B ayat (2) beleid itu, perusahaan dapat kena sanksi administratif dan mewajibkan untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup atau tindakan lain yang diperlukan.
“Serta dengan ketentuan pidana jika dianggap pemberian sanksi administratif tidak dilaksanakan serta ditemukan hal-hal sebagaimana yang ada di Pasal 98 UU PPLH.”
Di sektor kehutanan, lima HTI, PT Industrial Forest Plantation (IFP), PT Kalteng Green Resources (KGR), PT Baratama Putra Perkasa (BPP), PT Borneo Ikhsan Sejahtera (BIS), PT Siemon Agro (SA), Jangan duga melakukan mal administrasi perizinan.
Karena itu, Kemenhut harus mengevaluasi IUPHHK-HTI sesuai dengan UU 41/1999 tentang Kehutanan dan juga di Permen LHK Nomor 62 Tahun 2019 tentang Pembangunan HTI. “Serta melihat kembali kesesuaian RKU dan RKT masing-masing korporasi yang ada,” katanya.
Janang bilang, ada lima perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di area perizinan berusaha mereka, yaitu, GAL, GBSM, KGR, BIS, serta SA.
Menurut dia, kebakaran hutan yang terjadi di area perizinan berusaha merupakan tanggung jawab korporasi. Sesuai Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU 41/1999 tentang Kehutanan.
Juga, Pasal 56 UU 39/2014 tentang Perkebunan yang melarang pelaku usaha membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar. “Menurut Pasal 78 ayat (2) dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp7,5 miliar.”
Selain itu, dalam hal perizinan HTI, dapat kena sanksi berupa pembekuan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) berdasarkan Pasal 364 Permen LHK 8/2021. Pencabutan izin juga bisa terjadi jika mereka tidak melaksanakan sanksi administratif.
“Kementerian Kehutanan dapat melakukan penyidikan serta pengawasan dalam leading sector Gakkum untuk memberikan sanksi sesuai peraturan terkait kebakaran areal perusahaan.”
Walhi Kalteng juga menyebut tiga perusahaan sawit yang melakukan aktivitas di kawasan hutan, yakni, MAP, MAS dan MA.
Menurut Janang, Pasal 18 UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, korporasi yang melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dapat kena sanksi administratif berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan izin usaha, dan pencabutan perizinan berusaha.

Respons perusahaan dan pemerintah
Mongabay mengirimkan surat permohonan konfirmasi kepada delapan korporasi yang Walhi Kalteng sebut melanggar hukum lingkungan. Surat Mongabay kirim langsung ke alamat kantor perusahaan, juga lewat email resmi mereka, 11 Juni 2025.
Namun, hingga berita ini terbit, baru dua perusahaan yang menjawab konfirmasi kami. Yaitu dari MAS dan GBSM.
Reza Rinaldi, Corporate Communication Musim Mas, induk MAS, dalam jawaban yang Mongabay terima, 17 Juni, menyebut, tidak pernah menerima laporan dari Walhi terkait tudingan pelanggaran lingkungan hidup yang MAS lakukan.
Walhi tidak membuat laporan tersebut bisa publik akses secara bebas, sehingga mereka tidak bisa memberikan tanggapan lebih lanjut.
Namun, dia meyakinkan MAS telah memperoleh seluruh perizinan dan lisensi yang relevan pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Mereka pun telah tersertifikasi ISPO sejak tahun 2021.
“PT Maju Aneka Sawit juga selalu menjalankan praktik terbaik pada lahan gambut sebagaimana yang dipersyaratkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia, Standar RSPO, dan juga Kebijakan Keberlanjutan kami.”
Widyatnoko Sumarlin, Chief Sustainability Officer GBMS, lewat jawaban kepada Mongabay, 20 Juni, menyebut, seluruh pengelolaan dan perlindungan dalam wilayahnya mematuhi ketentuan. Termasuk, dan tidak terbatas pada PP 71/2014, serta SK.129/MenLHK/Setjen/PKL.0/2/2017 Tahun 2017 tentang Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional.
Perusahaannya, juga melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan Karhutla baik di area operasional maupun desa-desa sekitar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Bagi perusahaan, pencegahan dan penanggulangan Karhutla merupakan salah satu prioritas utama.”
MA, unit usaha Sinar Mas Agribusiness and Food tidak merespons konfirmasi Mongabay. Stephan Sinisuka, Coporate Communication Sinar Mas Agribusiness and Food semula menjanjikan jawaban.
Namun, hingga berita ini terbit dia tidak mengirimkan jawaban konfirmasi, meski Mongabay telah mengingatkan. “Saya cek dahulu ya karena saya lagi gak di Jakarta, dan baru dengar. Saya kabari segera ya,” katanya melalui pesan singkat, 12 Juni.
SA pun tidak memberi jawaban konfirmasi. Wiwid, Humas perusahaan sempat menjanjikan beri jawaban setelah dapat arahan dari pimpinan perusahaan.
Namun, hingga berita terbit yang bersangkutan tak kunjung kasih jawaban. “Masih belum ada konfirm kembali. Posisi saya juga masih cuti, mohon bersabar ya,” terangnya melalui pesan singkat, 16 Juni.
Sementara, empat dari 12 perusahaan yang Walhi Kalteng laporkan tidak bisa Mongabay jangkau karena tidak ada alamat kantor dan kontak perusahaan yang Mongabay temukan.
Hendra Nur Rofiq, Kasubdit Penanganan Pengaduan Kehutanan, Ditjen Gakkum Kemenhut, saat Mongabay hubungi membenarkan aduan Walhi Kalteng terhadap sembilan korporasi yang diduga melanggar hukum kehutanan.
“Lima perusahaan masuk penyelesaiannya melalui PP 24 oleh Satgas Garuda Kejagung,” ucapnya, 4 Juni. Lima perusahaan itu ialah MAS, MAP, GAL, MKA, dan GBSM.
Empat perusahaan lain, lanjutnya, masuk dalam pengawasan Kementerian Kehutanan. Yaitu IFP, BPP, SA, dan KGR. “Yang empat perusahaan diarahkan ke pengawasan. Ini yang masih kami dalami.”
Ardyanto Nugroho, Direktur Pengaduan dan Pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup, mengatakan, sedang mempelajari aduan dari WALHI Kalteng terhadap korporasi pelanggar hukum lingkungan.
Dia katakan, KLH komitmen menindak tegas perusahaan yang terbukti langgar hukum. “Kami sudah sampaikan ke WALHI saat itu bahwa kami akan pelajari dokumen tersebut dan melaksanakan verifikasi lapangan. Kami sangat berkomitmen,” katanya, 3 Juni.

*****