- Banyak tanaman di pekarangan rumah, terutama yang rimbun, lembap, atau menarik mangsa seperti tikus dan katak, secara tidak sengaja menciptakan habitat ideal yang mengundang ular.
- Beberapa ular berbisa dan tidak berbisa yang umum ditemukan di pemukiman Indonesia, seperti Kobra Jawa, Sanca Kembang, Ular Hijau Ekor Merah, Weling, dan Welang, beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan manusia.
- Pengelolaan pekarangan secara terpadu—meliputi pemangkasan tanaman, pengendalian sumber makanan dan air, serta menghilangkan tempat persembunyian—merupakan cara paling efektif untuk mencegah ular, sementara berbagai mitos populer pengusir ular terbukti tidak ampuh.
Banyak yang menanam tanaman hias atau peneduh di pekarangan tanpa tahu bahwa beberapa di antaranya justru bisa mengundang ular. Bukan karena tanaman itu ‘ajaib’, melainkan karena menciptakan habitat yang ideal bagi ular dan mangsanya. Tanaman dengan struktur rimbun, kelembapan tinggi, atau yang menarik hewan mangsa seperti tikus, katak, dan kadal secara tidak sengaja dapat menjadikan pekarangan rumah sebagai tempat yang sangat menarik bagi ular.
Indonesia, negeri tropis yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya, merupakan rumah bagi banyak jenis satwa, termasuk ular. Ada ratusan spesies ular yang hidup di berbagai ekosistem di nusantara, dari hutan hujan tropis hingga area pertanian dan lingkungan urban. Seiring meningkatnya pemukiman manusia yang merambah habitat alami, pertemuan manusia dengan ular semakin sering terjadi—baik di taman, pekarangan, maupun di dalam rumah itu sendiri. Namun, penting untuk dipahami bahwa ular tidak dengan sengaja mencari interaksi dengan manusia; kehadiran mereka di sekitar rumah biasanya didorong oleh kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan tempat berlindung.
Ular-ular yang Umum Ditemukan di Sekitar Rumah Indonesia
Pulau Jawa saja memiliki lebih dari 90 spesies ular, mencakup ular berbisa dan tidak berbisa, yang mampu beradaptasi di beragam habitat, mulai dari kawasan hutan lebat, lahan pertanian, hingga lingkungan perkotaan maupun pedesaan, seperti yang juga tercatat dalam berbagai penelitian mengenai ekologi ular di lingkungan yang dimodifikasi manusia. Pulau Jawa bahkan dilaporkan memiliki setidaknya 91 spesies ular dari 13 famili, menunjukkan tingginya keragaman ular yang dapat beradaptasi dengan berbagai habitat, mulai dari hutan lebat hingga lahan pertanian dan bahkan lingkungan urban. Tidak semua spesies ini sering ditemukan di area pemukiman, tetapi sejumlah spesies telah beradaptasi untuk bertahan hidup di lanskap yang dimodifikasi manusia.

Menurut riset di wilayah Jabodetabek, 37 spesies ular tercatat sering muncul di pemukiman, dan yang paling umum ditemui adalah Kobra Jawa dan Sanca Kembang
Di antara jenis ular yang sering ditemukan di lingkungan pemukiman adalah:
- Kobra Jawa (Naja sputatrix): Berbisa tinggi, sering terlihat di perkotaan seperti Jakarta, aktif siang hari, memangsa tikus, katak, dan kadal.
- Sanca Kembang (Malayopython reticulatus): Tidak berbisa, berukuran besar, aktif malam hari, sering masuk pemukiman untuk memangsa tikus hingga hewan peliharaan kecil.
- Ular Hijau Pohon (Trimeresurus albolabris): Berbisa, hidup di pohon, sering menyebabkan gigitan di Bali dan Jawa. Di masyarakat, ular ini juga dikenal sebagai Ular Bangkai Laut atau Ular Hijau Ekor Merah, dan kerap disalahpahami sebagai Trimeresurus gramineus, padahal yang umum ditemukan di pemukiman adalah T. albolabris.
- Ular Jali (Ptyas mucosa): Tidak berbisa, sering hadir karena populasi tikus yang tinggi, aktif siang hari.
- Ular Weling (Bungarus candidus) & Ular Welang (Bungarus fasciatus): Ular berbisa tinggi yang sering masuk pekarangan, terutama di dekat area persawahan atau perairan. Aktif malam hari dan sering bersembunyi di bawah tumpukan barang atau lubang.
Ular-ular ini memiliki perilaku dasar yang cenderung menghindari manusia, dan gigitan biasanya terjadi jika mereka merasa terancam atau terpojok. Selain itu, jenis ular yang paling sering ditemukan di sekitar pemukiman cenderung merupakan spesies yang adaptif terhadap lingkungan manusia, seperti Kobra Jawa dan Sanca Kembang, karena habitat buatan manusia secara tidak sengaja menyediakan kebutuhan dasar ular: makanan dan tempat berlindung.
Tanaman yang Memicu Kehadiran Ular
Penting dipahami bahwa dari sudut pandang ekologi ular, taman atau pekarangan rumah bukan sekadar ruang hijau, melainkan sebuah habitat potensial yang menyediakan “layanan ekosistem” yang sangat menarik bagi ular. Ketersediaan mangsa (tikus, katak, kadal), tempat persembunyian (semak rapat, tumpukan sampah organik), dan sumber air menjadikan taman rumah sebagai lokasi ideal bagi ular untuk berburu dan beristirahat.

Beberapa tanaman secara langsung maupun tidak langsung menarik ular, karena struktur fisik dan kondisi mikrohabitat yang mereka ciptakan. Tanaman dengan dedaunan yang rimbun, pertumbuhan rapat di permukaan tanah, atau batang yang menyimpan kelembapan dapat menyediakan tempat persembunyian yang ideal bagi ular untuk beristirahat atau berburu. Selain itu, tanaman yang menarik mangsa ular seperti tikus, katak, kadal, atau serangga—melalui ketersediaan air, naungan, atau sumber makanan alami—secara tidak langsung meningkatkan kemungkinan kehadiran ular di pekarangan.
- Melati: Tanaman populer ini memiliki struktur rimbun yang menciptakan tempat persembunyian yang sejuk dan lembap bagi ular. Aroma kuat serta bunga melati juga menarik serangga, yang kemudian menarik katak—salah satu mangsa ular yang umum di pekarangan.
- Bambu: Rumpun bambu yang rapat menciptakan area teduh dan lembap yang ideal sebagai tempat bersembunyi bagi ular. Selain itu, bambu yang berbunga dapat menghasilkan biji yang menarik tikus, sehingga meningkatkan ketersediaan mangsa bagi ular.
- Pohon Pisang: Daun besar dan batang pisang yang menyimpan air menciptakan lingkungan lembap yang sangat disukai ular untuk bersembunyi atau beristirahat. Kondisi lembap ini juga menarik katak, yang kemudian menjadi sumber makanan potensial bagi ular.
- Serai: Rumpun serai yang tumbuh rapat menyediakan tempat yang sejuk di bagian pangkalnya. Struktur ini sering digunakan sebagai tempat berlindung oleh katak dan ular kecil, meskipun aroma serai tidak terbukti secara ilmiah efektif mengusir ular.
- Rumput Gajah Mini: Jika tidak dirawat dan dibiarkan tumbuh terlalu rapat, rumput ini dapat membentuk lapisan penutup tanah yang lembap dan gelap. Area seperti ini sangat disukai oleh ular kecil untuk bersembunyi, sekaligus menarik mangsa seperti serangga, kadal kecil, dan katak.
Baca juga: Apakah Tanaman di Pekarangan Mengundang Kehadiran Ular?
Tips Praktis Mengurangi Daya Tarik Pekarangan terhadap Ular
Untuk mengurangi daya tarik pekarangan bagi ular, pengelolaan vegetasi menjadi kunci. Modifikasi habitat, seperti yang disarankan dalam panduan pencegahan dan pengendalian ular serta metode ramah lingkungan untuk pengendalian ular, telah terbukti efektif secara ilmiah. Potong rumput secara rutin agar tetap pendek dan pangkas semak serta tanaman rendah yang bisa menciptakan tempat persembunyian. Hindari penumpukan mulsa organik tebal di dekat fondasi rumah, karena area lembap semacam ini ideal bagi ular dan mangsanya. Selain itu, bersihkan tumpukan kayu, batu, dan sampah yang dapat menjadi tempat berlindung ular.

Pengelolaan sumber makanan dan air juga penting. Kendalikan populasi tikus dengan menutup celah masuk rumah dan menyimpan makanan dalam wadah tertutup. Bersihkan buah yang jatuh secara rutin, serta perbaiki kebocoran air dan pastikan drainase optimal. Pilih tanaman dengan bijak—kurangi jenis yang menyediakan tempat berlindung rapat, dan pahami bahwa tanaman pengusir ular belum tentu efektif jika habitat sekitar tetap menarik bagi ular. Pendekatan terpadu tetap menjadi strategi terbaik.
Membongkar Mitos Populer: Apa yang Tidak Efektif Mengusir Ular?
Selain menanam tanaman tertentu, banyak mitos beredar di masyarakat mengenai cara mengusir ular. Meskipun niatnya baik, penggunaan metode yang tidak terbukti dapat menciptakan rasa aman palsu yang justru membuat penghuni rumah lengah terhadap risiko sebenarnya. Berikut adalah beberapa metode populer yang sayangnya tidak efektif secara ilmiah:
- Menabur Garam Kasar: Ular tidak memiliki kelenjar keringat dan kulit mereka dilapisi sisik yang kedap air. Berbeda dengan lintah atau siput, garam tidak menyebabkan dehidrasi pada ular. Mereka akan dengan mudah melata di atas garam tanpa efek berarti.
- Menyemprotkan Belerang atau Kapur Barus: Meskipun aroma belerang atau kapur barus mungkin tidak menyenangkan bagi banyak hewan, tidak ada bukti bahwa bau ini cukup kuat untuk mengusir ular secara konsisten. Jika habitat sekitar tetap menyediakan sumber makanan dan tempat berlindung, ular tetap akan datang.
- Ijuk atau Tali dari Rambut Kuda: Kepercayaan bahwa tekstur kasar seperti ijuk dapat menghalangi ular tidak didukung bukti ilmiah. Sisik ular memberikan perlindungan dan fleksibilitas tinggi, memungkinkan mereka untuk melata di atas berbagai permukaan tanpa masalah.
Perlu diingat bahwa ular didorong oleh kebutuhan biologis mereka, mencari makanan, air, dan tempat berlindung. Jika ketiga faktor ini tersedia, ular akan cenderung muncul terlepas dari upaya berbasis mitos. Oleh karena itu, fokus utama harus tetap pada modifikasi habitat dan pengelolaan lingkungan secara menyeluruh, seperti yang telah dijelaskan di atas. Inilah pendekatan yang paling efektif dan berkelanjutan untuk meminimalkan kehadiran ular di sekitar rumah.