- Raja Ampat kini terancam kehilangan pesonanya. Hadirnya aktivitas pertambanggan nikel membuat pulau-pulau kecil sudah mulai dikeruk dan hutan-hutan alami telah dibabat. Segera, sumber air bersih berisiko tercemar dan kehidupan bawah laut akan terganggu.
- Raja Ampat menampung 75% spesies karang dunia, membentuk ekosistem laut yang sangat kaya dan menjaga kejernihan air. Kehilangan terumbu karang berarti lenyapnya habitat ribuan ikan dan invertebrata serta hilangnya daya tarik wisata bawah laut.
- Lebih dari 50.000 penduduk kampung pesisir menggantungkan hidupnya pada perikanan tradisional dan ekowisata. Jika laut dan terumbu rusak, pendapatan keluarga dan kelestarian budaya turun-temurun terancam punah.
- Dari 610 pulau, pulau-pulau kecil karst dan ribuan hektare hutan tropis (termasuk mangrove) berfungsi sebagai penyangga ekologis, penahan abrasi, dan habitat satwa endemik. Tanpa hutan dan mangrove, stabilitas pesisir hilang, karbon meningkat, dan fauna darat kehilangan rumahnya.
Raja Ampat sering disebut “Surga dari Timur” karena keindahan alam bawah lautnya yang tiada duanya. Gugusan pulau-pulau karst dengan air laut yang jernih dan terumbu karang berwarna-warni menjadikan wilayah ini destinasi impian para penyelam dan peneliti. Namun, baru-baru ini Greenpeace Indonesia mempublikasikan laporan yang menemukan aktivitas pertambangan nikel di beberapa pulau kecil di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Menurut Greenpeace, kegiatan tersebut telah memicu pembabatan hutan dan peningkatan sedimentasi di pesisir, yang berpotensi merusak ekosistem laut di kawasan yang diakui sebagai bagian dari Segitiga Karang Dunia dan geopark global oleh UNESCO. Bayangkan jika keajaiban alam Raja Ampat, yang selama ini memukau dunia perlahan menghilang satu per satu. Berikut merupakan lima kekayaan tak tergantikan yang sedang terancam, dan mengapa setiap bagian itu begitu krusial bagi keseimbangan ekosistem, kearifan lokal, dan masa depan daerah ini.
-
Rumah bagi 75% Spesies Karang di Dunia
Raja Ampat sering disebut sebagai “Heart of the Coral Triangle” karena menjadi pusat keanekaragaman karang dunia. Lebih dari 75% spesies karang yang tercatat di planet ini dapat ditemukan di perairan Raja Ampat. Terumbu karang inilah yang membentuk dasar ekosistem laut, menyediakan tempat berlindung, serta sumber makanan bagi ribuan spesies ikan dan invertebrata laut. Warna-warni terumbu karang tidak hanya memikat wisatawan, tetapi juga berperan penting dalam siklus nutrisi laut—merangkum plankton, mendukung proses reproduksi ikan, dan menjaga kejernihan air. Kerusakan karang akan berdampak luas: penurunan populasi ikan, terganggunya rantai makanan, serta menurunnya kemampuan pantai dalam menahan gelombang dan abrasi.

Menurut Spalding, Ravilious, dan Green (2001), ekosistem terumbu karang Raja Ampat memiliki tingkat endemisitas tinggi, yakni sejumlah spesies yang hanya ditemukan di wilayah ini. Kehilangan keanekaragaman karang tidak hanya berarti hilangnya keindahan alam, tetapi juga terputusnya fungsi ekosistem yang menjaga kelangsungan hidup berbagai biota laut lainnya.
-
Sumber Kehidupan Bagi Masyarakat Setempat
Lebih dari 50.000 jiwa penduduk hidup di sekitar gugusan pulau Raja Ampat, tersebar di 117 kampung pesisir. Bagi masyarakat setempat, laut bukan sekadar pemandangan indah—namun sumber makanan utama dan sumber pendapatan melalui kegiatan perikanan tradisional serta ekowisata. Setiap pagi, nelayan membawa hasil tangkapan ikan yang kemudian dijual atau diolah untuk dikonsumsi keluarga. Selain itu, banyak keluarga yang terlibat dalam usaha homestay, pemandu wisata selam, atau penjual suvenir berbahan lokal.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2020) mencatat bahwa sektor perikanan di Papua Barat, khususnya Raja Ampat, memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir. Kehilangan akses terhadap perikanan—baik karena menurunnya stok ikan ataupun rusaknya terumbu karang—akan memaksa masyarakat berpindah profesi, berpotensi menimbulkan konflik sosial, penurunan pendapatan, serta memutus mata rantai budaya tradisional yang sudah berlangsung turun-temurun.
-
Keanekaragaman Hayati yang Sangat Kaya
Secara total, ekosistem Raja Ampat menyimpan kekayaan hayati yang sulit ditandingi. Sebanyak 2.500 spesies ikan laut, 47 spesies mamalia (laut dan darat), serta 274 spesies burung tercatat hidup di wilayah ini. Dari ikan kerapu raksasa, penyu hijau, paus, pari manta karang, bahkan ikan purba coelacanth pernah dijumpai di Raja Ampat. Keragaman di Raja Ampat tidak hanya menarik bagi ilmuwan, tetapi juga menjadi magnet bagi penyelam dan peneliti internasional.

Allen (2008) menegaskan bahwa kawasan segitiga karang, termasuk Raja Ampat, merupakan salah satu tempat berkumpulnya berbagai flora dan fauna yang rentan punah jika habitatnya terganggu. Keberadaan spesies endemik juga menunjukkan betapa istimewanya ekosistem lokal. Misalnya, burung cenderawasih botak (Wilson’s bird-of-paradise) yang hanya ditemukan di pulau Waigeo, menjadi ikon konservasi burung dunia. Hilangnya habitat alami akan menurunkan populasi satwa, melemahkan ketahanan pangan masyarakat, dan berimplikasi pada turunnya daya tarik ekowisata.
-
Pulau-Pulau Kecil yang Penting bagi Ekosistem dan Ekowisata
Raja Ampat membentang atas lebih dari 610 pulau, dengan empat pulau utama: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Selain itu, ribuan pulau kecil—mulai pulau karst hingga atol pasir—berperan selaku penyangga ekologis, memisah-misah arus laut, stabilisasi pesisir, maupun tempat bertelur bagi penyu laut. Carst islands di Misool dan gugusan bukit kapur di Piaynemo tak hanya memesona wisatawan, tetapi juga membantu mengatur arus laut yang membawa nutrisi dan plankton, penting bagi kesehatan terumbu karang dan populasi ikan.
Menurut Beuna dan Griffiths (2018), pulau-pulau kecil di Raja Ampat juga menjadi kantung genetik bagi berbagai spesies, terutama di masa perubahan iklim—saat sebagian habitat rusak, pulau-pulau kecil dapat menjadi tempat perlindungan sementara bagi biota terancam. Secara ekonomi, ekowisata berbasis pulau kecil menyumbang ratusan miliar rupiah per tahun pada sektor pariwisata Papua Barat. Jika pulau-pulau ini tidak dijaga kelestariannya, potensi ekowisata yang selama ini menyerap lapangan kerja dan devisa lokal akan merosot drastis.
-
Ribuan Hektare Hutan Tropis Alami
Wilayah daratan Raja Ampat didominasi oleh hutan hujan tropis yang sarat dengan beragam jenis flora dan fauna darat. Hutan ini mencakup ekosistem mangrove pesisir, hutan pantai, hingga perbukitan berbatu. Menurut Murdiyarso dan Husni (2001), mangrove Raja Ampat memainkan peranan penting dalam menyerap karbon, menahan abrasi, serta menjadi pembibitan bagi ikan-ikan laut. Sementara hutan pantai menampung satwa endemik seperti tikus hutan Papua (Rattus pelurus) dan berbagai jenis kupu-kupu langka.

Luapan fungsi hidrologis hutan di pulau-pulau besar juga menjaga kestabilan air tawar warga kampung, memberi sumber air bersih tanpa musim kemarau ekstrem. Hutan tropis ini pula menjadi cadangan genetik tanaman obat tradisional yang dikenal oleh masyarakat adat. Jika ribuan hektare hutan tropis di Raja Ampat terganggu—apa pun sebabnya—maka penurunan kualitas udara, banjir bandang, dan erosi lahan menjadi ancaman nyata. Lebih jauh lagi, habitat darat yang hilang berpotensi memicu kepunahan spesies endemik darat, serta memutus koneksi ekologis antara darat dan laut