- Delima Silalahi, aktivis lingkungan yang gencar menyuarakan hak-hak masyarakat adat, mendapat teror paket bangkai burung dari orang tidak dikenal, Jumat (30/5/25). Kejadian itu hanya tiga hari pasca Delima dan ratusan orang berdemonstrasi menuntut ketegasan Pemerintah Kabupaten dan DPRD Tapanuli Utara segera menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL).
- Awalnya, Delima menduga teror yang dia terima berkaitan dengan aksi sejumlah orang yang menuntut agar ada pidana dan mengusir dirinya, Roganda Simanjuntak dari AMAN Tano Batak, serta Rocky Pasaribu dari KSPPM, dari wilayah Tano Batak. Orang-orang itu menganggap para aktivis dalang dari masifnya dorongan menutup PT TPL.
- Teror yang terjadi pada Delima mendapat kecaman berbagai organisasi masyarakat sipil. Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (Jamsu), menyebut, pengiriman paket bangkai hewan merupakan simbol intimidasi atas kerja-kerja aktivisme Delima.
- PT TPL menolak tudingan dugaan teror terhadap Delima berkaitan dengan perusahaan mereka. “Kami mengutuk segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan tindakan teror dalam bentuk apa pun terhadap siapa pun, termasuk terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat sipil.”
Delima Silalahi, aktivis lingkungan yang gencar menyuarakan hak-hak masyarakat adat, mendapat teror paket bangkai burung dari orang tidak dikenal, Jumat (30/5/25). Kejadian itu hanya tiga hari pasca Delima dan ratusan orang berdemonstrasi menuntut ketegasan Pemerintah Kabupaten dan DPRD Tapanuli Utara segera menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Penerima penghargaan Goldman Environmental Prize 2023 itu mendapatkan paket sekitar pukul 08.15 WIB. Orang yang biasa bekerja di rumahnya menyampaikan keberadaan paket terbungkus plastik warna oranye tergeletak di pekarangan depan rumah.
Paket terbungkus rapi dan terikat selotip. Anggota Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) ini mulai curiga ketika memegang paket yang terasa ringan seperti tidak berisi itu.
Ketika dibuka, dia dan seisi rumah terkejut melihat isi paket berupa burung mati dengan kondisi leher terluka dan darah berceceran mengering di kotak bagian dalam.
Anaknya tak mampu menahan sedih melihat burung itu. Delima marah, karena si pengirim paket tega membunuh makhluk itu demi menerornya.
Alumni UGM ini menganggap si pengirim bukan orang sembarangan. Karena burung merupakan simbol dari kebebasan, dan simbol roh leluhur.
Perjuangan yang dia lakukan merupakan perjuangan bersama, bukan personal. Hingga teror akan menggeser perjuangan bersama jadi persoalan personal. Dia berharap, peneror sadar dan memilih ikut berjuang kelestarian Tano Batak. “Mau terlibat dalam perlindungan serta mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, semoga,” katanya pada Mongabay, Jumat (30/5/25).

Penggiringan opini
Awalnya, Delima menduga teror yang dia terima berkaitan dengan aksi sejumlah orang yang menuntut agar dia, Roganda Simanjuntak dari AMAN Tano Batak, serta Rocky Pasaribu dari KSPPM kena tuntut pidana dan diusir dari wilayah Tano Batak. Orang-orang itu menganggap para aktivis yang aktif mendorong penutupan TPL.
Orang-orang itu aksi di Gedung DPRD dan Kantor Bupati Toba. 26 Mei lalu membawa spanduk dan menyebut nama-nama para aktivis secara personal.
Menurut Delima, itu tidak boleh terjadi karena sudah menggiring opini terhadap mereka padahal tak melakukan tindak pidana. Aparat kepolisian, katanya, seharusnya melarang para demonstran melakukan itu.
Akti tutup TPL, katanya, bukan tuntutan satu kelompok tetapi banyak kalangan berangkat dari kerusakan lingkungan dampak perusahaan bubur kertas itu. Perusahaan menanami hutan di Tano Batak dengan eucalyptus, menyebabkan kerusakan ekologis serta konflik dengan masyarakat adat.
Delima tidak takut teror. Dia sadar ini konsekuensi dari perjuangan. Dia bersyukur mendapat dukungan berbagai kalangan.
“Ngapain takut sama teror, karena orang yang meneror itu adalah pengecut, Saya tidak takut dan akan terus bergerak berjuang bersama menolak kriminalisasi dan perusakan kawasan hutan serta wilayah adat masyarakat adat di Tano Batak.”
Rocky Pasaribu, Direktur KSPPM, menyatakan, teror ini merupakan pesan pada seluruh pejuang HAM dan lingkungan di kawasan Danau Toba. Saat ini bisa Delima, tak menutup kemungkinan ada lagi aktivis pembela HAM mengalami hal serupa.
Dia menduga, pelaku yang pro TPL. Unjuk rasa 26 Mei jadi indikasi kuat, terlebih karena memajang nama Delima dan dua aktivis lainnya.
Selain itu, orasi saat unjuk rasa itu jelas meminta pengusiran ketiga aktivis. Kemudian berkembang di media sosial dengan nada pernyataan sama.
“Itu alasan kenapa kami berkesimpulan bahwa peristiwa teror ada kaitanya dengan aksi-aksi yang dilakukan oleh KSPPM, AMAN Tano Batak, masyarakat adat dan kelompok tani yang tinggal di lanskap Danau Toba,” katanya pada Mongabay, Sabtu (31/5/25).
Teror ini bukan kali pertama terjadi di lingkaran KSPPM. Sejak 40 tahun organisasi ini beraktivitas, mereka kerap mengalami hal sama.
Rocky bilang, teror tidak akan mematahkan semangat mereka. “Tidak akan meredupkan usaha kami untuk terus bergerak memastikan perusahaan ini segera hengkang atau ditutup dari kawasan Danau Toba.”

Kecaman berbagai pihak
Teror pada Delima mendapat kecaman berbagai organisasi masyarakat sipil. Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (Jamsu), menyebut, pengiriman paket bangkai hewan merupakan simbol intimidasi atas kerja-kerja aktivisme Delima.
Mereka juga menganggap, tujuan spesifik pada aktivis perempuan ini adalah pembungkaman. Bukan hanya karena profesinya, juga gendernya.
“Ini merupakan bentuk teror terhadap aktivis perempuan pejuang lingkungan. Dia masuk dalam kekerasan berbasis gender. Itu sebabnya negara harus hadir memastikan perlindungan kepada pejuang lingkungan. Kita mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas secara transparan,” jelas Juniaty Aritonang, Sekretaris Eksekutif Bakumsu.
Rusdiana Adi, Direktur Bitra Indonesia menyatakan, tidak boleh ada teror dan ancaman bagi pejuang rakyat. Masyarakat akan bergerak dan mendukung pencari keadilan.
“Buat teman-teman KSPPM yang sedang berjuang membela rakyat, tetap semangat maju terus pantang mundur dalam menyuarakan tutup PT TPL,” katanya.
Dewi Kartika, Sekjen KPA, lewat keterangan tertulis yang Mongabay terima menyebut teror itu janggal dan terjadi berbarengan dengan makin tingginya desakan penutupan TPL.
Perjuangan warga tak surut. Data Aliansi Tutup TPL, pada 2021 mencatat lebih 93 orang kena kriminalisasi TPL hanya karena mempertahankan tanahnya.
Catatan KPA, selama 2024, TPL menyebabkan sembilan konflik agraria, di tiga kabupaten, yaitu, Toba Samosir, Simalungun dan Tapanuli Selatan seluas 8.464,36 hektar dengan 270 keluarga jadi korban.
“Daftar kejahatan TPL sejak 1980-an silam hingga hari ini seharusnya menjadi dasar bagi Kementerian Kehutanan untuk tegas menutup TPL selamanya.”
KPA menegaskan, komitmen berjuang bersama Masyarakat Adat Tano Batak dalam melawan perampasan tanah dan kerusakan lingkungan TPL.
Karena itu, KPA mengecam keras kekerasan simbolik yang Delima Silalahi terima. Mereka juga mendesak penegak hukum dan segera mengusut serta mengungkap pelaku maupun aktor intelektual di balik peristiwa ini.
“Kami juga menyerukan solidaritas luas kepada seluruh organisasi rakyat dan seluruh jaringan organisasi masyarakat sipil lainnya untuk bersatu melawan segala bentuk intimidasi terhadap para pejuang agraria dan lingkungan.”
Sementara itu, TPL menolak tudingan dugaan teror terhadap Delima berkaitan dengan perusahaan mereka. Jandres Silalahi, Direktur TPL, menyampaikan, perusahaan sangat keberatan dengan pernyataan sejumlah pihak karena tidak berdasarkan fakta dan bersifat asumtif.
Mereka pun menentang segala bentuk aksi teror atau ancaman sebagaimana yang terjadi dan meminta kepolisian mengusut tuntas kejadian tersebut serta mencari pelakunya.
“Perseroan selalu terbuka dan mendorong adanya dialog untuk mencari solusi terkait semua persoalan yang ada dan menentang cara-cara kekerasan ataupun ancaman,” ungkapnya dalam pernyataan resmi yang Mongabay terima, Sabtu (31/5/25).
Dia mengimbau, semua pihak tidak melakukan penyebaran informasi yang belum terverifikasi dan menyesatkan, yang dapat memperkeruh suasana dan menimbulkan keresahan publik, terutama terganggunya operasional perusahaan dan aktivitas perekonomian.
“Kami mengutuk segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan tindakan teror dalam bentuk apa pun terhadap siapa pun, termasuk terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat sipil. Kami menegaskan bahwa PT Toba Pulp Lestari Tbk tidak memiliki keterlibatan atau hubungan apa pun dengan dugaan aksi teror.”

*****