- Untuk pertama kalinya, ikan purba coelacanth sulawesi (Latimeria menadoensis) berhasil didokumentasikan hidup di perairan Maluku Utara oleh tim ilmuwan dari Indonesia dan internasional, menambah daftar lokasi kehadiran spesies langka ini di Indonesia.
- Penemuan ini menguatkan kisah lisan para nelayan tentang ‘ikan roto’, sejenis ikan besar misterius yang hidup di relung karang laut dalam dan selama ini hanya dianggap mitos turun-temurun di wilayah tersebut.
- Coelacanth tergolong sebagai spesies purba yang sudah ada sejak 400 juta tahun lalu, pernah dianggap punah dan kini berstatus rentan (vulnerable) menurut IUCN. Ia hidup di habitat yang sangat spesifik, membuatnya sangat sensitif terhadap kerusakan ekosistem laut dalam.
- Para peneliti menyerukan perlindungan kawasan habitat coelacanth melalui konservasi perairan dan pengendalian polusi laut, agar spesies langka ini tidak benar-benar punah akibat aktivitas manusia dan perubahan lingkungan.
Coelacanth sulawesi (Latimeria menadoensis), jenis ikan purba yang selama ini diketahui hidup di kedalaman laut di perairan Sulawesi Utara, Raja Ampat, hingga pesisir utara Papua dalam sebuah studi yang diterbitkan baru-baru di Jurnal Nature dilaporkan telah ditemukan di perairan Maluku Utara.
Penemuan langka ini merupakan kolaborasi internasional yang didukung Blancpain Ocean Commitment yang melibatkan para peneliti yang berasal berbagai institusi seperti Underwater Scientific Exploration for Education (UNSEEN), Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pattimura, Universitas Khairun Ternate, dan Universitas Udayana serta telah diterbitkan dalam laporan berjudul “First record of a living coelacanth from North Maluku, Indonesia” pada 23 April 2025.
Dalam penelitian ini para ilmuwan berhasil mendokumentasikan coelacanth dewasa yang hidup di perairan dalam pada Oktober 2024. Habitatnya berada di gua-gua karang di kedalaman 144 m di dasar perairan. Ikan coelacanth ini diperkirakan berukuran panjang 1,2 meter dengan berat 29 kilogram.
“Ini adalah dokumentasi pertama coelacanth dewasa di Provinsi Maluku Utara, yang diambil oleh para penyelam. Hal ini dilakukan setelah para peneliti berhasil mengidentifikasi ekosistem yang sesuai selama penyelaman teknis mendalam sebelumnya,” tulis tim peneliti dalam laporan publikasi mereka.
Tim juga berhasil menghasilkan foto dan video in-situ pertama yang diambil langsung di lokasi penyelaman. Sebelumnya, dokumentasi serupa dilakukan dengan menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) di Pantai Utara Sulawesi dan oleh kapal selam di bagian barat Papua Nugini.
“Penemuan coelacanth di Perairan Maluku Utara ini membuktikan tingginya keanekaragaman hayati laut di kawasan ini. Perlu digarisbawahi tentang pentingnya eksplorasi dan konservasi laut dalam ini,” ujar Dr. Gino Limmon, dosen Universitas Pattimura, yang terlibat dalam proyek penelitian ini.
Untuk kepentingan konservasi dan menjaga keamanan hidup coelacanth, para peneliti merahasiakan lokasi spesifik temuan ikan ini.

Dari Sulawesi Utara Hingga Utara Papua
Coelacanth di Indonesia pertama kali ditemukan pada 1997 oleh Arnaz dan Mark Erdmann, yang mendokumentasikan spesimen ikan ini di pasar ikan di Manado, Sulawesi Utara. Temuan itu pun diidentifikasi sebagai spesies baru yang berbeda dari L. chalumnae yang pertama kali ditemukan di lepas pesisisr timur Afrika Selatan pada 1938.
“Saya senang mengetahui tim telah berhasil menjawab pertanyaan yang sudah lama ada, yaitu apakah coelacanth ada di wilayah Maluku Utara – sesuatu yang kami pertanyakan pada 1999 dan butuh waktu hampir 3 dekade untuk membuktikannya!” ungkap Dr. Mark Erdmann, penemu coelacanth pertama di Indonesia sekaligus penasehat proyek ini, seperti tertulis dalam laporan rilis oleh tim peneliti.
Prof. Dr Janib Ahmad, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate yang tergabung dalam riset ini menjelaskan awalnya dia dihubungi oleh salah satu peneliti yang juga tim riset ini.
Saat itu tim riset menyampaikan ciri-ciri dan tempat hidup dari coelacanth yang hendak mereka cari di perairan Maluku Utara. “Spontan saya sampaikan, pasti ada coelacanth di perairan Maluku Utara,” jelas Achmad.

Keyakinan itu didorong oleh cerita lisan para nelayan di Maluku Utara tentang adanya sejenis ikan raksasa yang hidup di gua dan relung-relung karang yang dalam, yang dalam bahasa lokal disebut sebagai ‘ikan roto’.
Beberapa nelayan yang ditemui mengaku pernah mendengar cerita tentang ikan roto, sebuah cerita yang amat familiar di kalangan nelayan setempat. Hanya saja seperti apa bentuknya belum pernah dilihat langsung.
“Torang (kami) pernah dengar cerita ikan besar yang ada di dasar laut, tetapi belum pernah lihat bentuknya,” ujar Fahril Husein seorang nelayan lokal yang mengaku cerita ikan roto sudah menjadi cerita turun menurun di keluarganya.
Pada tahun 2018, seperti dirangkum oleh Mongabay, pernah ditemukan ikan coelacanth yang terpancing secara tidak sengaja di perairan Raja Ampat Papua. Saat foto-fotonya dibagikan di media sosial, para peneliti pun mengidentifikasikan bahwa ikan ini sebagai L. menadoensis.
“Akan ada riset lagi untuk mengumpulkan sampel DNA in situ dari spesimen hidup tanpa harus menangkapnya. Riset itu akan memberikan informasi penting tentang sifat, komposisi dan repartisi Latimeria di seluruh Indonesia,” ungkap Achmad.

Ikan Purba yang Perlu Dilindungi
Sebelum ditemukan di lepas pantai Afrika, coelacanth hanya dikenal lewat fosilnya dan dinyatakan telah punah pada akhir periode Cretaceous sekitar 66 juta tahun silam. Ikan ini sendiri diperkirakan telah ada di Bumi sejak periode Devon yaitu sekitar 400 juta tahun lalu.
Sebagai ikan demersal (dasar laut) coelacanth hidup di suhu konsisten 21 °C, dan relung habitat di lereng vulkanik curam laut dalam yang dicirikan dengan banyak retakan besar dan celah dasar laut.
Ikan ini memilki sirip lobus yang memiliki bentuk seperti tonjolan membulat dengan tulang-tulang yang mirip anggota badan vertebrata darat, seperti kaki atau tangan. Sebagai ikan purba, coelacanth berkerabat dekat dengan hewan seperti ikan paru-paru (lungfish) dan tetrapoda.
Keunikan lainnya, coelacanth adalah jenis ikan ini bersifat ovovivipar, dimana anak-anaknya berkembang di saluran telur betinanya.
Lalu apakah ikan coelacanth dapat dikonsumsi?
“Daging coelacanth mengandung banyak minyak, urea, ester lilin, dan senyawa lain yang membuat dagingnya terasa sangat tidak enak dan tidak layak dikonsumsi. Memakannya dapat menyebabkan diare,” jelas Achmad.
Sebagai spesies berumur panjang dengan tingkat metabolisme rendah, dengan kematangan seksual yang terlambat dan masa kehamilan yang panjang, coelacanth sangat sensitif terhadap gangguan eksternal, termasuk polusi perairan dan sedimentasi yang berasal dari daratan.
Saat ini, L. menadoensis dinyatakan berstatus vulnerable (rentan) menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN).
“Coelacanth termasuk spesies yang dilindungi berdasarkan CITES Appendix II. Habitatnya perlu dilindungi agar tidak punah. Begitu juga penting untuk mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) untuk habitat coelacanth, yang dapat mencegah atau mengurangi praktik penangkapan ikan tidak ramah lingkungan. Begitu juga dampak pencemaran, dan pengembangan wilayah pesisir,” kata Dr Augy Syahailatua, peneliti dari BRIN, yang juga bertanggung jawab dalam proyek penelitian coelacanth di Indonesia.
Penemuan ini pun diharapkan dapat mendorong upaya penelitian lebih dan upaya konservasi untuk melindungi spesies unik dari dalam laut ini.
Referensi:
Chappuis A. et al. First record of a living coelacanth from North Maluku, Indonesia. Nature.com. 23 April 2025.
*****
Inilah Wujud Ikan Purba Coelacanth yang Hanya Ada di Indonesia dan Afrika