- Mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, ditangkap aparat penegak hukum karena terlibat perdagangan kulit harimau di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, Selasa [24/05/2022].
- Penangkapan Ahmadi dan Supriadi, dilakukan personil Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum [Gakkum] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera bersama personil Polda Aceh. Tim menyita satu lembar kulit dan tulang harimau sumatera.
- Setelah pemeriksaan beserta bedah kasus di Polda Aceh, Ahmadi dan Supriadi ditetapkan sebagai saksi. Namun, kedua pelaku tidak ditahan, melainkan dikembalikan ke keluarga mereka pada Rabu [25/05/2022].
- Ahmadi dan Supriadi belum bisa ditetapkan sebagai tersangka karena belum cukup bukti dan saksi-saksi. Keduanya tidak ditahan, hanya diwajibkan lapor ke Balai Gakkum Wilayah Sumatera.
Mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, ditangkap aparat penegak hukum karena terlibat dalam perdagangan kulit harimau di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, Selasa [24/05/2022].
Sesungguhnya, Ahmadi baru saja bebas dari penjara Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, setelah menjalani hukuman kasus korupsi. Dia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] pada 3 Juli 2018, pada kasus yang juga melibatkan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.
Penangkapan Ahmadi dan Supriadi, dilakukan personil Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum [Gakkum] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera bersama personil Polda Aceh.
Penangkapan dilakukan dini hari di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum [SPBU] Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah. Tim menyita satu lembar kulit dan tulang harimau sumatera.
Setelah pemeriksaan beserta bedah kasus di Polda Aceh, Ahmadi dan Supriadi ditetapkan sebagai saksi. Namun, kedua pelaku tidak ditahan, melainkan dikembalikan ke keluarga mereka pada Rabu [25/05/2022].
Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Subhan kepada awak media, Kamis [26/05/2022] mengatakan, para pelaku ditangkap saat tim menyamar sebagai pembeli.
“Mereka datang ke lokasi yang telah disepakati menggunakan mobil. Selain Ahmadi dan Supriadi, di mobil tersebut ada Is, tersangka lainnya,” ungkapnya.
Subhan menjelaskan, setelah tim melihat kulit harimau maka penangkapan dilakukan.
“Is melarikan diri dan kemungkinan dia pelaku utama. Sehingga, meski datang bersama, Ahmadi dan Supriadi belum bisa ditetapkan sebagai tersangka karena belum cukup bukti dan saksi-saksi. Keduanya tidak ditahan, hanya diwajibkan melapor ke Balai Gakkum,” paparnya.
Baca: Dua Pemburu Babi Jadi Tersangka Matinya Tiga Harimau di Aceh Timur
Direktur Walhi Aceh, Ahmad Shalihin menilai pelepasan Ahmadi dan rekannya layak dipertanyakan. Penegak hukum menemukan barang bukti kulit dan tulang harimau. Seharusnya mereka ditahan.
“Balai Gakkum harus terbuka kepada publik. Selain itu, bersama kepolisian juga harus mengungkap aktor yang terlibat,” ujarnya.
Shalihin mengatakan, kasus yang melibatkan mantan Bupati Bener Meriah ini merupakan kasus pertama. Pelaku yang ditangkap lengkap dengan alat bukti, dilepaskan dengan alasan tidak cukup bukti.
“Ini bukan kasus biasa, sekaligus ujian bagi penegak hukum untuk membongkar perdagangan satwa liar dilindungi di Aceh,” jelasnya.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Jerat yang Lagi-lagi Membuat Harimau Sumatera Sekarat
Memenuhi unsur pidana
Manager Program Lembaga Suar Galang Keadilan [LSGK], Missi Muizzan menyatakan, penangkapan mantan Bupati Bener Meriah itu sudah memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP].
“Kami yakin, tim Gakkum Wilayah Sumatera memiliki bukti yang cukup untuk untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.”
Namun, dilepaskannya kedua pelaku, tentu saja membuat publik bertanya.
“Lalu, bagaimana dengan barang bukti yang diamankan Balai Gakkum,” tanya Missi.
Menurut Missi, penegakan hukum harus tegas dilakukan mengingat harimau sumatera merupakan satwa yang dilindungi negara.
“Jika kasus ini tidak diselesaikan, kepercayaan publik akan berkurang,” paparnya.