- Domba Batur (Dombat) merupakan plasma nutfah khas Banjarnegara. Ciri khasnya terlihat pada ukuran tubuh yang besar serta bulu lebat yang menutupi seluruh tubuh.
- Pemerintah menetapkan dombat sebagai domba unggulan nasional melalui Keputusan Menteri Pertanian RI No. 2916/Kpts/OT.140/6/2011. Banjarnegara ditunjuk sebagai wilayah sumber bibit berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 353/Kpts/pk.040/6/2015.
- Dombat merupakan hasil persilangan domba merino dan domba ekor tipis. Dari kombinasi tersebut, lahir domba dengan tubuh tinggi, besar, dan panjang, berleher jenjang, serta bulu keriting halus berwarna putih yang menutupi hampir seluruh tubuh, kecuali kaki dan wajah.
- Dombat bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi juga identitas daerah. Jika dikelola dengan baik, dapat menjadi penopang ketahanan pangan, penggerak industri kreatif melalui wol, sekaligus penunjang pariwisata. Dombat harus dijaga, dilestarikan, serta dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Tidak ada suara mengembik, meski puluhan domba berada dalam suatu area. Begitulah suasana kontes khusus Domba Batur (Dombat) yang berlangsung berbarengan dengan event Dieng Culture Festival (DCF) di kawasan Candi Arjuna Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (23/8/2025).
“Lucu, seperti di film kartun “Shaun the Sheep”. Saya tidak takut,”kata Alfian (10), seorang anak yang melihat kontes bersama teman-temannya, Sabtu (23/8/2025).
Muhammad Anis, peserta kontes, membawa dua ekor domba, masing-masing jantan dan betina. Untuk kelas ekstrem, bobot domba jantan rata-rata di atas 100 kilogram, sementara betina sekitar 80 kilogram.
“Saya pernah menjual seekor dombat seharga Rp38 juta, bahkan ada yang ditawar hingga Rp75 juta,” jelasnya.

Anis merupakan peternak dari Desa Batur, Kecamatan Batur, yang memiliki 100 ekor dombat. Dia merintis usahanya awal 2000-an dengan beberapa ekor domba yang digembalakan di lahan terbuka seluas satu hektar.
“Perawatannya sama dengan domba biasa. Tidak ada hal khusus, hanya dibersihkan,” katanya, Sabtu (23/8/2025).
Dombat merupakan plasma nutfah khas Banjarnegara. Ciri khasnya terlihat pada ukuran tubuh yang besar serta bulu lebat yang menutupi seluruh tubuh.
“Ini yang membedakan dengan domba lain.”

Dataran Tinggi Dieng
Firman Sapta Ady, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (DPPKP) Banjarnegara, menyatakan dombat berasal dari dataran tinggi Dieng. Tepatnya, di Kecamatan Batur. Sejak dikembangkan turun-temurun pada 1974, domba ini telah menjadi bagian penting kehidupan masyarakat.
“Selain memberi sumbangan ekonomi keluarga peternak, keberadaannya juga mendukung ketahanan pangan melalui daging dan protein. Juga, berperan dalam penyediaan pupuk kandang untuk pertanian,”ujarnya, Sabtu (23/8/2025).
Desa Batur berada pada ketinggian 1.600-1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu rata-rata 18°C. Kondisi ini sangat cocok untuk pengembangan dombat. Data Dinas Pertanian Banjarnegara menunjukkan, pada Oktober 2024 jumlah populasi dombat di Batur mencapai 10.300 ekor.
“Itu belum termasuk di lima kecamatan sekitar.”
Pemerintah menetapkan dombat sebagai domba unggulan nasional melalui Keputusan Menteri Pertanian RI No. 2916/Kpts/OT.140/6/2011. Banjarnegara ditunjuk sebagai wilayah sumber bibit berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 353/Kpts/pk.040/6/2015.
Dombat merupakan hasil persilangan domba merino dan domba ekor tipis. Dari kombinasi tersebut, lahir domba dengan tubuh tinggi, besar, dan panjang, berleher jenjang, serta bulu keriting halus berwarna putih yang menutupi hampir seluruh tubuh, kecuali kaki dan wajah.

Kekayaan genetik
Kiki Umizakiah dan kolega dalam penelitiannya di Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan IPB, menyebutkan bahwa keunggulan dombat tidak hanya pada produktivitas daging.
“Jantan bisa mencapai 120 kilogram di usia dua tahun, sementara betina sekitar 80 kilogram. Selain sebagai sumber daging, bulu halusnya juga berpotensi besar untuk dikembangkan dalam industri tekstil maupun kerajinan rakyat.”
Dombat juga memiliki potensi ganda sebagai penghasil daging sekaligus wol. Produk turunan wolnya bisa berupa kain, karpet, hingga kerajinan tangan yang bernilai ekonomi tinggi.
“Keberadaan Dombat memberikan efek berganda, tidak hanya pada penyediaan pangan, tetapi juga mendukung produktivitas pertanian,” katanya.

Muryanto dalam penelitiannya berjudul “Potensi, Permasalahan dan Alternatif Pelestarian dan Pengembangan Domba Batur” mengingatkan pentingnya menjaga kualitas genetik dombat. “Ada risiko penurunan mutu akibat persilangan yang tidak terpantau. Teknologi pemuliaan seperti penyediaan semen beku dari pejantan unggul sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitasnya. Inovasi pakan fermentasi, pengolahan bulu, hingga pemanfaatan limbah ternak bisa menjadi jalan keluar,”jelasnya.
Dia menegaskan perlunya strategi terpadu berbasis riset untuk menjaga keberadaan plasma nutfah ini.
“Dombat bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi juga identitas daerah. Jika dikelola dengan baik, dapat menjadi penopang ketahanan pangan, penggerak industri kreatif melalui wol, sekaligus penunjang pariwisata. Dombat harus dijaga, dilestarikan, serta dimanfaatkan secara berkelanjutan,” paparnya.
Referensi:
Muryanto, H., Kurnianto, H., & Malik, A. (2020). Potensi, permasalahan dan alternatif pelestarian dan pengembangan Domba Batur. Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0 (hlm. 360–365). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. https://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/9217
Umizakiah, K., Yamin, M., & Soenarno, M. S. (2014). Karakteristik fisik wol Domba Batur dan Domba Garut. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 2(1), 243–250. https://journal.ipb.ac.id/index.php/ipthp/article/view/15573
*****