-
Para ulama perempuan juga berupaya menguatkan perlindungan lingkungan. Pada 22-24 Juli lalu, puluhan ulama perempuan yang tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) berkumpul di Yogyakarta, untuk konsolidasi pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah.
-
Masruchah, Sekretaris Majelis Musyawarah KUPI menegaskan sepanjang ada aktivitas eksploitasi terhadap alam dan berdampak negatif bagi kehidupan, maka KUPI tidak akan pernah setuju. Karena KUPI selalu bicara soal isu perubahan sosial, isu kemaslahatan untuk manusia dan alam.
- Kamala Chandrakirana, Aktivis Hak Asasi Manusia Feminis untuk Keadilan dan Demokrasi Indonesia, menilai gerakan yang dilakukan oleh KUPI sangat istimewa dan mandiri. KUPI tak memiliki afiliasi terhadap organisasi tertentu dengan kerja-kerja yang sangat besar dan panjang.
- Siti Maimunah, Ecofeminist asal Indonesia mengatakan konsolidasi KUPI memperlihatkan bagaimana keseharian perempuan sangat erat kaitannya dengan relasi kuasa. Krisis jamak yang terjadi menjadikan posisi perempuan semakin sulit.
Para ulama perempuan juga berupaya menguatkan perlindungan lingkungan. Pada 22-24 Juli lalu, puluhan ulama perempuan yang tergabung dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) berkumpul di Yogyakarta,untuk konsolidasi pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah.
Konsolidasi ini merupakan tindak lanjut dari kongres KUPI I danII di Cirebon dan Jepara pada 2017 dan 2022 yang haramkan perusakan lingkungan dan wajibkan pengelolaan sampah secara sehat dan berkelanjutan.
KUPI bersama dengan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), organisasi pemberdayaan masyarakat sipil, meyakini, pelestarian lingkungan ialah wajib ‘ain (mutlak). Juga, merupakan tanggung jawab seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Praktik baik terhadap lingkungan tak boleh melihat suku, ras, golongan, gender, maupun agama.
Konsolidasi melibatkan puluhan ulama perempuan dari 13 pesantren di Indonesia menghasilkan sejumlah tuntutan. KUPI mendesak, pemerintah menegakkan konstitusi terkait dengan pelestarian lingkungan dengan prinsip berkeadilan serta berkelanjutan, menindak tegas perusak lingkungan, terutama terkait proyek ekstraktif yang banyak mudaratnya.
“Mengeksploitasi alam dan berdampak (negatif) bagi kehidupan, itu bagi KUPI jelas diskriminatif. KUPI tidak setuju. Karena kami selalu bicara soal isu perubahan sosial, isu kemaslahatan untuk semua, manusia dan alam,” kata Masruchah, Sekretaris Majelis Musyawarah KUPI kepada Mongabay.
KUPI juga mengecam kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan dan meminta pemerintah membuka ruang diskusi maupun berpendapat bagi publik. Selain itu, juga mendesak pemerintah lebih serius mencurahkan sumber daya mengembangkan teknologi ramah lingkungan . Juga mendukung upaya masyarakat dalam mengatasi segala persoalan lingkungan.
KUPI juga mendesak para pelaku usaha mengedepankan ekonomi berkelanjutan. Mereka harus bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari aktivitas ekstraktif dan memulihkan ekosistem. KUPI juga mengajak organisasi masyarakat menjadi pendukung dan pendamping mereka yang terpinggirkan.
Tidak hanya itu, KUPI juga meminta lembaga pendidikan mengintegrasikan isu lingkungan berkeadilan ke dalam kurikulum.
Selain itu, mereka mendorong lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren serta perguruan tinggi keagamaan untuk lebih sering mengeksplorasi teks-teks keagamaan terkait kewajiban menjaga lingkungan.
Sebagai pilar demokrasi, KUPI juga meminta media konsisten menyuarakan kepentingan rakyat, alih-alih menjadi corong oligarki.

Fatwa haram
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama kali berlangsung pada 25-27 April 2017 di Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan, Cirebon, Jawa Barat. Kongres untuk melegitimasi dan mengafirmasi kerja-kerja perempuan ulama di Indonesia. KUPI menjadi ruang perjumpaan bagi mereka yang sudah memiliki perspektif keberpihakan dan keadilan atas relasi perempuan dan laki-laki.
“KUPI juga tentang bagaimana sikap dan pandangan keagamaan perempuan ulama terkait isu kontemporer dalam perspektif rahmatan lil alamin,” ujar Masruchah.
KUPI tidak membatasi dirinya sebagai gerakan yang hanya beranggotakan perempuan. Kata Masruchah, ulama perempuan itu bisa laki-laki maupun perempuan. Sepanjang dia memiliki perspektif keadilan gender, mengakui adanya ketidakadilan dan ikut berjuang demi keadilan. Organisasi ini juga terbuka untuk para aktivis, akademisi, peneliti dan pemerhati isu terkait keislaman dan perempuan.
“Meski secara biologis laki-laki, jadi jika bicara feminis itu tak semata perempuan, jadi ini tentang perspektif, tentang ideologis, bukan biologis. Bicara KUPI itu ideologis,” katanya.
Sejak kongres pertama, jaringan KUPI di pelbagai daerah di Indonesia menginisiasi praktik baik pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah di ruang ibadah masing-masing, baik pesantren maupun majelis taklim.
Pelbagai inisiatif lahir dari kesadaran mendalam merawat bumi, sekaligus bagian dari dakwah untuk membangun kehidupan berkeadilan bagi seluruh makhluk. “Mandatori sebagai ulama perempuan itu juga perubahan sosial selain juga mengembangkan keagamaan yang responsif gender, yang berkeadilan.”
Kongres KUPI kedua di Semarang dan Jepara, pada 23-26 November 2022. Salah satu hasilnya, fatwa kewajiban pengelolaan sampah secara sehat yang berkelanjutan, sebagai penguat dan lanjutan dari fatwa haram perusakan lingkungan dalam kongres sebelumnya.
“Fatwa sudah hadir 8 tahun dan hari ini menjadi forum untuk mendengarkan pengalaman perempuan baik di pesantren, majelis taklim dan komunitas lain. Karena bicara isu lingkungan saling bertaut dan dampaknya segi kesehatan, ekonomi, politik, sosial dan sisi yang tak nampak.”
Kamala Chandrakirana, pegiat Hak Asasi Manusia Feminis untuk Keadilan dan Demokrasi Indonesia, menilai, gerakan KUPI sangat istimewa karena tak terafiliasi dengan organisasi tertentu. KUPI menjadi arena perjumpaan ulama perempuan dan para aktivis yang selama ini tumbuh dari ruang-ruang lain.
Menurut dia, ruang lingkup gerakan penyelamatan alam sangat luas. Urusan sampah misalnya, tak hanya menyoal kebersihan dan keberlanjutan saja. Namun juga erat kaitannya dalam membangun infrastruktur politik, sosial, dan ekonomi. Termasuk pengembangan teknologi.
“Artinya ini kerja besar untuk mengubah sistem, ini kerja besar sekali dan panjang.”
Saat ini, Indonesia sedang mengalami multi krisis mulai dari ekonomi, politik, sosial, hingga lingkungan. KUPI menjadi salah satu gerakan yang memberi harapan dalam menghadapi multi krisis yang saat ini terjadi.

Ekofeminisme
Perempuan dan alam memiliki relasi yang sangat kuat dan tak terpisahkan. Istilah ekofeminisme muncul pada era 1970-an, sebuah gerakan yang lahir di kalangan perempuan atas ketidakadilan yang erat kaitannya dengan alam. Penindasan dan eksploitasi dua entitas ini merupakan hasil dari sistem patriarki dan sistem ekonomi kapitalis.
Siti Maimunah, Ecofeminist asal Indonesia ini mengatakan, konsolidasi KUPI memperlihatkan bagaimana keseharian perempuan sangat erat kaitan dengan relasi kuasa. Krisis multi dimensi menjadikan posisi perempuan semakin sulit.
“Relasi kuasa yang menindas perempuan terus, relasi kuasa yang mendapat keuntungan dari eksploitasi alam dan penindasan terhadap perempuan. Pertemuan ini juga penting untuk menunjukkan bahwa bagaimana melawan sistem itu,” kata Doktor Filsafat dari Universitas Passau, Jerman ini.
Katanya, sistem ekonomi kapitalis itu sangat rakus dan merusak. Tak hanya rakus kepada alam, tapi juga hubungan antar manusia. Terutama mengkerdilkan peran perempuan yang berkaitan sebagai manusia yang melahirkan dan menghasilkan tenaga kerja.
“Perempuan dipaksa membayar segala ongkos kerusakan yang di terjadi akibat eksploitasi alam. Karena mereka yang membutuhkan air paling banyak ya. Di samping urusan kebutuhan harian, juga kebutuhan tubuh mereka. Misal, kalau lagi haid, terus melahirkan itu kan butuh air banyak.”
Sementara sumber air rusak oleh sistem ekonomi tadi hingga berakibat kepada tubuh perempuan dan penyakit yang muncul. Belum lagi perempuan memiliki beban berlipat, mengurus anak dan kerja domestik yang tak ada habisnya. Bahkan, meski bekerja, perempuan masih harus mengurus urusan domestik ketika pulang.
“Beban ganda perempuan dalam situasi ini menjadi sangat besar.”
KUPI, katanya, menjawab tantangan besar bagi ulama perempuan untuk lebih banyak menafsirkan hubungan manusia dengan alam. Kehadiran KUPI menjadi penting untuk ‘merebut’ ruang tafsir berkaitan dengan hubungan erat antara agama, lingkungan, dan perempuan.

Perkuat hubungan dengan alam
Ajaran Islam memiliki tiga hubungan dasar yang harus terus terpelihara oleh umatnya. Hubungan dengan Tuhan (hablum minallah), hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas), dan hubungan dengan alam (hablum minal alam). Ketiga hubungan ini tak dapat terpisahkan dan menjadi penyeimbang dalam kehidupan seorang Muslim.
Selama ini kehidupan umat di ruang-ruang khidmatnya memiliki kecenderungan hanya fokus dan dominan pada hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hubungan lainnya tak terlalu mendapatkan perhatian. Kalau ada, porsinya tak banyak. Padahal, hubungan manusia dengan alam, tak kalah penting.
Atas fenomena itu, pesantren di Garut, Jabar menginisiasi Pesantren ekologi Ath-Thaariq pada 2008. Nissa Wargadipura, pendiri pesantren ekologis itu tergugah atas keprihatinan dengan apa yang terjadi di pesantren.
Selama ini, para santri fokus dan sibuk dengan bacaan dan hafalan. Relasi dengan alam terlupakan, tak ada waktu bagi mereka untuk kembali ke alam.
Maka pesantren ekologi hadir dengan tujuan mengintegrasikan pendidikan agama dan ekologi. Sebuah upaya untuk mengembalikan hubungan manusia dengan alam yang selama ini terabaikan. Sebuah upaya menjaga bumi yang sedang sakit.
“Ada yang berbeda dari pesantren ini, kita buat pesantren yang memaknai gerakan hablum minal alam. Jadi pesantren biasanya memang menguasai sekali materi pada hablum minallah dan hablum minannas,” kata Nissa.
Pesantren Ath-Thaariq berperan aktif mendukung anak bukan hanya untuk mendapatkan pendidikan agama yang memadai. Namun juga memberikan pengasuhan, nutrisi yang bagus, perlindungan, dan merawat hablum minal alam. Kurikulumnya sudah diakui lembaga formal hingga kancah Internasional dan menjadi contoh pesantren dan lembaga pendidikan lain.
Aning Tunjung Wusari, Ketua Dewan Pengurus Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengatakan, penting melibatkan KUPI untuk menjawab permasalahan sosial di Indonesia. Menurutnya, gerakan keagamaan bisa menjadi pilar penting hadapi krisis multidimensi yang terjadi saat ini.
“Kita tidak bisa tidak melibatkan gerakan keagamaan.”
Masyarakat Indonesia, sejatinya sangat religius. Karena itu, hubungan manusia dengan alam sangat penting dan perlu diberi porsi yang besar sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan.
“KUPI salah satu gerakan yang menurut saya adalah kekuatan dalam masyarakat Indonesia ya. Karena mereka punya potensi sumber daya yang sangat besar dan sumber pengetahuan.”
*****