- Perburuan harimau sumatera masih terjadi. Selain perburuan, ancaman terbesarnya adalah kehilangan habitat.
- Saat ini, habitat harimau sumatera terfragmentasi dalam beberapa populasi, yang terdiri landscape kecil, sedang, dan besar. Lanskap besar mampu mendukung lebih 70 individu harimau, sementara sedang 20-70 individu, dan kecil kurang 20 individu.
- Normalnya dalam satu kawasan hutan, satu harimau jantan memiliki tiga harimau betina. Jika betina kurang, sangat berbahaya karena jantan akan membunuh anaknya, sehingga betina bisa lebih cepat dikawini. Ini juga dapat mengurangi populasi harimau di wilayah yang kecil.
- Sepanjang 2016-2025, ada 19 kasus perdagangan kulit dan bagian tubuh harimau di Aceh.
Maskur (50) kembali berurusan dengan hukum. Masalahnya sama, dia menyimpan dan memperjualbelikan kulit beserta bagian tubuh harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Warga Kampung Blang Gele, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, ini menjadi tahanan Pengadilan Negeri Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.
Maskur ditangkap bersama empat kawannya. Santoso (40), warga Pancar Jelobok, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, serta Jaharudin (50), Ruhman (29), dan Saprizal (25) yang ketiganya warga Kampung Mungkur, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.
Hingga Senin (28/7/2025), Pengadilan Negeri Takengon, telah tiga kali menggelar persidangan kasus Maskus dan Santoso, yaitu berkas Nomor: 71/Pid.Sus-LH/2025/PN Tkn. Sementara, Jaharudin, Ruhman, dan Saprizal digabung dalam perkara Nomor: 70/Pid.Sus-LH/2025/PN Tkn.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat mereka dengan Pasal 40A Ayat (1) huruf E Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf B UU Nomor 32 Tahun 2024 Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHPidana.

Maskur dan Santoso ditangkap Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Aceh Tengah, Jumat (14/3/2025), saat menjual kulit dan bagian tubuh harimau tersebut. Tiga pelaku ditangkap berdasarkan pengembangan kasus.
Dalam persidangan yang dipimpin Rahma Novatiana, Ketua Majelis Hakim, dengan Gusti Muhammad Azwar Iman dan Anisa Rahman sebagai anggota, Selasa, (23/7/2025), Maskur mengungkapkan, dia hanya menjual kulit harimau tersebut.
“Kulit dan tulang harimau milik Jaharudin,” ujarnya.
Beberapa hari sebelum penangkapan, Jaharudin menghubungi dirinya dan meminta dijualkan barang haram tersebut.
“Saya menghubungi Santoso, karena pada 2024 pernah menerima penjualan kulit harimau.”
Transaksi antara Maskur dan Jaharudin, terjadi di kawasan Kampung Uning Pegantun, Kecamatan Bies, Kabupaten Aceh Tengah, pada Rabu (12/3/2025) malam.
Dua hari kemudian, Maskur dan Santoso bertemu. Saat itu mereka ditangkap dengan barang bukti kulit, taring, dan tulang harimau dalam styrofoam.
Jaharudin, dihadapan majelis hakim mengaku mendapatkan harimau tersebut dari hasil berburu di hutan Kecamatan Linge, Aceh Tengah.
“Saya bersama dua teman memasang 30 jerat untuk menangkap rusa dan kijang, namun sehari kemudian, kami melihat ada harimau masuk perangkap. Kami tawarkan ke Maskur.”

Pemain lama
Maskur bukanlah pemain baru. Dia telah beberapa kali memperjualbelikan bagian tubuh satwa dilindungi itu.
Penelusuran Mongabay menunjukkan, M alias Maskur ditangkap personil Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Aceh pada 3 Januari 2013. Atas perbuatannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Takengon menghukum satu tahun penjara dan denda Rp10 juta, subsider empat bulan kurungan.
Dia ditangkap lagi oleh Polda Aceh pada 22 Maret 2016 di kawasan Cot Gapu, Kabupaten Bireuen. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bireuen memvonisnya 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider 3 bulan. Dia terbukti menjual kulit dan tulang dua anak harimau yang dibunuh di kebunnya di Kecamatan Linge.
Rahma Novatiana, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Takengon, yang saat ini menangani kasus Maskur, pada 2016 itu pernah ditunjuk sebagai hakim anggota saat sidang perkara Maskur di Bireuen.
Ujang Wisnu Barata, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, pada Maret 2025 memberikan apresiasi kepada tim Satreskrim Polres Aceh Tengah dan Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang menjerat kelima pelaku.
“Kami mendorong semua pihak agar menjerat pelaku yang melakukan kejahatan satwa liar dilindungi dengan menggunakan undang-undang baru,” terangnya, Senin (17/3/2025).
M. Indra Kurnia, Direktur Konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), pada Maret 2025 mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemantauan perdagangan harimau sumatera di Aceh.
“Kami memantau melalui keputusan pengadilan. Dari 2016-2025, ada 19 kasus perdagangan kulit dan bagian tubuh harimau sumatera.”
Kasus ini terjadi tiap tahun. Umumnya, bagian tubuh harimau dijual ke luar Aceh.
“Kami belum tahu apakah dijual ke luar negeri, selain itu pembeli utamanya belum tertangkap,” ujar Indra.

Persoalan habitat harimau
Iding Achmad Haidir, Ketua Forum HarimauKita (FHK), mengatakan, kondisi harimau sumatera sedang tidak baik-baik saja.
“Selain perburuan, ancaman terbesarnya adalah kehilangan habitat,” jelasnya, Minggu (27/7/2025).
Saat ini, habitat harimau sumatera terfragmentasi dalam beberapa populasi, yang terdiri landscape kecil, sedang, dan besar. Lanskap besar mampu mendukung lebih 70 individu harimau, sementara sedang 20-70 individu, dan kecil kurang 20 individu.
Di Aceh, lanskap besar seperti Kawasan Ekosistem Leuser, sementara kecil adalah Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
“Rawa Singkil sudah terfragmentasi dengan kawasan hutan Leuser lain, sehingga harimau sulit berpindah tempat.”
Normalnya dalam satu kawasan hutan, satu harimau jantan memiliki tiga harimau betina. Jika betina kurang, sangat berbahaya karena jantan akan membunuh anaknya, sehingga betina bisa lebih cepat dikawini.
“Ini juga dapat mengurangi populasi harimau di wilayah yang kecil,” terang Iding.
FHK bersama semua pihak, baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan badan usaha, berupaya menjaga populasi harimau agar tidak hilang. FHK juga memberi pemahaman kepada para pelaku usaha untuk berbagi ruang dengan satwa terancam punah ini.
“Semua pihak harus dilibatkan, termasuk masyarakat yang telah hidup berdampingan dengan harimau,” tegasnya.
*****