- Kejadian satwa laut terdampar di wilayah pesisir Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat kejadiannya. Satwa laut yang terdampar, sebagian besar didominasi oleh mamalia laut seperti Paus dan Dugong, atau ikan Hiu Paus
- Peristiwa tersebut dinilai oleh Pemerintah sebagai ancaman yang harus segera dicarikan jalan keluar. Jika tidak, maka dikhawatirkan akan semakin banyak satwa laut lain yang mengalami hal serupa dan berpotensi bisa memicu penurunan populasi di alam
- Tingginya intensitas kejadian satwa laut terdampar, sejak 2012 Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar, dan melaksanakan sejumlah sosialisasi dan pelatihan penanganannya
- Di antara upaya yang dinilai sangat penting, adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM), salah satunya melalui keterlibatan para pakar seperti tenaga dokter hewan yang bisa melakukan evakuasi dan analisa terhadap satwa laut yang terdampar
Upaya untuk menyelesaikan persoalan satwa laut terdampar di wilayah daratan pesisir, menjadi fokus yang sedang dilakukan Pemerintah Indonesia sekarang. Hal itu, karena kejadian tersebut tidak ingin memicu munculnya penilaian praduga tak bersalah di kalangan masyarakat.
Jika persoalan tersebut bisa dipecahkan dengan detail, maka diharapkan bisa diketahui apa penyebab pastinya dan dijabarkan secara ilmiah. Dengan demikian, pada waktu yang tidak terlalu lama Pemerintah bisa segera menetapkan strategi pengelolaan untuk satwa laut terdampar.
Demikian pandangan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Tb Haeru Rahayu dalam sebuah kesempatan yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini.
Menurut dia, saat ini adalah momen yang sangat baik untuk bisa menyelesaikan segala persoalan yang berkaitan dengan kejadian satwa laut terdampar. Namun, itu harus dilakukan dengan melibatkan beragam pakar yang berasal dari berbagai disiplin ilmu.
“Kami ingin mendengarkan masukan dan langkah selanjutnya yang perlu dilakukan, serta menambah sukarelawan dokter hewan untuk first and quick responder yang akan ditempatkan di lokasi yang berpotensi mengalami kejadian,” ungkap dia.
baca : ‘Gelar Perkara’ Kejadian Mamalia Laut Terdampar di Perairan Indonesia
Pelibatan para pakar dalam urun rembuk untuk ikut menyelesaikan persoalan tersebut, karena sampai saat ini satwa laut yang terdampar masih terus saja terjadi di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Hal itu juga mendapat sorotan tajam dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Bagi Tb Haeru Rahayu, peran dokter hewan dalam kasus satwa laut terdampar sangatlah dibutuhkan. Hal itu, untuk menjawab berbagai persoalan yang biasanya muncul saat melaksanakan pengelolaan konservasi mamalia laut.
Termasuk, di dalamnya adalah tentang pertolongan agar bisa tetap hidup, penanganan terhadap berbagai penyakit, investigasi kematian satwa laut, dan menekan dampak negatif kejadian satwa terdampar bagi kesehatan masyarakat serta lingkungan sekitar.
“Karenanya, dukungan, komitmen dan kontribusi dari berbagai instansi, dinilai akan sangat menentukan keberhasilan implementasinya di tingkat lapangan,” tegas dia.
Edukasi dan Sosialisasi
Menurut Tb Haeru Rahayu, hal mendesak yang perlu dilakukan saat ini dalam menangani kejadian satwa laut terdampar, adalah melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, bimbingan teknis kepada gugus tugas dan first and quick responder
“Serta menunjukkan Negara hadir untuk menjaga kelestarian lingkungan,” tambah dia.
baca juga : Refleksi Hasil Investigasi Kasus Terdampar Massal Paus Pilot
Khusus untuk pelibatan dokter hewan yang menjadi bagian dari para pakar, Pemerintah ingin menggandeng Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) untuk bisa memperkuat penanganan mamalia laut terdampar dari aspek kesehatan hewan.
Dari rencana kerja sama tersebut, diharapkan bisa didapat strategi yang tepat untuk bisa memberikan edukasi dan sosialiasi kepada masyarakat, ataupun kepada pemangku kepentingan lainnya yang berkaitan dengan kejadian satwa laut terdampar.
Sebelum memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan PDHI dalam penanganan satwa laut terdampar, KKP juga sudah menetapkan strategi penanganan dengan melakukan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan uang laut dari aktivitas yang berdampak pada keberadaan mamalia laut.
Kemudian, melakukan riset pola keterdamparan dan pemetaan habitat atau jalur migrasi. Lalu melakukan monitoring indeks kesehatan laut secara berkelanjutan. Serta mengimplementasikan rencana aksi nasional (RAN) mamalia laut dan RAN Hiu Paus.
“Terakhir, adalah (melakukan) penguatan dalam edukasi, sosialisasi dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir,” papar dia.
Selain memperkuat jejaring penanganan mamalia laut terdampar (first responder) di tingkat daerah, upaya juga dilakukan dengan menjalin sinergi dan kemitraan bersama seluruh pemangku kepentingan, serta memperkuat kelembagaan dan regulasi yang sudah ada sekarang.
“KKP juga akan menginisiasi pusat rehabilitasi biota laut terdampar dan menyusun pedoman mammals observer,” terang dia.
baca juga : Harapan Besar Dibentuknya Pokja RAN Konservasi Mamalia Laut
Khusus untuk kerja sama dengan PDHI yang saat ini tengah dimatangkan rencananya, Tb Haeru Rahayu menyebutkan bahwa itu akan difokuskan untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam penanganan medis veteriner, dan penyadartahuan konservasi dan penanganan megafauna akuatik yang dilindungi.
Kemudian, fokus juga mencakup untuk pengembangan sarana dan prasarana penanganan megafauna akuatik dilindungi, dan pertukaran data serta informasi megafauna akuatik. Semua itu bertujuan agar pengelolaan laut Indonesia bisa dilakukan dengan bijak dan berkelanjutan.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP Andi Rusandi mengatakan bahwa kerja sama dengan PDHI sebenarnya sudah dijalin sejak 2020 lalu. Namun, saat itu kerja sama fokus pada peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan hewan akuatik, dukungan tenaga ahli, dan sosialiasi bersama.
Untuk sekarang, kerja sama akan lebih difokuskan pada penanganan megafauna laut terdampar di seluruh wilayah pesisir Indonesia. Kerja sama akan dijalin antara KKP dengan Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia (I am Flying Vet).
Antar Negara
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa fenomena megafauna laut terdampar tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga terjadi di tingkat global, khususnya di wilayah segitiga terumbu karang dunia (coral triangle). Untuk itu, diperlukan pengelolaan bersama di tingkat global, karena mamalia laut bisa melakukan migrasi dengan jarak yang jauh.
“Paus termasuk hewan yang melakukan migrasi jarak jauh untuk mencari makan, bahkan bisa melintasi antar negara,” tegas dia.
perlu dibaca : Terbentuk Asosiasi Dokter Hewan ‘Terbang’ untuk Penanganan Satwa Laut Terdampar. Apa Perlunya?
Terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Muhammad Munawaroh menjelaskan bahwa dokter hewan yang ada di bawah naungan institusinya berjumlah hingga 20 ribu orang. Dengan SDM sebanyak itu, PDHI ingin membantu Pemerintah untuk penanganan satwa laut terdampar.
“Sudah ada MoU dengan KKP, tinggal ditindaklanjuti ke bawah dalam bentuk perjanjian kerja sama. Kami siap membantu dengan tenaga dan keilmuan yang dimiliki,” tutur dia.
Peneliti mamalia laut dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rr Sekar Mira pada kesempatan berbeda menerangkan bahwa penyebab terdamparnya mamalia laut bisa dilihat dari kondisi saat terdampar dan atau kondisi saat sudah mati.
Namun, untuk mengungkap apa penyebabnya, itu dibutuhkan waktu yang cukup panjang dan keahlian yang holistik. Dengan kata lain, diperlukan penelitian lebih jauh tentang mamalia laut yang dilakukan secara ilmiah dan bisa mendapatkan bukti.
“Selain itu, diperlukan sumber daya yang cukup banyak, mulai dari SDM hingga teknologi berupa satellite tag. Sehingga ini menjadi tugas besar bagi kita, khususnya peneliti untuk mengungkap misteri ini,” ucap dia.
Diketahui, untuk menangani mamalia laut yang terdampar di berbagai wilayah pesisir Indonesia, sejak 2012 Pemerintah sudah menerbitkan Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar. Selain itu, juga melaksanakan sejumlah sosialisasi dan pelatihan penanganannya, sekaligus membentuk jejaring penanganan mamalia laut terdampar bersama para mitra.
Di saat yang sama, KKP juga telah menetapkan Keputusan Menteri KP Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Mamalia Laut Periode 2018-2022, dan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk koordinasi dan pelaksanaan RAN konservasi mamalia laut, termasuk penanganan mamalia laut terdampar, berdasarkan Kepmen KP Nomor 14 Tahun 2020.