Akhirnya PTPN Keera Penuhi Sebagian Tuntutan Warga

Salah satu hasil kesepakatan antara warga dan Pemda Wajo, PTPN dan Polres Wajo adalah pengurangan  personil Brimob yang berjaga di laha PTPN XIV,tinggal  12 orang. Foto: Wahyu Chandra
Salah satu hasil kesepakatan antara warga dan Pemda Wajo, PTPN dan Polres Wajo adalah pengurangan personil Brimob yang berjaga di laha PTPN XIV,tinggal 12 orang. Foto: Wahyu Chandra

Berkat aksi ratusan warga dari 10 desa di Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, pada 26-30 Juni 2014, PTPN XIV akhirnya memenuhi sebagian besar tuntutan. Kepastian diperoleh setelah pertemuan di Kantor Bupati Wajo, Rabu (2/7/14).

Turut hadir dalam pertemuan, perwakilan warga dan pendamping, juga Wakil Bupati Wajo, kapolres, dandim dan direksi dan komisaris PTPN XIV.

Rizki Anggriana Arimbi, aktivis Walhi Sulsel, mewakili Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, mengatakan,  ada sejumlah poin penting, antara lain hanya petani yang memiliki tanaman semusim diperkenankan memasuki dan mengelola lahan sengketa 1.934 hektar. Para petani dapat mengambil hasil tanaman tanpa dihalang-halangi oleh Brimob dan PTPN.

Pemda Wajo tetap membiarkan PTPN mengelola lahan sengketa, meskipun masa HGU selesai sejak 2003. “PTPN tetap diperkenankan mengelola lahan 1.934 hektar itu sampai ada upaya pengukuran ulang, rencana setelah disepakati APBD-perubahan Agustus 2014,” kata Rizki.

Juga disepakati, petani Keera tidak akan mengganggu keamanan PTPN. Polres berjanji mengurangi Brimob yang berjaga, tersisa 12 orang.“Wakil Bupati meminta para pihak menahan diri.”

Nasrum, aktivis KontraS Sulawesi, menilai, kesepakatan ini kemajuan besar. Dia meminta, semua pihak bisa mengawal seluruh kesepakatan ini.

“Ini kemajuan. Kita akan mengawal agar tidak terjadi seperti sebelumnya. Agustus kita akan tagih lagi pemerintah memenuhi janji untuk pengukuran ulang lahan lahan sengketa 1.947 hektar.”

Dia berharap, setelah pengukuran segera ditindaklanjuti dengan pertemuan seluruh warga pemilik untuk distribusi lahan.

Abdul Azis, ketua LBH Makassar, menyambut baik kesepakatan ini. Dia berharap, bisa dilaksanakan konsisten. Menurut dia,

penting mengawal kesepakatan ini.  “Harus selalu dikordinasikan, khusus aliansi pendamping warga.”

Mustam Arif, direktur Jurnal Celebes, berharap, konsistensi Pemerintah Wajo dan PTPN dalam memenuhi janji. Terlebih, kesepakatan ini baru diperoleh setelah ada desakan warga.

“Kesepakatan ini dihasilkan setelah ada desakan warga jadi sangat memungkinkan akan dipersulit dan diulur-ulur. Ini rawan intimidasi di kemudian hari. Apalagi saya mendengar setelah aksi ada surat panggilan dari Bupati kepada 10 desa yang terlibat dalam aksi itu.”

Rizki membenarkan, ada surat penggilan bupati, ketika aksi sedang berlangsung di PTPN. “Kami rencana ada pertemuan dengan 10 kepala desa guna mengetahui subtansi surat itu.”

Pada aksi 26 Juni, disepakati pertemuan Senin (30/6/14) di Kantor Bupati Wajo. Pada pertemuan itu, tidak dihadiri Bupati dan Direksi PTPN.  Bupati diwakili  Asisten II Pemkab Wajo.  Asisten II menegaskan, tidak masalah warga masuk ke lokasi, dengan catatan tidak merusak aset PTPN.

Ketidakhadiran Bupati dan Direksi PTPN membuat warga emosional dan meminta pertemuan lanjutan. Akhirnya disepakati pertemuan ulang 2 Juli.

Setelah pertemuan, warga mencoba memasuki kawasan PTPN tetapi tertahan karena ada barikade Brimob dan PatMor Wajo.

Situasi memanas. Perwakilan warga dan aliansi mencoba negosiasi dengan Kapolres Wajo, AKBP Masrur. Warga dan aliansi memaksa masuk memenuhi kesepakatan bersama. Namun, Masrur ngotot melarang warga. “Kapolres bertindak di luar kewenangan,” kata Rizki.

Warga mengalihkan aksi dengan penutupan jalur trans Sulawesi, sambil berorasi. Kapolres Wajo kembali negosiasi dengan warga dan disepakati sambil menunggu pertemuan 2 Juli. Jika pada pertemuan lanjutan Direksi PTPN tak hadir, Kapolres berjanji membuka jalan.

 

 

Kredit

Topik

Potret Buram Nelayan Tradisional

  Kondisi nelayan tradisional di Indonesia memprihantinkan. Negara makin tidak berpihak pada nelayan saja. Demi tingkatkan ekonomi, pemerintah izinkan privatisasi ruang laut dan pesisir serta sumber daya alam di dalamnya. Hingga perampasan ruang laut dan pesisir terus terjadi. Upaya-upaya masyarakat mempertahankan lahan pun tak jarang berakhir dengan jerat hukum. Belum lagi  wilayah tangkap  nelayan tradisional/kecil […]

Artikel terbaru

Semua artikel