- Satu individu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) terekam kamera berada di wilayah Desa Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, pertengahan Oktober 2025.
- Dalam video tersebut terlihat harimau tidak agresif, hanya memperhatikan sekitar. Ia duduk dengan tenang di semak, tanpa merasa terganggu kehadiran warga yang melintas.
- Lokasi kehadiran merupakan habitat alami harimau, sehingga kemunculannya bukan hal luar biasa. Di Lesten terdapat hutan lindung yang terhubung dengan TNGL.
- Lesten merupakan desa paling ujung di Pining yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Tamiang. Wilayahnya dikelilingi hutan produksi, hutan lindung, dan Taman Nasional Gunung Leuser.
Satu individu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) terekam kamera berada di wilayah Desa Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Aceh.
Dalam video tersebut terlihat harimau tidak agresif, hanya memperhatikan sekitar. Ia duduk dengan tenang di semak, tanpa merasa terganggu kehadiran warga yang melintas.
“Assalamualaikum, kenapa kau nak? Sakit kau?” ucap seorang warga di rekaman itu.
Rahman, warga Pining, mengatakan video sudah ada sejak pertengahan Oktober 2025.
“Harimau berpapasan dengan warga saat melintasi jalan Lesten – Pining. Kondisinya sepi, kiri kanan jalan hutan lebat, tapi ada juga kebun,” terangnya, Rabu (29/10/2025).
Kecamatan Pining berada di pinggir Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan sebagian wilayahnya masuk Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
“Sementara Lesten, merupakan desa paling ujung di Pining yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Tamiang. Wilayahnya dikelilingi hutan produksi, hutan lindung, dan taman nasional.”
Rahman mengatakan, harimau muncul di pinggir jalan itu bukan hal baru.
“Sebelumnya pengguna jalan yang melintasi jalur Pining – Lokop, Kabupaten Aceh Timur, beberapa kali berpapasan harimau. Kami selalu menyarankan, agar pengguna sepeda motor tidak berkendaraan malam hari.”
Pertemuan warga dengan harimau diharapkan tidak mengundang reaksi berlebihan.
“Tidak mungkin harimau menampakkan diri jika tidak ada masalah, seperti sakit atau kelaparan.”
Baihaqi, warga Pining lain, masyarakat telah hidup berdampingan dengan harimau sejak ratusan tahun yang lalu.
“Mereka saudara kami yang harus dijaga. Harimau tidak akan menyerang, jika tidak merasa terganggu atau terancam.”
Kedekatan masyarakat dengan harimau, dibuktikan dengan suara warga yang menanyakan keadaan harimau tersebut.
“Di Pining juga ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama Harimau Pining.”

Yuk, segera follow WhatsApp Channel Mongabay Indonesia dan dapatkan berita terbaru setiap harinya.
Habitat harimau
Ujang Wisnu Barata, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, membenarkan bahwa video itu di wilayah Lesten
“Tim kami sudah ke lapangan memantau situasi. Harimau tidak lagi terlihat, diduga kembali ke hutan,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).
Lokasi kehadiran merupakan habitat alami harimau, sehingga kemunculannya bukan hal luar biasa. Di Lesten terdapat hutan lindung yang terhubung dengan TNGL.
BKSDA mengimbau masyarakat tetap tenang. Jangan mendekati atau memancing interaksi bila harimau terlihat kembali.
“Jika menemukan tanda-tanda keberadaan harimau, segera laporkan ke kami atau aparat desa agar ditangani segera.”

Iding Achmad Haidir, Ketua Forum HarimauKita, menilai pertemuan warga dengan harimau di Lesten merupakan hal yang wajar.
“Wilayah tersebut habitat atau jalur lintasan harimau, terlebih rute jalan membelah hutan. “Yang harus dihindari, mengganggu dan melewati tempat tersebut malam hari seorang diri,” jelasnya, Rabu (29/10/2025).
Ditanya kenapa harimau tidak agresif atau menyerang warga, Iding mengatakan, banyak kemungkinan yang harus dilihat detil. Misalnya, harimau tidak merasa terganggu dan terancam, atau harimau tersebut sakit.
“Kita tidak bisa menebak. Pastinya, kejadian ini biasa terjadi di sekitar habitatnya.”

Kebijakan pembangunan
Afifuddin, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, adanya konflik manusia dengan harimau merupakan peringatan dari alam terhadap kebijakan pembangunan yang abai terhadap kelestarian lingkungan.
“Pembangunan infrastruktur seperti jalan tembus Pining – Lokop dan rencana pembangunan jalan Lesten – Pulo Tiga, Aceh Tamiang, yang akan membelah beberapa kawasan hutan, harus diperhatikan,” jelasnya, Rabu (29/10/2025).
Walhi menegaskan, setiap proyek pembangunan di KEL harus tunduk pada prinsip perlindungan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati, yang diatur Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan aturan konservasi lainnya.
“Keadilan ekologis harus diutamakan. Pemerintah Aceh dan kabupaten tidak boleh mengabaikan fakta, Lesten bagian dari koridor penting yang menghubungkan populasi harimau di Blang Tualang, Pining, hingga Serbajadi, Aceh Timur.”

Penanganan konflik satwa harus dilakukan melalui pendekatan ekologi dan sosial, bukan dengan memindahkan atau memburu satwa yang kehilangan ruang hidupnya.
“Alam Aceh, terutama KEL tidak membutuhkan proyek yang memecah belah bentang alamnya. Kebijakan yang memulihkan dan memperkuat kehidupan harmonis antara manusia dan satwa sangat diperlukan,” tandasnya.
*****
Cerita Masyarakat Lesten, Tidak Rela Desanya Ditenggelamkan Proyek PLTA Tampur