- Ular viper bakau (Trimeresurus purpureomaculatus) merupakan penghuni tersembunyi di ekosistem mangrove dan pesisir Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
- Salah satu varian warna hitam pada tubuhnya merupakan kemampuan membaur dengan area lumpur hitam dan akar bakau yang gelap.
- Bisa ular bakau bersifat hemotoksik, yang berarti dapat merusak jaringan sel, pembuluh, dan mengganggu sistem pembekuan darah.
- Ular bakau termasuk jenis arboreal (pohon) yang jarang turun ke tanah. Namun sebuah penelitian mengungkap sisi lain yang mengejutkan dari reptil berwarna menakjubkan ini. Mereka adalah pemburu ular yang handal dan tidak segan turun dari pepohonan untuk mengejar mangsa di atas lumpur.
Namanya ular viper bakau (Trimeresurus purpureomaculatus) atau dikenal juga dengan julukan Mangrove Viper. Jenis ini merupakan penghuni tersembunyi di ekosistem mangrove dan pesisir Asia Tenggara.
Ular bakau termasuk kelompok pit viper dari famili Viperidae, yang memiliki ukuran maksimum berkisar 100 cm.
Tanpa tanda peringatan, jenis ini akan menyerang dengan cepat terhadap ancaman. Racun hemotoksiknya yang kuat, dapat menyebabkan penyakit serius atau bahkan kematian.
Siang hari, ular ini dapat ditemukan di dahan rendah, sekitar satu atau dua meter dari permukaan. Warnanya bervariasi dari hitam, hijau, abu-abu gelap, atau cokelat keunguan hingga cokelat dengan pola lemah, disertai garis putih di setiap sisi tubuh. Atau bahkan, hijau kekuningan dengan bintik-bintik gelap. Sisiknya memiliki tonjolan kuat bergelombang.
Variasi warna tubuh itu, merupakan kemampuannya menyamar dengan sempurna di antara dedaunan hijau, lumpur gelap, dan bayangan yang kontras di hutan mangrove. Warna hitam, khususnya, membaur dengan area lumpur hitam dan akar bakau yang gelap.
Ciri lainnya adalah adanya organ lubang (pit organ) di antara mata dan hidung. Organ ini sangat sensitif terhadap panas inframerah yang dipancarkan oleh mangsa berdarah panas. Kondisi ini, memungkinkan sang ular “melihat” bayangan panas mangsanya dalam kegelapan total.
Persebarannya luas di Asia Tenggara, mulai Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam, hingga Singapura, Semenanjung Malaysia, dan tentu saja Indonesia. Sesuai nama, habitat utamanya adalah hutan mangrove yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya.
Di hutan mangrove sumber makanannya melimpah karena di ekosistem ini kaya akan populasi yang menjadi mangsa utama ular ini.
Struktur habitat yang Ideal berupa akar-akar bakau yang kompleks dan dahan-dahan pohon, memberikan tempat persembunyian dan arena berburu yang sempurna bagi ular arboreal ini.
Gigitan ular
Bisa ular ini bersifat hemotoksik, yang berarti dapat merusak jaringan sel, pembuluh, dan mengganggu sistem pembekuan darah. Selama ini, gigitan dari ular pohon dianggap hanya menyebabkan efek lokal. Namun, bukti klinis menunjukkan sebaliknya.
Sebuah publikasi kasus gigitan jenis ular bakau berjudul “Snakebite by the shore pit viper (Trimeresurus purpureomaculatus) treated with polyvalent antivenom” dilaporkan dari Singapura. Korbannya seorang pria berusia 40 tahun digigit di tangan kanannya, yang diidentifikasi melalui foto sebagai ular bakau di hutan tempat kejadian berlangsung.
“Gigitannya berbisa parah, dapat menyebabkan efek lokal signifikan, seperti pembengkakan luas dan nekrosis jaringan,” tulis Mong & Tan (2016).
Meski demikian, dalam studi tersebut kasus racun ular bakau menunjukkan pengobatan klinis setelah diobati antivenom polivalen India (Haffkine). Sebelumnya, pembengkakan parah dan nyeri muncul setelah gigitan, yang menyebar ke lengan. Karena perkembangan pembengkakan lokal, antivenom dimulai dengan cara diberikan total 6 vial (60 ml) antivenom polivalen, dengan vial pertama dimulai 3 jam setelah gigitan. Setelah itu korban menunjukkan perbaikan klinis dalam 24 jam.
Para peneliti menjelaskan, antivenom untuk ular bakau, bagaimanapun, tidak tersedia secara lokal. Sedangkan antivenom Haffkine mengandung antibodi terhadap 4 jenis ular berbisa umum di India, yaitu ular kobra, ular krait biasa, ular russell, dan ular sawscaled. Peningkatan kondisi pasien kemungkinan aktivitas netralisasi silang dari antivenom ular berbisa India terhadap racun ular bakau.
“Antivenom polivalen India menunjukkan efektivitas klinis dalam pengobatan gigitan ular bakau pada pasien kami. Namun, diperlukan studi lebih lanjut untuk memverifikasi efektivitasnya sebelum antivenom ini dapat direkomendasikan sebagai standar perawatan untuk gigitan ular bakau,” tulis para peneliti.
Turun dari pohon
Viper mangrove termasuk jenis ular arboreal (pohon) yang jarang turun ke tanah. Ia lebih nyaman melingkar di dahan atau bersembunyi di antara akar bakau. Ular ini adalah predator yang mengandalkan kesabaran dan kejutan.
Siang hari, ia hampir tidak bergerak, mengandalkan kamuflase untuk menghindari pemangsa dan menyergap mangsa. Ketika malam tiba, menjadi lebih aktif. Organ pitnya menjadi senjata utama untuk mendeteksi mangsa.
Meski dikenal sebagai penghuni pohon pasif dan menunggu mangsa, sebuah penelitian mengungkap sisi lain mengejutkan reptil berwarna menakjubkan ini. Mereka adalah pemburu ular yang handal dan tidak segan turun dari pepohonan untuk mengejar mangsa di atas lumpur.
Sebuah observasi yang dipublikasikan dalam jurnal Herpetology Notes oleh Figueroa dan McCleary (2021) itu berhasil mendokumentasikan perilaku ofiofagi (memangsa ular lain) pada ular bakau. Peristiwa ini terjadi di hutan mangrove Pasir Ris Park, Singapura, ketika seekor ular bakau juvenil memburu dan memangsa seekor ular lumpur (Fordonia leucobalia).
Observasi ini menjadi menarik karena perubahan strategi berburu. Ular bakau, yang notabene adalah ular arboreal (pohon), terlihat turun ke tanah lumpur untuk memburu dan mengonsumsi mangsanya. Jurnal tersebut membuktikan bahwa meskipun banyak menghabiskan waktu di dahan pohon, mereka adalah pemburu oportunis dan fleksibel.
Referensi:
Ecology Asia. “Shore Pit Viper (Trimeresurus purpureomaculatus).” Link: https://www.ecologyasia.com/verts/snakes/shore_pit_viper.htm
Figueroa, A., & McCleary, R. J. R. (2021). Descending from the trees onto the mud to feed: observation of ophophagy by Trimeresurus purpureomaculatus (Gray, 1832) on Fordonia leucobalia (Schlegel, 1837). Herpetology Notes, 14, 1281-1285.
Mong, R., & Tan, H. H. (2016). Snakebite by the shore pit viper (Trimeresurus purpureomaculatus) treated with polyvalent antivenom. Wilderness & environmental medicine, 27(2), 266-270. DOI: 10.1016/j.wem.2016.01.001
Reptile Database. “Trimeresurus purpureomaculatus (GRAY, 1832)” https://reptile-database.reptarium.cz/Trimeresurus/purpureomaculatus?search_param=%28%28taxon%3D%27crotalinae%27%29%29
*****
Hidup di Atas Awan, Ular Ini Bertahan di Ketinggian Hampir 5.000 Meter di Lereng Himalaya