- Kementerian Kehutanan telah menerbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 278 Tahun 2025 tentang Izin Pemberian Satwa yang Dilindungi dan Tidak Dilindungi kepada Greens Zoological Rescues and Rehabilitation Center, India.
- Dalam dokumen yang ditandantangani 23 Mei tersebut, dituliskan bahwa pengiriman satwa liar tersebut sebagai hadiah cendera mata dalam rangka penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa, serta untuk mempererat hubungan diplomatik antarnegara.
- Tercatat, sebanyak 33 jenis satwa yang diberikan yaitu macan tutul, macan dahan, bekantan, siamang, beruang madu, dan monyet ekor panjang.
- Pegiat lingkungan menilai, meskipun memiliki dasar hukum, kebijakan tersebut sangat tidak tepat di tengah kondisi satwa liar Indonesia yang semakin terancam punah.
Kementerian Kehutanan menerbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 278 Tahun 2025 tentang Izin Pemberian Satwa yang Dilindungi dan Tidak Dilindungi kepada Greens Zoological Rescues and Rehabilitation Center, India.
Dalam dokumen yang Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, tandatangani 23 Mei 2025 itu, tertulis bahwa pengiriman satwa liar tersebut sebagai hadiah cendera mata untuk penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa, serta untuk mempererat hubungan diplomatik antarnegara.
Sebanyak 33 jenis satwa yang diberikan yaitu 1 macan tutul (Panthera pardus), 2 macan dahan (Neofelis diardi), 2 bekantan (Nasalis larvatus), 3 siamang (Symphalangus syndactylus), 10 beruang madu (Helarctos malayanus), dan 15 monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Seluruh satwa itu merupakan titipan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan, hasil penyerahan masyarakat kepada Lembaga Konservasi, PT Fauna Land dan Taman Satwa Jhonlin Lestari.
Satyawan Pudiatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kemenhut, dalam pernyataan tertulis kepada Mongabay menyatakan, dasar hukum keputusan menteri itu Pasal 22 ayat (2) Undang-undang Nomor 5/1990, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 32/2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU Konservasi).
“Dalam pasal itu disebutkan, pemberian jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin pemerintah. Adapun penjelasan ayat (2), yang dimaksud pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri adalah untuk keperluan tukar-menukar antarlembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa dan hadiah pemerintah,” katanya, 29 Juli lalu.
Menurut Satyawan, berdasarkan Pasal 22 ayat (2) dan penjelasannya, pemberian izin oleh pemerintah kepada pihak lain di luar negeri dalam rangka penyelamatan satwa terhadap satwa hasil penyerahan yang dititipkan di beberapa lembaga konservasi, telah sesuai ketentuan yang berlaku.
“Adapun Jenis-jenis yang diberikan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri merupakan jenis satwa dilindungi dan atau tidak dilindungi dari hasil penyerahan yang dititpkan di lembaga konservasi. Kementerian Kehutanan sangat selektif dalam mengeluarkan izin. Lembaga penerima harus kredibel dan punya rekam jejak yang baik.”
Pemberian hadiah oleh pemerintah kepada pihak lain di luar negeri, dilakukan guna mempererat hubungan antar negara.
“Sedangkan Greens Zoological Rescues and Rehabilitation Center, menawarkan pemberian satwa, bantuan memperkuat pengawasan peredaran ilegal tumbuhan dan satwa liar di beberapa lokasi rawan dengan program anjing pelacak (K9), perbaikan sarana prasarana konservasi termasuk pengembangan fasilitas rumah sakit atau klinik gajah, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang konservasi, dan lain-lain,” jelas Satyawan.
Tinjau kembali
Panut Hadisiswoyo, Direktur Green Justice Indonesia (GJI), mengatakan, meskipun memiliki dasar hukum, kebijakan tersebut sangat tidak tepat di tengah kondisi satwa liar Indonesia yang semakin terancam punah.
“Kita khawatir, satwa-satwa itu justru berakhir di kebun binatang. Mereka seharusnya dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” katanya, 25 Juli.
Dia juga menyatakan, pengiriman satwa adalah perusahaan swasta, sementara penerimanya kebun binatang korporasi. “Perusahaan penerima bahkan punya catatan buruk dalam kasus perdagangan ilegal satwa liar.”
Hal senada disampaikan Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara. Dia menilai, keputusan ini sangat tidak transparan.
“Kami tidak pernah tahu rencana pengiriman ini. Tiba-tiba, surat keputusan keluar dan satwa dikirim,” katanya.
Timer meminta pemerintah membatalkan pengiriman dan mencabut SK Menteri Kehutanan itu. “Jika belum dikirim, batalkan. Kalau sudah, harus dibawa pulang.”
Sebelumnya, Indonesia Biodiversity Watch, terdiri 16 organisasi masyarakat sipil, menyatakan keprihatinan akan pengiriman itu. Mereka adalah Garda Animalia, Green Justice Indonesia, Forina, Satya Bumi, Forum Konservasi Gajah Indonesia, Forum Dialog Konservasi Indonesia, Voice of Forest, dan Forest Watch Indonesia. Lalu, Natha Satwa Nusantara, Perhappi, Yayasan HAkA, Forum Bekantan Indonesia, Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia, Gibbonesia, Animal Protection Law Firm Indonesia, dan Bogor Nature Wildlife Photography.
“Ini bukan hanya soal hadiah. Ini bagian dari narasi yang membungkus konservasi dalam kepentingan diplomatik, industri, dan bayang-bayang perdagangan ilegal.”
Greens Zoological Rescue and Rehabilitation Center, menurut Indonesia Biodiversity Watch, terlihat seperti lembaga konservasi nirlaba. Namun, investigasi media Süddeutsche Zeitung menunjukkan, lembaga ini merupakan bagian dari proyek Vantara, yang dikelola Reliance Industries, konglomerat raksasa minyak dan gas asal India.
“Dengan memanfaatkan kode ‘Z’ dari sistem CITES, yang semestinya diperuntukkan konservasi zoologis, mereka mengimpor spesies langka dari puluhan negara. Kenyataannya, satwa itu hanya jadi penghuni taman safari privat yang dilabeli narasi penyelamatan. Ini bentuk greenwashing pencitraan hijau oleh korporasi migas.”
Ironisnya, pengiriman ini dilakukan di tengah maraknya penyelundupan satwa liar dari Indonesia ke India. “Dalam kurun waktu Juli 2024 hingga Maret 2025, tercatat sedikitnya lima kasus besar penyelundupan ke India. Mulai owa, siamang bayi, burung cenderawasih, hingga bayi orangutan.”
Para pegiat lingkungan menilai, kebijakan ini justru memperkuat jalur legal bagi praktik yang sebelumnya dilakukan lewat jalur gelap.
“Apa yang gagal diselundupkan, kini bisa dikirim secara resmi lewat SK Menteri.”
SK Menhut-Izin Pemberian Satwa ke India
*****