Mongabay.co.id

Studi Baru: Potensi Tangkap dan Simpan Karbon (CCS) Jauh Lebih Kecil dari Perkiraan Sebelumnya

 

 

Sebuah analisis baru memperlihatkan bahwa kapasitas penyimpanan karbon dioksida yang digadang-gadang dapt menahan laju pemanasan global tambahan ternyata lebih terbatas daripada yang diperkirakan dalam studi-studi lainnya.

Dengan memperhitungkan berbagai risiko yang terkait dengan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS), studi tersebut menemukan bahwa penyimpanan karbon di lokasi bawah tanah yang dianggap sesuai kemungkinan hanya akan mampu menurunkan suhu global sekitar 0,7°C.

Angka ini jauh di bawah estimasi sebelumnya yang memproyeksikan potensi penurunan sebesar 5–6°C, walhasil menjadikan CCS tampak kurang menjanjikan dibandingkan dugaan awal.

CO2 yang ditangkap dari atmosfer disuntikkan ke dalam lapisan bumi melalui proses penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS). Gambar: Global CCS Institute.

Keefektifan Penyerapan Lewat CCS Dipangkas

Bentuk CCS yang paling umum adalah dengan menyuntikkan CO2 ke dalam formasi batuan bawah tanah, yang secara teoritis dapat mengurungnya dan mencegah pelepasan ke atmosfer selama ribuan tahun.

Penelitian sebelumnya memperkirakan terdapat ruang rongga Bumi yang dapat menyimpan 8.000 hingga 55.000 gigaton CO2, yang memunculkan simpulan bahwa potensi CCS hampir tak terbatas. Namun, studi-studi terbaru justru menunjukkan adanya berbagai keterbatasan dari teknik ini.

Riset terbaru yang dipublikasikan pada 3 September 2025 di jurnal Nature menemukan bahwa banyak lokasi potensial CCS di Bumi ternyata terlalu berisiko untuk digunakan.

Makalah tersebut menekankan CCS perlu digunakan secara bijaksana untuk menangani emisi CO2, dengan memprioritaskan sektor energi yang bergantung pada karbon yang sulit digantikan dengan alternatif terbarukan, seperti pertanian.

“Kita tahu bahwa penyimpanan karbon secara geologis kemungkinan besar akan menjadi salah satu instrumen penting untuk mencapai target net-zero dan emisi CO2 net-negatif,” jelas Matthew Gidden, penulis utama studi ini sekaligus peneliti senior di International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), Austria dan peneliti di University of Maryland, Amerika Serikat.

Fasilitas penangkapan karbon di pabrik semen Heidelberg di Brevik, Norwegia. Foto: PutTheKettleOn melalui Wikimedia Commons (CC BY 4.0).

Gidden dan rekan-rekan penulisnya mencatat bahwa CCS merupakan bagian penting dari komitmen iklim negara-negara, sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga 2°C di atas tingkat pra-industri.

Dengan beragam hipotetik tentang seberapa besar karbon yang sebenarnya dapat disimpan. Para peneliti coba menemukan angka batas “ideal” bagi CCS. Mereka memetakan lokasi penyimpanan geologis secara global adalah 11.800 gigaton CO2.

Setelah itu, mereka mengeluarkan sejumlah wilayah yang berisiko dapat terjadinya pencemaran sumber air, berpotensi terjadinya gempa bumi, atau kebocoran CO2. Mereka pun menyingkirkan lokasi yang berada dalam radius 25 kilometer dari kawasan yang berpenduduk.

Kesimpulannya, setelah dihitung hasilnya drastis mengurangi kapasitas penyimpanan yang tersedia di Bumi menjadi sekitar 1.460 gigaton CO2.

“Penelitian ini menempatkan penyimpanan geologis sebagai sumber daya yang terbatas lintas generasi yang memerlukan pengelolaan strategis,” tulis Jarad Daniels, CEO lembaga nirlaba Global CCS Institute (GCCSI) yang berbasis di Australia, dalam sebuah surel kepada Mongabay.

Meski demikian, Daniels menyatakan bahwa penelitian tersebut “menegaskan bahwa penyimpanan geologis tetap lebih dari cukup untuk memungkinkan CCS berperan penting dalam membatasi pemanasan global.”

Ia menyoroti bahwa metode penelitian tersebut didasarkan pada “asumsi yang terlalu ketat mengenai risiko dan parameter teknis proyek CCS.”

Misalnya, — menurut Daniels, penentuan jarak sejauh 25 km dari pemukiman manusia dianggap terlalu “konservatif.” Sebagai contoh dia menyebut proyek CCS yang saat ini berjalan, seperti Carbfix di Islandia, lokasinya lebih dekat dengan area pemukiman.

Proyek lain seperti Northern Lights di Norwegia menyuntikkan CO2 hingga kedalaman yang lebih besar dibandingkan dengan yang digunakan Gidden dan rekan-rekannya.

“Proyek-proyek yang sudah ada, –melalui proses perizinan yang ketat, evaluasi risiko dan standar keselamatan tingkat tinggi, dapat terealisasi secara praktis,” tambah Daniels.

Para penulis studi menyatakan bahwa manusia akan membutuhkan seluruh instrumen yang tersedia untuk menghilangkan CO2 dari atmosfer guna memerangi perubahan iklim. Foto: Global CCS Institute.

Solusi Berbasis Alam untuk Menyerap Karbon

Dalam konteks CCS, para ilmuwan masih belum sepenuhnya sepakat apakah penghilangan CO2 dari atmosfer akan menurunkan suhu global dengan jumlah yang sama; sebagaimana kenaikan suhu ketika CO2 dilepaskan.

Bagi Daniels dan GCCSI, temuan ini justru menekankan perlunya mempercepat peningkatan kapasitas CCS sesegera mungkin.

“Langkah segera adalah sebuah keharusan,” ujarnya. “Studi ini menegaskan bahwa setiap tahun penundaan membuat pencapaian target iklim semakin sulit dan mahal.”

CCS tetaplah penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim, kata Gidden. Sebab, proyeksi saat ini menunjukkan suhu global dapat meningkat hingga 3°C di atas rata-rata pra-industri pada tahun 2100. Proyeksi ini berarti potensi CCS yang telah diidentifikasikan tidak akan cukup untuk menurunkan suhu global agar tetap berada dalam ambang maksimum 2°C sesuai Perjanjian Paris.

Menurut Gidden, cara-cara lain seperti dalam penyerapan karbon seperti melalui hutan dan ekosistem daratan lainnya saat ini menyerap 2 gigaton CO2 dari atmosfer — masih lebih banyak daripada metode manapun yang ada.

“Itu adalah angka yang dapat kita kembangkan secara berkelanjutan,” ujarnya. “Kita dapat melakukan lebih banyak reforestasi, lebih banyak konservasi. Kita dapat merawat dan melindungi bioma alami kita.”

Cara itu pun disertai berbagai manfaat tambahan, seperti perlindungan jasa ekosistem lain dan keanekaragaman hayati.

“Sangat diperlukan bagi kita untuk menggunakan seluruh kemungkinan yang ada dalam rangka menjawab tantangan ini dan itu dimulai dengan konservasi penyerap karbon alami,” tutupnya.

Tulisan ini pertamakali diterbitkan di sini. Artikel ini diterjemahkna oleh Akita Verselita.

 

Referensi:

Gidden, M. J., Joshi, S., Armitage, J. J., Christ, A.-B., Boettcher, M., Brutschin, E., … Schleussner, C.-F. (2025). A prudent planetary limit for geologic carbon storage. Nature, 645(8079), 124-132. doi:10.1038/s41586-025-09423-y

Kearns, J., Teletzke, G., Palmer, J., Thomann, H., Kheshgi, H., Chen, Y.-H. H., … Herzog, H. (2017). Developing a consistent database for regional geologic CO2 storage capacity worldwide. Energy Procedia, 114, 4697-4709. doi:10.1016/j.egypro.2017.03.1603

Zhang, Y., Jackson, C., & Krevor, S. (2024). The feasibility of reaching gigatonne scale CO2 storage by mid-century. Nature Communications, 15(1), 6913. doi:10.1038/s41467-024-51226-8

 

*****

 

Begini Risiko Teknologi Tangkap dan Simpan Karbon

Exit mobile version