- Laporan yang dibuat Universitas Rutgers, New Jersey menyatakan bahwa orangutan mengungguli manusia moderen dalam menghindari obesitas lewat pilihan makanan dan aktivitas seimbang.
- Dalam pengamatan yang berlangsung selama 18 tahun (2003-2021), peneliti menemukan bahwa orangutan dipaksa alam untuk menjalani pola makan seimbang. Orangutan lebih memprioritaskan protein, dibanding kalori. Sedangkan aktivitas harian dirancang untuk menjaga energi tetap terpakai.
- Penelitian tersebut dilakukan di stasiun penelitian orangutan Tuanan di kawasan konservasi Mawas, Kalimantan Tengah. Di sana terdapat hutan rawa gambut yang kaya ragam hayati. Kawasan yang dihuni sekitar 3000 individu orangutan liar, sayangnya saat ini terancam pembalakan liar dan kebakaran hutan.
- Salah satu yang disorot dalam penelitian yang dimuat di jurnal American Journal of Biological Anthropology adalah tanaman liana yang dikonsumsi orangutan saat buah mulai langka. Dari seluruh taksa, liana menjadi sumber makanan yang paling banyak dikonsumsi.
Laporan yang dibuat Universitas Rutgers, New Jersey ini cukup provokatif. Orangutan ternyata mengungguli manusia moderen dalam menghindari obesitas lewat pilihan makanan dan aktivitas yang seimbang. Tim peneliti dari berbagai negara termasuk Indonesia, yang dipimpin ilmuwan dari universitas tersebut menyatakan primata yang terancam punah ini merupakan keajaiban adaptasi terhadap ketidakpastian pasokan makanan di alam liar.
Dalam pengamatan yang berlangsung selama 18 tahun (2003-2021), peneliti menemukan bahwa orangutan dipaksa alam untuk menjalani pola makan seimbang. Orangutan lebih memprioritaskan protein, dibanding kalori. Sedangkan aktivitas harian dirancang untuk menjaga energi tetap terpakai.
“Temuan ini menunjukkan bagaimana orangutan kalimantan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan mereka dengan menyesuaikan asupan nutrisi, perilaku, dan penggunaan energi,” kata Erin Vogel, dari Universitas Rutgers yang memimpin penelitian, dalam rilis tersebut.
Penelitian menjadi kian penting di tengah kekhawatiran meningkatnya penyakit seperti jantung, diabetes, dan obesitas. Manusia moderen banyak yang terjebak pada pemenuhan kalori dalam kelimpahan makanan. Manusia menikmati gaya hidup tidak banyak bergerak, dengan pola makan moderen yang ditopang makanan olahan yang bisa mengganggu metabolisme.
“Penelitian ini menyoroti pentingnya memahami pola makan alami dan dampaknya terhadap kesehatan, baik bagi orangutan maupun manusia,” lanjut Vogel.
Penelitian tersebut dilakukan di stasiun penelitian orangutan Tuanan di kawasan konservasi Mawas, Kalimantan Tengah. Di sana terdapat hutan rawa gambut yang kaya ragam hayati. Kawasan yang dihuni sekitar 3.000 individu orangutan liar, sayangnya saat ini terancam pembalakan liar dan kebakaran hutan.
Orangutan merupakan makhluk hidup yang berkerabat dekat dengan manusia. Bersama gorilla, simpanse, dan bonobo mereka dimasukkan dalam Famili Hominidae. Dalam banyak hal orangutan dan manusia memiliki kesamaan. Mereka bisa menggunakan alat, memiliki budaya, menjalani interaksi sosial yang kompleks, masa hidup panjang, dan pola pengasuhan anak.
Tanaman liana
Orangutan menghindari obesitas. Sebagai satwa arboreal yang menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon, tubuh dengan berat ideal adalah kunci. Orangutan punya strategi tersendiri agar tetap bugar saat sumber makanan melimpah dan sebaliknya saat buah-buahan sulit didapat.
Di kawasan konservasi Mawas, Tuanan, orangutan mengonsumsi beragam makanan yang berasal dari 189 taksa tumbuhan dan hewan, serta terdiri dari 717 jenis makanan, menurut penelitian. Menu makanan berasal dari aneka buah, bunga, daun, kulit kayu, dan serangga.
Salah satu yang disorot dalam penelitian yang dimuat di jurnal American Journal of Biological Anthropology adalah tanaman liana yang dikonsumsi orangutan saat buah mulai langka. Dari seluruh taksa, liana menjadi sumber makanan yang paling banyak dikonsumsi.
Dalam Bahasa Dayak Kapuas, liana disebut akar kamunda. Dalam Bahasa Latin disebut Bowringia callicarpa. Tanaman ini tumbuh dengan cara merambat pada pohon untuk mendapatkan sinar matahari. Tingginya bisa mencapai 15 meter, dengan panjang sulur 25 meter. Bunga putihnya berbau harum. Buahnya setelah kering mengandung biji hingga 3 bulir seukuran kacang polong. Orangutan makan baik daun, bunga, maupun biji liana.
Hampir sepertiga dari waktu makan orangutan dihabiskan untuk mengonsumsi liana. Liana memberikan asupan protein sebanyak 54 persen, kalori 23 persen dari semua jenis sumber makanan. Inilah alasan mengapa orangutan menyukai liana ketika memasuki fase buah-buahan menjadi langka. Orangutan menjaga kecukupan asupan protein dengan mengonsumsinya.
Daun muda liana menjadi bagian yang paling sering dikonsumsi, sementara bijinya merupakan makanan kedua yang paling sering dikonsumsi. Jantan lebih banyak mengonsumsi tanaman ini dibanding betina.
Puasa intermiten
Saat buah melimpah, orangutan memang mendapatkan lebih banyak kalori dari biasanya. Protein tercukupi dari buah dan kombinasi sumber makanan lain termasuk serangga. Ini saatnya orangutan menghabiskan lebih banyak energi dengan lebih sering bergerak. Memanjat, berpindah pohon, mencari makan setiap hari.
Bagaimana saat buah langka? Orangutan mengeluarkan jurus berikutnya, mengurangi aktivitas fisik.
“Mereka lebih banyak istirahat, tidur lebih awal, lebih jarang berpindah tempat, dan menghabiskan lebih sedikit waktu dengan orangutan lain. Fleksibilitas ini memungkinkan mereka menggunakan lemak tubuh dan protein sebagai bahan bakar saat dibutuhkan. Mereka membangun kembali cadangan lemak dan otot ketika ketersediaan buah tinggi,” seperti tertulis dalam penelitian itu.
Saat ini puasa intermiten sedang menjadi tren di kalangan masyarakat moderen. Puasa intermiten adalah pola makan yang menerapkan siklus pergantian periode makan dan tidak makan secara terjadwal. Puasa intermiten memberi kesempatan tubuh untuk beristirahat dari pasokan energi yang berlimpah.
Umumnya, orang melakukan puasa intermiten karena ingin menurunkan berat badan, mengontrol gula darah, dan meningkatkan kesehatan jantung. Menariknya, pola makan seperti ini ternyata juga dijalankan secara alami oleh orangutan.
Seperti dikutip dari rilis mereka, selama periode kekurangan buah, orangutan menunjukkan apa yang disebut fleksibilitas metabolisme. Yaitu saat individu beralih menggunakan lemak tubuh dan protein otot yang tersimpan untuk diubah menjadi energi.
“Kami menemukan bahwa orangutan ini mengatur protein dan secara teratur beralih antara substrat nutrisi eksogen dan endogen seiring dengan menurunnya ketersediaan sumber daya makanan pilihan,” tulis Vogel dalam laporan lainnya.
Untuk sampai pada kesimpulannya, para peneliti mengumpulkan urin dan kotoran orangutan. Mereka mengukur kadar urea dan biomarker lain pada periode ini. Kadar urea dalam urin ternyata naik yang menjelaskan tubuh sedang memecah protein.
“Hasil kami menunjukkan bahwa peningkatan urea urin lebih terkait dengan penggunaan asam amino tubuh untuk glukoneogenesis, menunjukkan bahwa orangutan mengkatabolisme protein endogen ketika asupan karbohidrat nonstruktural rendah,” tulis Vogel.
Dalam penjelasannya, ketika asupan kalori, lipid, dan karbohidrat total menurun selama periode kelangkaan buah, orangutan memanfaatkan lemak dan asam amino dalam tubuh untuk energi.
Ketika buah sulit didapat, orangutan kurang mendapat gula yang mudah dicerna yang diperoleh dari makanan. Agar gula darah tetap stabil orangutan pun menggunakan asam amino dari otot atau jaringan tubuh sendiri untuk diubah menjadi glukosa yang meningkatkan kadar erea dalam urin.
Di Tuanan, periode buah rendah juga terkait dengan berkurangnya masa otot pada orangutan. Mereka tampak lebih kurus dibanding periode kelimpahan buah.
Referensi:
Aguado, W.D., Zulfa, A., Bransford, T.D., Makur, K.P., van Noordwijk, M.A., Utami Atmoko, S.S. and Vogel, E.R. (2025). Nutritional Importance of a Liana Species for a Population of Bornean Orangutans. Am J Biol Anthropol, 186: e70042. https://doi.org/10.1002/ajpa.70042
Erin R. Vogel et al. Integrated behavioral and metabolically flexible responses of wild orangutans to ecologically driven dietary variation. https://www.science.org/doi/epdf/10.1126/sciadv.adv7613
*****