Mongabay.co.id

Naga Laut Misterius, Ikan Hari Kiamat dari Kedalaman Samudera

Seekor oarfish terdampar di Pantai Grandview, Encinitas, California. Peneliti dari Scripps Institution of Oceanography menemukan bangkai ikan sabuk ini pada awal bulan, menjadi yang ketiga di California Selatan sejak Agustus. Foto: Alison Laferriere/Scripps Institution of Oceanography

Seekor oarfish terdampar di Pantai Grandview, Encinitas, California. Peneliti dari Scripps Institution of Oceanography menemukan bangkai ikan sabuk ini pada awal bulan, menjadi yang ketiga di California Selatan sejak Agustus. Foto: Alison Laferriere/Scripps Institution of Oceanography

Tidak banyak makhluk laut yang mampu menyulut imajinasi manusia seperti oarfish. Dalam bahasa Indonesia ikan ini dikenal sebagai ikan sabuk, karena tubuhnya sangat panjang dan pipih menyerupai ikat pinggang. Di berbagai belahan dunia, ia juga dijuluki naga laut karena bentuknya yang berkilau dan bergerak anggun layaknya ular raksasa yang menari di kedalaman. Lebih menyeramkan lagi, di sejumlah budaya Asia oarfish bahkan mendapat sebutan ikan hari kiamat, sebuah julukan yang lahir dari keyakinan bahwa kemunculannya menandai bencana besar.

Julukan-julukan ini lahir bukan tanpa alasan. Oarfish adalah ikan bertulang paling panjang di dunia, dengan catatan spesimen mencapai lebih dari 11 meter. Tubuhnya yang ramping berwarna perak dengan sirip punggung merah menyala membuatnya terlihat seperti makhluk dari dunia mitologi. Penampakannya yang jarang terjadi, baik di permukaan laut maupun terdampar di pantai, menambah aura misterius yang membuat masyarakat terpesona sekaligus ketakutan.

Meskipun terlihat seperti monster laut dalam kisah legenda, oarfish sebenarnya jauh dari sifat menakutkan. Ia bukan predator besar seperti hiu atau tuna, melainkan pemakan plankton, krustasea kecil, dan cumi-cumi mini. Justru keanehan ini yang membuatnya semakin menarik. Bagaimana mungkin seekor ikan yang bisa sepanjang bus pariwisata bertahan hidup dari makanan berukuran mini? Pertanyaan semacam ini terus mendorong ilmuwan untuk meneliti lebih jauh peran dan rahasia oarfish di ekosistem samudera.

Kemunculan yang Jarang tapi Selalu Menghebohkan

Habitat alami oarfish berada di laut dalam, biasanya pada kedalaman 200 hingga 1.000 meter. Lingkungan gelap dan sulit dijangkau ini membuat manusia hampir tidak pernah melihatnya secara langsung. Akibatnya, sebagian besar informasi tentang oarfish diperoleh dari spesimen yang mati terdampar atau terombang-ambing ke permukaan saat sakit. Kondisi inilah yang kemudian memicu munculnya berbagai mitos, karena setiap kemunculan oarfish selalu dianggap istimewa.

Seekor oarfish sepanjang beberapa meter terdampar di pesisir Pulau Catalina, California. Penampakan langka ikan sabuk ini selalu memicu kehebohan publik karena kerap dikaitkan dengan mitos naga laut dan ‘ikan hari kiamat’. Foto: Reuters/Handout”

Pada Februari 2025, publik dunia kembali dikejutkan oleh penampakan seekor oarfish hidup di pesisir Baja California Sur, Meksiko. Video yang direkam oleh wisatawan langsung viral di media sosial, menimbulkan spekulasi tentang pertanda bencana. Para ahli biologi laut kemudian turun tangan dan menjelaskan bahwa fenomena itu tidak berkaitan dengan gempa ataupun tsunami. Namun, peristiwa tersebut menunjukkan bagaimana kehadiran oarfish selalu memancing reaksi emosional yang kuat dari masyarakat.

Di Jepang, oarfish memiliki makna budaya yang dalam. Masyarakat menyebutnya ryūgū no tsukai, atau “utusan dari istana dewa laut.” Kepercayaan lokal menyatakan bahwa ikan ini muncul menjelang gempa besar atau tsunami. Kenangan akan gempa Tohoku 2011 yang dahsyat, yang memang didahului oleh beberapa laporan terdamparnya oarfish, memperkuat persepsi ini. Meski begitu, para ilmuwan menegaskan tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan keterkaitan langsung antara kemunculan oarfish dengan aktivitas seismik.

Terobosan Sains: Melihat Oarfish Hidup di Habitat Aslinya

Selama berabad-abad, misteri oarfish hanya bisa ditebak melalui bangkai yang terdampar. Baru pada 2013, sebuah tim ilmuwan yang dipimpin oleh Dr. Mark Benfield dari Louisiana State University berhasil melakukan dokumentasi visual oarfish hidup menggunakan kendaraan bawah laut kendali jarak jauh (ROV). Hasilnya kemudian dipublikasikan dalam Journal of Fish Biology. Studi ini menjadi catatan ilmiah pertama yang berhasil menunjukkan perilaku oarfish di habitat aslinya, sebuah terobosan penting dalam ilmu biologi laut dalam.

Rekaman tersebut mengungkap perilaku unik: oarfish sering berenang dalam posisi vertikal, dengan kepala menghadap ke atas. Para peneliti menduga strategi ini membantu mereka melihat mangsa kecil yang tampak sebagai siluet di bawah cahaya redup permukaan. “Bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih ternyata bukan sekadar keanehan morfologi, melainkan adaptasi yang memungkinkan mereka mencari makan secara efisien di kedalaman laut,” jelas Benfield dalam wawancara setelah publikasi temuannya. Temuan ini memberi pemahaman baru tentang bagaimana raksasa ramping itu bertahan hidup di laut dalam.

Selain itu, dokumentasi dengan ROV memperlihatkan bahwa oarfish bukan perenang pasif. Meski tubuhnya sangat panjang, ikan ini mampu bermanuver dengan lincah di kolom air. Gerakan ombak sirip punggungnya memungkinkan mereka bergerak stabil dan perlahan, menghemat energi sambil tetap bisa menjelajahi perairan luas. Bagi ilmuwan, hasil observasi ini sangat berharga karena membantah anggapan lama bahwa oarfish hanya bergerak lemah dan bergantung pada arus.

Baca : Ikan ‘Kiamat’ Oarfish Terdampar di Pantai California, Pertanda Gempa Bumi?

Dua Spesies Oarfish di Dunia

Meski sering disebut secara umum sebagai “oarfish,” sebenarnya terdapat dua spesies utama dalam genus Regalecus. Spesies pertama adalah Regalecus glesne, yang tersebar luas di Samudera Atlantik, Pasifik, dan Hindia. Ia dikenal sebagai oarfish raksasa dengan panjang maksimum yang bisa melampaui 11 meter, menjadikannya spesies terpanjang dalam kelompoknya. Spesies ini pula yang diamati langsung oleh Dr. Mark Benfield menggunakan ROV pada 2013, yang memperlihatkan perilaku berenang vertikal di habitat aslinya.

Sebuah tim peneliti dan perenang snorkel menemukan ikan oarfish yang mati di perairan La Jolla Cove, California, Sabtu, 10 Agustus 2024. Foto : Michael Wang/The Scripps Institution Oseanografi via phys

Spesies kedua adalah Regalecus russellii, yang lebih banyak ditemukan di perairan Jepang, Asia Timur, hingga Pasifik Barat. Ukurannya umumnya lebih pendek dibanding R. glesne, berkisar 3 hingga 8 meter, meski tetap tergolong besar dibanding ikan laut lainnya. Spesies inilah yang menjadi objek penelitian Dr. Shigeru Oka pada 2020, ketika ia berhasil melakukan pembuahan buatan dan mendokumentasikan perkembangan larva pertama kali.

Selain dua spesies tersebut, ada juga catatan tentang Regalecus kinoi yang dideskripsikan dari Meksiko pada 2007. Namun, sebagian besar ilmuwan menganggapnya sinonim dengan R. glesne, sehingga tidak diakui secara luas sebagai spesies terpisah. Dengan demikian, oarfish secara resmi dikenal terutama melalui dua spesies besar: R. glesne yang kosmopolitan, dan R. russellii yang berasosiasi dengan Pasifik Barat.

Antara Mitologi dan Fakta Ilmiah

Meski penelitian sudah memberi banyak jawaban, bayangan mitos masih melekat kuat pada oarfish. Di berbagai belahan Asia, cerita bahwa ikan ini adalah pertanda kiamat tetap populer. Narasi semacam ini memang sulit dihapus, karena penampakan oarfish yang begitu jarang selalu terjadi di luar konteks sehari-hari. Tubuhnya yang sangat panjang dan menyerupai naga membuat publik cenderung mencari makna besar di balik kemunculannya.

Namun, para ahli biologi laut mengingatkan bahwa korelasi antara kemunculan oarfish dan bencana alam hanyalah kebetulan. Banyak faktor lingkungan lain yang bisa menjelaskan mengapa oarfish naik ke permukaan. Perubahan suhu laut, badai, gelombang panas laut, atau sakit bisa membuatnya terseret keluar dari habitat dalam. Dalam banyak kasus, oarfish yang muncul ke permukaan ternyata dalam kondisi sekarat, bukan sedang “memberi pertanda” kepada manusia.

Meskipun begitu, mitos punya sisi positif. Ia membuat masyarakat tertarik dan peduli pada fenomena laut dalam yang jarang diketahui. Bagi ilmuwan dan jurnalis lingkungan, oarfish bisa dijadikan contoh bagaimana sebuah legenda dapat digunakan untuk membuka diskusi tentang ekologi laut, pentingnya eksplorasi samudera, dan perlunya konservasi. Dengan memadukan kisah budaya dan fakta ilmiah, publik dapat melihat oarfish tidak hanya sebagai simbol bencana, tetapi juga sebagai pintu menuju pemahaman yang lebih luas.

Oarfish Penting bagi Ekosistem Laut Dalam

Oarfish bukan sekadar ikan aneh yang sesekali muncul di berita. Dari sudut pandang ekologi, ia memainkan peran penting dalam rantai makanan laut dalam. Sebagai pemakan plankton dan krustasea kecil, oarfish membantu menghubungkan energi dari organisme mikroskopis ke ekosistem yang lebih besar. Memahami peranannya berarti juga memahami bagaimana laut dalam mengatur siklus energi global.

Sebuah tim peneliti dan perenang snorkel menemukan ikan oarfish yang mati di perairan La Jolla Cove, California, Sabtu, 10 Agustus 2024. Foto : Michael Wang/The Scripps Institution Oseanografi via phys

Penelitian tentang oarfish juga mengingatkan bahwa laut dalam masih menjadi wilayah yang sebagian besar misterius. Menurut laporan Seabed 2030, hingga pertengahan 2025 baru sekitar 27 persen dasar laut dunia yang berhasil dipetakan secara detail. Angka ini menunjukkan betapa besarnya ruang samudera yang masih belum dijelajahi. Kehadiran oarfish menjadi simbol nyata bahwa banyak spesies laut dalam masih menunggu untuk dipelajari lebih jauh.

Selain itu, daya tarik oarfish yang besar di mata publik dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dukungan terhadap riset kelautan. Dengan citra naga laut dan mitos ikan hari kiamat, oarfish bisa menjadi “spesies duta” yang mendorong minat masyarakat pada eksplorasi laut dalam. Dengan semakin banyak perhatian, diharapkan pendanaan untuk penelitian bawah laut juga semakin besar, sehingga misteri lain di samudera bisa perlahan terungkap.

Exit mobile version