Mongabay.co.id

Tak Hanya Terbang, Ular Ini Juga Bisa Bermanuver ‘Mundur’ di Udara

Ular terbang firdaus (Chrysopelea paradisi) beristirahat di dahan pohon di habitat aslinya. Foto: Rushen / CC BY-SA 4.0

Ular terbang firdaus (Chrysopelea paradisi) beristirahat di dahan pohon di habitat aslinya. Foto: Rushen / CC BY-SA 4.0

Di hutan-hutan tropis Asia Tenggara, ada satu “pilot” tanpa sayap yang membuat ilmuwan dunia terkesima: ular terbang firdaus (Chrysopelea paradisi). Gerakannya nyaris tak masuk akal—meluncur dari satu pohon ke pohon lain tanpa sayap, tanpa selaput, hanya mengandalkan tubuh yang lentur dan trik aerodinamika bawaan. Tubuhnya yang ramping melayang di udara, berliuk seperti pita hijau-hitam yang berenang di lautan tak kasatmata, seolah menantang hukum gravitasi.

Kemampuan ini sudah lama memikat para pengamat alam dan pemburu foto satwa liar. Dari sudut pandang manusia, melihat seekor ular “berenang” di udara adalah pemandangan yang membingungkan sekaligus memukau. Tapi rupanya, pertunjukan itu hanya permulaan. Penelitian terbaru menemukan bahwa ular terbang firdaus menyimpan satu jurus tambahan yang membuatnya semakin istimewa: ia mampu bermanuver seolah-olah terbang mundur.

Bagi sebagian orang, gagasan seekor ular melayang saja sudah cukup mengejutkan. Apalagi jika ditambah kemampuan untuk memutar tubuh di udara dan menghadap ke belakang sambil tetap melaju. Bayangkan, di tengah luncuran puluhan meter di udara, ular ini dapat mengubah orientasi tubuhnya, seakan-akan memiliki “kemudi” yang bisa memutar arah pandangan tanpa menghentikan lajunya. Bagi para peneliti, ini bukan sekadar tontonan unik, melainkan contoh luar biasa dari adaptasi tubuh dan kendali aerodinamis yang jarang ditemukan pada hewan lain—bahkan di antara para ahli manuver udara sekalipun.

Baca  juga: Melayang Meski Tanpa Sayap: Apakah Ular-ular Terbang Ini Berbahaya?

Kemampuan Meluncur Tanpa Sayap yang Memukau

Berbeda dari burung atau tupai terbang yang punya sayap atau selaput, ular terbang firdaus mengandalkan seluruh tubuhnya. Saat hendak meluncur, ia membentuk posisi melengkung seperti huruf “J” di tepi dahan, lalu melompat. Begitu di udara, tulang rusuknya dibentangkan, membuat tubuhnya pipih dan sedikit cekung—profil yang ternyata berperan layaknya sayap.

Riset klasik yang terbit di Nature  menjadi pintu pembuka pemahaman ini. Socha mendokumentasikan bahwa profil tubuh ular terbang firdaus bisa menghasilkan gaya angkat cukup besar untuk membuatnya melayang puluhan meter. Perbandingan jarak luncurnya mencapai 4,5 banding 1—setiap satu meter turun, ia bisa maju 4,5 meter. Itu setara melompat dari atap rumah dua lantai dan mendarat hampir setengah panjang lapangan sepak bola jauhnya.

Kunci lain dari kelincahannya adalah gerakan khas berupa gelombang yang merambat dari kepala hingga ekor. Gerakan ini, seperti yang dipastikan penelitian motion capture Virginia Tech pada 2020, bukan kebetulan. Tanpa gelombang itu, ular justru akan terjungkal di udara. Gelombang tersebut berfungsi ganda: menjaga stabilitas dan membantu mengatur arah luncur.

Manuver ‘Terbang Mundur’ yang Mengejutkan Ilmuwan

Dalam rekaman berkecepatan tinggi, ular terbang firdaus terlihat memutar tubuhnya hingga kepalanya menghadap arah yang berlawanan dari lajunya. Sekilas, ini benar-benar tampak seperti ia sedang terbang mundur, seolah tubuhnya memiliki “gigi mundur” layaknya mobil. Namun, penjelasan ilmiahnya menunjukkan sesuatu yang lebih rumit: ini adalah manuver reorientasi ekstrem, sebuah teknik udara yang memanfaatkan perpaduan antara momen inersia tubuh dan dorongan dari gelombang undulasi yang terus bergerak sepanjang badannya.

Dengan kata lain, ular ini bisa memutar orientasi tubuh tanpa langsung mengubah arah gerak utamanya. Fenomena ini mirip drift pada mobil balap, di mana kendaraan sengaja meluncur miring atau menghadap ke arah lain sambil tetap bergerak maju. Dalam dunia penerbangan, teknik serupa disebut sideslip, saat pesawat glider menggeser posisi badannya untuk mengatur arah mendarat tanpa kehilangan kecepatan.\

Ular terbang firdaus (Chrysopelea paradisi) melayang di udara dengan tubuh pipih dan meliuk, teknik yang memungkinkannya bermanuver ekstrem, termasuk manuver “terbang mundur” sebagaimana diungkap penelitian terbaru. Foto: Jake Socha.

Bagi seekor ular tanpa sayap, kemampuan ini adalah anomali. Ia bukan hanya mempertahankan kestabilan saat meluncur, tetapi juga sanggup mengubah arah pandangan dan posisi tubuh di udara untuk merespons kondisi lingkungan, misalnya menghindari dahan di depan, memperbaiki jalur terbang, atau menyesuaikan sudut pendaratan. Hingga kini, belum ada vertebrata lain yang terdokumentasi mampu melakukan manuver udara dengan teknik seperti ini, menjadikan ular terbang firdaus salah satu “pilot” paling terampil yang pernah diamati di alam liar.

Meski tidak langsung menyebut “terbang mundur”, penelitian tim dari Universitas Chicago berhasil merekonstruksi gerak tiga dimensi ular terbang firdaus menggunakan model digital. Studi ini memberikan gambaran awal tentang kompleksitas pola gerak di udara dan menjadi dasar bagi penelitian lanjutan yang mengungkap kemampuan manuver ekstremnya.

Penelitian simulasi aerodinamika memperlihatkan bagaimana bentuk penampang tubuh ular terbang firdaus menjadi kunci keunggulannya. Saat tulang rusuk dibentangkan, profil tubuhnya membentuk permukaan cekung yang pada sudut serang sekitar 35° bisa menghasilkan gaya angkat tinggi tanpa kehilangan stabilitas.

Aliran udara di atas tubuh ular terpisah lebih awal dan membentuk pusaran di belakangnya. Pusaran ini menciptakan efek hisap yang membantu tubuh tetap “menggantung” di udara. Pada skala tubuh ular, mekanisme ini sangat efisien—lebih dari yang bisa dicapai banyak hewan glider bersayap.

Sistem Penglihatan yang Mendukung Presisi Terbang

Kemampuan meluncur ular terbang firdaus juga diperkuat oleh sistem penglihatan yang luar biasa. Studi pada 2021 mengungkap bahwa ular ini memiliki lapang pandang hingga sekitar 308 derajat—nyaris menyapu seluruh area sekelilingnya—serta tingkat sensitivitas tinggi terhadap gerakan. Dalam dunia hewan, kombinasi ini jarang dimiliki oleh predator arboreal.

Bagi ular yang mengandalkan luncuran bebas di antara cabang pohon, keunggulan visual ini ibarat instrumen navigasi yang selalu aktif. Saat tubuhnya melayang di udara, mata yang “nyaris melihat ke belakang” memungkinkannya memantau posisi dahan tujuan, mengukur jarak, sekaligus memperkirakan rintangan di jalur terbang. Bahkan, di detik-detik terakhir sebelum mendarat, penglihatan ini membantu ular melakukan koreksi arah atau kemiringan tubuh agar mendarat tepat di cabang yang diinginkan.

Bayangkan jika ia hanya mengandalkan insting atau pendengaran—risikonya lebih besar untuk menabrak atau meleset dari target. Dengan “radar” visual ini, ular terbang firdaus mampu melakukan manuver presisi tingkat tinggi, sebuah kemampuan yang selaras dengan reputasinya sebagai salah satu “pilot aerobatik” terbaik di dunia hewan.

Persebaran dan Ekologi di Indonesia

Bagi Indonesia, ular terbang firdaus bukan hewan asing. Persebarannya meliputi Sumatra, Bangka–Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan, Jawa, Bali, Nias, Mentawai, Natuna, hingga Sulawesi. Habitat favoritnya adalah hutan lembap, kebun berpohon, bahkan tepi perkampungan. Dari ketinggian pohon, ia memburu kadal, burung kecil, hingga kelelawar, lalu meluncur ke pohon lain untuk mengejar mangsa atau menghindari predator.

Meski statusnya Least Concern secara global, ancaman lokal tetap ada. Hilangnya hutan dataran rendah dan terputusnya kanopi membuat “landasan pacu” ular ini semakin sedikit. Pohon-pohon tinggi yang saling terhubung adalah jalur udaranya. Tanpa itu, perilaku meluncur—yang menjadi bagian penting dari ekologi dan strateginya bertahan hidup—akan terganggu.

Jadi, apakah ular terbang firdaus benar-benar terbang mundur? Secara fisik, mungkin tidak sepenuhnya, tapi manuvernya cukup untuk membuat mata kita tertipu. Yang jelas, ia adalah salah satu manuveris udara terbaik di dunia hewan: tanpa sayap, tanpa mesin, hanya mengandalkan tubuh dan fisika yang ia kuasai secara naluriah.

Exit mobile version