- Praktik penangkapan ikan merusak (destructive fishing) di perairan Maluku Utara (Malut) begitu marak. Betapa tidak, dalam sepekan ini, Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Malut mengamankan enam orang karena terlibat destructive fishing.
- Dari keenam pelaku, empat diantaranya tertangkap basah menangkap ikan menggunakan peledak di perairan Pulau Obi, tepatnya Kecamatan Jikotomo, Halmahera Selatan pada Sabtu (26/7/25). Dua pelaku lainnya tertangkap di perairan Kabupaten Taliabu, Rabu (30/7/25) dan Perairan Bacan, Halmahera Selatan, dua hari kemudian.
- Abdul Halim, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, katakan, perlu penegakan hukum lebih serius untuk perangi illegal fishing di Malut. Penggunaan bom ikan dan dan aktivitas destruktif lain oleh nelayan adalah kejadian yang berulang.
- Dalam waktu dekat, Pemprov Malut akan membentuk tim terpadu untuk meningkatkan pengawasan di wilayah perairan. Selain TNI AL, tim terpadu ini akan melibatkan unsur dari pemerintah daerah, juga jajaran kepolisian di tingkat paling kecil.
Praktik penangkapan ikan merusak (destructive fishing) di perairan Maluku Utara (Malut) begitu marak. Betapa tidak, dalam sepekan ini, Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Malut mengamankan enam orang karena terlibat destructive fishing.
Dari keenam pelaku, empat tertangkap basah menangkap ikan dengan peledak (bom ikan) di perairan Pulau Obi, tepatnya Kecamatan Jikotomo, Halmahera Selatan, 26 Juli lalu. Mereka adalah Ane (ketua kelompok) Emi (penyelam), Dede (penjaga kompresor dan selang) dan Aji (motoris).
Ada pula, penangkapan di lokasi dan waktu berbeda, Umpi, nelayan Balohang, tertangkap di perairan Kabupaten Taliabu, 30 Juli dan Aludia, di Perairan Bacan, Halmahera Selatan, dua hari kemudian.
Kompol. Riki Arinanda, Kasubdit Gakkum Polda Malut menjelaskan, penangkapan ini bermula dari informasi warga yang menyebut ada penangkapan ikan ilegal . Atas informasi itu, polisi kemudian melakukan penyergapan.
Dari keenam pelaku ini, polisi amankan sejumlah barang bukti, seperti, satu long boat bernama Fahril 05 bermesin 40 PK, dua perahu tempel, bahan peledak, dua kompresor lengkap dengan selang bercabang sepanjang 79 meter dan 30 meter. Lalu, dua pasang drakor dan dua kacamata selam serta ikan lebih dari 30 kilogram, serta anak panah.
Menurut Riki, penangkapan ikan oleh para pelaku tidak hanya melanggar ketentuan Pasal 84 ayat 1 UU. RI Nomor 45/2009 tentang Perikanan juga merusak ekosistem dan mengancam kelestarian sumber daya ikan. “Saat ini, mereka dibawa ke Ternate untuk diproses lebih lanjut.”
Bentuk tim terpadu
Abdul Halim, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, katakan, perlu penegakan hukum serius untuk perangi illegal fishing di Malut.
Dia mendesak, proses hukum berjalan tuntas.“Tujuannya ada efek jera dan ada pembelajaran sehingga peristiwa seperti ini tidak terulang. Jangan hanya separuh jalan kasus- kasus seperti ini sehingga tidak ada pembelajaran.”
Lembaga yang beberapa kali melakukan riset di Malut, termasuk soal pengawasan perikanan itu, juga mendesak Sherly Tjoanda, Gubernur Malut mengalokasikan anggaran guna menekan illegal fishing di wilayahnya.
Menurut Halim, dukungan anggaran sangat penting lantaran pengawasan laut tidak lagi menjadi wewenang kabupaten/kota, tetapi provinsi.
“Seharusnya gubernur ada di garda terdepan mengambil peran dengan polisi maupun aparat TNI Angkatan Laut men-declare bersama bahwa laut dan sumber dayanya tidak hanya menghidupi manusia saat ini, tetapi juga generasi selanjutnya.”
Abdullah Soleman, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Dinas Perikanan Malut, mengakui, mengawasi laut saat ini menjadi tanggung jawabnya. Namun, ada banyak keterbatasan sehingga kegiatan pengawasan tak berjalan maksimal.
DKP terus berkoordinasi dengan pihak terkait baik TNI AL maupun kepolisian untuk mengatasi aktivitas illegal fishing, seperti penggunaan bom maupun potassium.
“Kami sangat terbatas pada personel dan anggaran pengawasan. Sementara wilayah laut Malut juga luas dengan ribuan pulau kecil. Ini jadi tantangan karena jadi tempat yang aman untuk aktivitas destructive fishing,” katanya.
Untuk memperkuat koordinasi dan kerja sama pengawasan laut, merek tengah menyiapkan formasi tim pengawasan terpadu melalui SK gubernur. Tim terpadu juga akan melibatkan unsur pemerintah daerah, dan jajaran kepolisian di tingkat paling kecil.
Melalui koordinasi terpadu ini, mereka berharap pengawasan bisa lebih efektif. “Kami memberi apresiasi kepada aparat kepolisian atas kerja kerasnya sehingga daerah yang luas dengan minim petugas bisa menangkap para pelaku bom” katanya.
*****
Kapal Illegal Fishing Filipina Ditangkap, Gunakan Modus Baru