Mongabay.co.id

Penangkapan Ikan Merusak Terus Marak di Malut

 

 

Praktik penangkapan ikan merusak (destructive fishing) di perairan Maluku Utara (Malut) begitu marak. Betapa tidak, dalam sepekan ini, Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Malut mengamankan enam orang karena terlibat destructive fishing.

Dari keenam pelaku, empat tertangkap basah menangkap ikan dengan peledak (bom ikan) di perairan Pulau Obi, tepatnya Kecamatan Jikotomo, Halmahera Selatan, 26 Juli lalu.  Mereka adalah Ane (ketua kelompok) Emi (penyelam), Dede (penjaga kompresor dan selang) dan Aji (motoris).

Ada pula, penangkapan di lokasi dan waktu berbeda,   Umpi, nelayan Balohang, tertangkap di perairan Kabupaten Taliabu, 30 Juli  dan Aludia, di Perairan Bacan, Halmahera Selatan, dua hari kemudian.

Kompol. Riki Arinanda, Kasubdit Gakkum Polda Malut menjelaskan, penangkapan ini bermula dari informasi warga yang menyebut ada penangkapan ikan ilegal . Atas informasi itu, polisi kemudian melakukan penyergapan.

Dari keenam pelaku ini, polisi amankan sejumlah barang bukti, seperti,  satu long boat bernama Fahril 05 bermesin 40 PK, dua  perahu tempel, bahan peledak, dua kompresor lengkap dengan selang bercabang sepanjang 79 meter dan 30 meter. Lalu,  dua pasang drakor dan dua kacamata selam serta ikan lebih dari 30 kilogram, serta anak panah.

Menurut Riki, penangkapan ikan oleh para pelaku tidak hanya melanggar ketentuan Pasal 84 ayat 1 UU. RI Nomor 45/2009 tentang Perikanan juga  merusak ekosistem dan mengancam kelestarian sumber daya ikan. “Saat ini, mereka dibawa ke Ternate untuk diproses  lebih lanjut.”

Tim Ditpolairud Polda Malut menunjukkan salah satu pelaku destructive fishing dan barang bukti. Foto: Dokumen Ditpolairud Polda Malut.

Bentuk tim terpadu

Abdul Halim, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim  untuk Kemanusiaan, katakan, perlu penegakan hukum  serius untuk perangi illegal fishing di Malut.

Dia mendesak,  proses hukum berjalan tuntas.“Tujuannya ada efek jera dan ada pembelajaran    sehingga  peristiwa  seperti ini tidak terulang.   Jangan hanya separuh jalan kasus- kasus seperti ini sehingga  tidak ada  pembelajaran.”

Lembaga  yang beberapa kali melakukan riset di Malut, termasuk soal pengawasan perikanan  itu, juga mendesak Sherly Tjoanda, Gubernur Malut mengalokasikan anggaran guna menekan illegal fishing di wilayahnya.

Menurut Halim, dukungan anggaran sangat penting lantaran pengawasan laut tidak lagi menjadi wewenang kabupaten/kota, tetapi provinsi.

“Seharusnya gubernur  ada di garda terdepan mengambil peran dengan polisi maupun aparat   TNI Angkatan Laut men-declare bersama bahwa laut dan sumber dayanya tidak hanya menghidupi manusia  saat ini, tetapi juga generasi selanjutnya.”

Abdullah Soleman, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Dinas Perikanan Malut, mengakui, mengawasi laut saat ini menjadi tanggung jawabnya. Namun, ada banyak keterbatasan sehingga kegiatan pengawasan tak berjalan maksimal.

DKP  terus berkoordinasi dengan pihak terkait baik TNI AL maupun kepolisian untuk mengatasi aktivitas illegal fishing, seperti penggunaan bom maupun potassium.

“Kami sangat terbatas pada personel dan anggaran pengawasan.  Sementara wilayah laut Malut  juga luas dengan ribuan pulau kecil. Ini jadi tantangan karena jadi tempat yang aman untuk aktivitas destructive fishing,” katanya.

Sejumlah barang bukti yang disita dari para pelaku destructive fishing. Foto: Ditpolairud Polda Malut.

Untuk memperkuat koordinasi dan kerja sama pengawasan laut,  merek  tengah menyiapkan formasi tim pengawasan terpadu melalui SK gubernur. Tim terpadu juga akan melibatkan unsur pemerintah daerah, dan  jajaran kepolisian di tingkat paling kecil.

Melalui koordinasi terpadu ini, mereka berharap  pengawasan bisa lebih efektif. “Kami memberi apresiasi kepada aparat kepolisian atas kerja kerasnya sehingga daerah yang luas dengan minim petugas bisa menangkap  para pelaku   bom” katanya.

*****

 

Kapal Illegal Fishing Filipina Ditangkap, Gunakan Modus Baru

Exit mobile version