Mongabay.co.id

Ilmuwan Ungkap Laser Pertama di Alam, Di Bulu Burung Merak

Burung merak telah lama menjadi objek kekaguman manusia. Dari istana-istana kuno di Asia hingga lukisan-lukisan klasik Eropa, citra burung ini selalu dikaitkan dengan kemegahan, keanggunan, dan daya tarik visual yang hampir mistis. Di alam, terdapat beberapa spesies burung merak, mulai dari merak hijau Asia Tenggara (Pavo muticus) hingga merak Kongo (Afropavo congensis), masing-masing dengan pesona dan ciri khasnya. Gambar dan foto mereka telah lama menghiasi buku, ukiran, kain, hingga imajinasi kolektif kita.

Di antara semua spesies itu, burung merak India (Pavo cristatus) menempati tempat istimewa sebagai spesies yang paling sering diamati, dan menjadi salah satu simbol keindahan alam yang paling ikonik. Selama ini, pemahaman umum menjelaskan bahwa kilaunya yang khas tidak dihasilkan oleh pigmen, melainkan oleh fenomena fisika yang disebut warna struktural. Melalui susunan kompleks berskala nano, bulu merak memanipulasi dan memantulkan cahaya secara selektif untuk menciptakan spektrum warna memukau yang kita lihat.

Tampilan dari samping seekor merak India (Pavo cristatus) memperlihatkan arsitektur kompleks dari ekornya. Setiap helai bulu ini tersusun dari filamen-filamen berskala nano yang kini teridentifikasi tidak hanya untuk menciptakan warna, tetapi juga mampu berfungsi sebagai rongga laser alami, menunjukkan kerumitan rekayasa biologis pada spesies ini.Foto: Julia via Flickr (CC BY-SA 2.0)

Namun, penelitian terbaru mengungkap fakta yang jauh lebih mengejutkan: di balik kemegahan visual itu, bulu ekor merak ternyata mampu memancarkan sinar laser alami. Temuan ini, yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, bukan sekadar tambahan fakta menarik, melainkan tonggak sejarah baru dalam ilmu pengetahuan , menandai contoh pertama biolaser cavity yang pernah ditemukan di dunia hewan.

Lebih dari Sekadar Pemantul Cahaya: Cara Kerja Laser Alami Merak

Untuk memahami penemuan ini, kita perlu melihat lebih dekat struktur bulu merak. Setiap helai bulu terdiri dari filamen-filamen kecil yang disebut barbula. Di dalam barbula ini, terdapat susunan batang-batang kristal mikroskopis yang terbuat dari melanin (pigmen gelap) dan keratin (protein struktural).

Ketika cahaya memasuki susunan ini, sebagian besar cahaya dipantulkan sebagai warna. Namun, para peneliti menemukan bahwa sebagian kecil cahaya dapat menembus lebih dalam dan “terperangkap” di antara lapisan-lapisan batang melanin tersebut. Struktur ini berfungsi sebagai rongga resonator optik, memaksa foton (partikel cahaya) untuk memantul bolak-balik. Setiap pantulan memperkuat intensitas cahaya, sebelum akhirnya dipancarkan kembali sebagai sinar yang sangat terfokus dan searah (koheren), ciri khas dari emisi laser.

Visualisasi penemuan laser alami: Grafik ini menunjukkan spektrum cahaya yang dipancarkan dari satu titik di bulu merak. Puncak ungu yang sangat runcing adalah “sinyal laser” yang berhasil diisolasi dari cahaya latar biasa (kurva hijau), membuktikan adanya proses amplifikasi cahaya di dalam struktur bulu tersebut. Sumber: Scientific Reports (https://www.nature.com/articles/s41598-025-04039-8)

 

“Kami menemukan bahwa cahaya yang dipancarkan dari bulu merak menunjukkan fenomena yang disebut lasing threshold. Di bawah ambang batas intensitas tertentu, ia hanya memancarkan cahaya biasa. Namun, ketika disinari dengan energi yang cukup, ia mulai memancarkan cahaya yang diperkuat seperti laser,” jelas Dr. Chih-Liang Liu dari National Tsing Hua University, Taiwan, penulis utama studi tersebut.

Baca juga: Surat Wiyoto, Petani Biasa yang Mampu Menangkarkan Merak Hijau

Cetak Biru dari Alam untuk Teknologi Optik

Implikasi dari penemuan ini sangat signifikan bagi bidang biomimetika, yaitu disiplin ilmu yang meniru desain dan sistem alam untuk mengembangkan teknologi baru. Keunggulan utama dari sistem laser pada merak adalah sifatnya yang murni struktural dan pasif; ia tidak memerlukan sumber energi eksternal atau bahan kimia fluoresen untuk proses amplifikasi, tidak seperti laser buatan manusia pada umumnya.

Hal ini menjadikan bulu merak sebagai model ideal untuk merekayasa material optik generasi berikutnya yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

“Evolusi telah menghasilkan solusi rekayasa optik yang sangat canggih. Jika kita dapat mereplikasi prinsip desain ini, kita berpotensi menciptakan komponen optik yang lebih kecil, lebih murah, dan lebih hemat energi,” tambah Prof. Chia-Chun Chen, salah satu penulis studi.

Bukan sekadar warna. Struktur nano pada bulu merak India (Pavo cristatus) ini ternyata juga berfungsi sebagai laser alami pertama yang ditemukan pada hewan, membuka jalan bagi teknologi optik baru Foto: Steven Bennett via Flickr (CC BY 2.0)

Beberapa potensi aplikasi di masa depan meliputi:

Implikasi bagi Konservasi Merak Hijau di Indonesia

Merak Hijau (Pavo muticus), spesies asli Indonesia yang terlihat di Kebun Binatang Bandung. Meskipun penelitian laser alami dilakukan pada merak India, para ilmuwan meyakini Merak Hijau yang berstatus Terancam Punah (Endangered) ini berpotensi memiliki sifat optik serupa, memberikan nilai ilmiah baru dan urgensi yang lebih tinggi untuk melindunginya dari kepunahan. Foto: Ilham.nurwansah (CC BY-SA 4.0)

Temuan ini juga memberikan relevansi yang kuat bagi konteks konservasi di Indonesia. Negara ini adalah habitat bagi Merak Hijau (Pavo muticus), spesies yang berbeda namun berkerabat dekat dengan merak India. Merak Hijau, yang populasinya dapat ditemukan di taman nasional seperti Alas Purwo dan Baluran, saat ini menghadapi ancaman serius dan terdaftar sebagai Terancam Punah (Endangered/EN) dalam Daftar Merah IUCN akibat perburuan dan hilangnya habitat.

Meskipun penelitian ini dilakukan pada Pavo cristatus, kemiripan fundamental pada struktur bulu mereka membuka kemungkinan besar bahwa Merak Hijau juga memiliki kemampuan optik yang luar biasa ini. Hipotesis ini, jika terbukti, akan memberikan nilai intrinsik baru pada spesies tersebut.

Exit mobile version