Mongabay.co.id

Mengapa Pencurian Ikan oleh Kapal Vietnam Terus Terjadi?

 

 

 

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap dua kapal ikan Vietnam yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau (Kepri). Para pelaku mengaku terpaksa melakukan aksinya lantaran perairan di Vietnam sepi ikan karena habitat rusak akibat massifnya penggunaan alat tangkap terlarang.

Penangkapan dua kapal itu bermula dari laporan para nelayan yang memergoki dua kapal asing  di perairan Natuna. Petugas dari Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP lantas menerjunkan dua kapal pengawas, KP. Orca 03 dan KP Orca 02 guna melakukan patroli.

Jumat (23/5/25), tim yang dipimpin Ipung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), mendapati kedua kapal itu tengah beraktivitas. “Setelah itu kami lakukan intercept,” kata Ipunk saat konferensi pers di Batam, Sabtu (24/5/25).

Proses penangkapan dua kapal dengan  nomor lambung KG 6219TS dan KG 6277TS berlangsung dramatis. Dalam video yang dibagikan PSDKP KKP, Ipunk sempat mengeluarkan perintah penembakan. Hingga kemudian, kedua kapal dengan kapasitas 97 dan 120 gross tonnage (GT) itu berhasil diamankan.

 

Proses pengamanan KIA asal Vietnam oleh kapal patroli Indonesia. Foto: PSDKP.

 

 

Alat tangkap merusak 

 Selain melanggar tata batas perairan, katanya,  kedua kapal itu juga menggunakan alat tangkap terlarang dalam aktivitasnya. Yakni, jaring trawl yang cara kerjanya menyasar dasar laut dan menariknya dengan menggunakan dua kapal.

“Pair trawl ini memiliki daya rusak yang luar biasa, merusak terumbu karang, habitat ikan dan ekosistem bawah laut lainnya” katanya.

Kepada para wartawan, Ipunk sempat menunjukan mata jaring yang memiliki mata jaring sangat kecil sehingga menjadikan ikan-ikan kecil turut tertangkap.

Tidak itu saja. Cara kerja jaring yang menyasar dasar lautan juga menyebabkan terumbu karang rusak. Situasi itu akan memperparah terumbu karang yang berdasar data KKP, 65% di antaranya dalam kondisi rusak. Padahal, lanjut Ipunk, di sanalah ikan-ikan bermukim.

Pengakuan para pelaku yang nekat mencuri ikan karena kondisi perairan di Vietnam yang rusak mengonfirmasi potensi kerusakan itu. “Sifat ikan itu mencari untuk tempat memijah, ketika di negara sebelah sudah rusak, ikan lari ke Indonesia, karena terumbu karang kita masih bagus.”

Ketika ikan lari ke Indonesia, itu yang dikejar lagi oleh nelayan Vietnam. “Ketika masuk wilayah kita, itulah pelanggaran kedaulatan, ini harga diri bangsa,” kata Ipunk.

Pernyatan dia berdasarkan pengakuan nahkoda salah satu kapal ikan Vietnam yang ditangkap. Mereka melakukan pencurian ikan di Indonesia karena laut mereka sudah rusak akibat penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan.

 Dalam satu tahun melaut dua kapal ikan Vietnam itu menciptakan kerugian kepada Indonesia Rp61 miliar. “Kapal Vietnam ini sudah ilegal masuknya, dicuri lagi ikan kita.”

Sayangnya,  kata Ipunk, penangkapan kepada dua kapal ini setelah mereka melakukan transhipment ikan ke kapal penampung. Sama ketika penangkapan kapal illegal fishing oleh  PSDKP di Biak, 60 ton tuna sudah pindah ke kapal lain sebelum tertangkap petugas.

Dalam penangkapan dua kapal Vietnam  itu, satu kapal terdapat muatan ikan campur 70 kilogram . Sedangkan di kapal KG 6219 TS dengan berat 120 GT terdapat 15 ABK, di kapal kedua KG 6277 TS terdapat empat orang ABK, semuanya merupakan warga negara Vietnam.

 

Tim patroli dari PSDKP saat melakukan intercept Kapal Ikan Asing (KIA) asal Vietnam di Perairan Natuna Utara. Foto: PSDKP.

 

Tren naik

Tertangkapnya dua kapal  menambah daftar praktik illegal fishing oleh kapal Vietnam dengan angka cenderung meningkat. Merujuk data KKP, pada 2023, tercatat hanya satu kapal asal Vietnam tertangkap. Lalu, bertambah jadi tiga kapal di 2024. Pada  2025, hingga 23 Mei, sudah empat kapal.

Praktik penangkapan ikan ilegal sejatinya tidak hanya  oleh kapal-kapal asing,  juga oleh Kapal Ikan Indonesia (KII). Bahkan, angka cenderung meningkat tajam. Pada 2023, misal, KII yang tertangkap sebanyak 150 kapal. Meningkat drastis gingga 182 kapal  2024. Sedangkan hingga Mei 2025 ini, sudah 23 KII tertangkap.

Secara keseluruhan, merujuk sumber data yang sama, praktik illegal fishing, baik oleh KII maupun Kapal Ikan Asing (KIA) meningkat, dari 165 kasus 2023 menjadi 212 pada 2024. Sedangkan sampai  Mei 2025, tercatat  34 kasus.

Kalau menghitung, nilai kerugian dari praktik lancung itu mencapai Rp841,4 miliar hanya untuk catatan tahun ini. Menurut PSDKP, nilai itu  dari hasil tangkapan ikan para pelaku, kerusakan ekologi, serta valuasi akibat penggunaan alat tangkap ilegal seperti jaring trawl.

Praktik illegal fishing di perairan Natuna Utara bukanlah hal baru. Sayangnya, upaya penegakan hukum oleh otoritas Indonesia acapkali tidak sebanding dengan laporan para nelayan.

Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna mendorong,  KKP melibatkan nelayan agar  pemantauan berjalan efektif. “Kalau nelayan dilibatkan, kita pasti arahkan patroli di daerah yang banyak illegal fishing-nya, mungkin bisa puluhan kapal ikan asing Vietnam yang tertangkap.”

Dedy Syahputra, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Anambas katakan, KKP perlu meningkatkan kegiatan patroli untuk menekan illegal fishing di Natuna yang memang cukup marak.

“Sebenarnya, kita tidak terlalu bahagia dengan penangkapan ini, karena memang tanpa adanya patroli yang intens di laut Natuna Utara, KIA tidak akan berkurang,” katanya.

Imam Prakoso, peneliti senior Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengatakan, kapal patroli aparat Indonesia harus lebih masif dan punya strategi jitu untuk menekan illegal fishing di Natuna.

 Dia mendorong,  KKP masif berpatroli pada momen-momen potensial illegal fishing , pada April dan Mei dengan melibatkan berbagai unsur. “Tangkap paling tidak 10 sampai 20 kapal ikan Vietnam, pasti bisa. Asalkan masing-masing intansi menghilangkan ego sektoralnya.”

 

*****

 

 

Exit mobile version