Mongabay.co.id

Mengenal 4 Spesies Ular King Kobra: Mana yang Paling Berbisa?

King Kobra yang Berbahaya | Foto oleh Ltshears CC BY-SA 4.0

Ular king kobra (Ophiophagus hannah) terkenal sebagai predator puncak dengan bisa yang mematikan. Di Indonesia, ular ini sering disebut sebagai Ular Lanang atau Kobra Raja, sementara di beberapa daerah, sebutannya adalah “oray totog” (Sunda), “tedung selor” atau “tedung selar” (Melayu), serta “ula anang” atau “dumung enthong” (Jawa).  Sejak lama, king kobra menjadi simbol ketakutan karena kemampuannya berdiri tegak, melebarkan tudung, serta menyemburkan racun yang dapat melumpuhkan mangsanya dengan cepat. Kehadiran ular ini kerap dianggap mengancam, terutama di wilayah pedesaan dan hutan. Namun, king kobra juga memainkan peran ekologis penting dalam menjaga keseimbangan populasi ular lain di habitatnya.

King kobra (Ophiophagus hannah), ular sangat berbahaya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

Penelitian terbaru bahkan mengungkap bahwa ular ini sebenarnya terdiri dari empat spesies berbeda, masing-masing dengan karakteristik dan tingkat bahaya yang bervariasi.  Berikut ini penjelasan mendalam mengenai keempat spesies king kobra, dan tingkat bahaya  yang dimiliki masing-masing spesies.

Baca juga: Ular King Cobra Resmi Dikelompokkan Menjadi Empat Spesies yang Berbeda

1. King Kobra Utara (Ophiophagus hannah)

Baca juga: Nyawa Taruhannya, Kenapa King Kobra Dipelihara?

2. King Kobra Sunda (Ophiophagus bungarus)

King kobra yang ada hidup di Sumatera (kiri) dan yang ada di Jawa (kanan). Sumber foto: Buku 107+ Ular Indonesia karangan Riza Marlon (halaman 235-236)

3. King Kobra Ghats Barat (Ophiophagus kaalinga)

4. King Kobra Luzon (Ophiophagus salvatana)

Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Bahaya dari Bisa King Kobra

Tingkat bahaya bisa king kobra sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, meskipun secara umum setiap spesies memiliki racun yang mematikan. Faktor-faktor tersebut adalah:

Ular king kobra yang lebih besar, terutama yang mencapai panjang 5 meter atau lebih, memiliki kelenjar bisa yang lebih besar dan mampu menyuntikkan racun dalam jumlah yang lebih banyak dalam satu gigitan. Dengan volume racun yang tinggi, efek bisa ini menjadi jauh lebih berbahaya dan mematikan dibandingkan ular berbisa yang lebih kecil. Ukuran yang besar juga memberikan king kobra keunggulan dalam menghadapi ancaman, memungkinkan mereka mengeluarkan dosis racun yang mematikan sebagai mekanisme pertahanan diri.

Habitat king kobra yang tersebar luas dari dataran rendah tropis hingga dataran tinggi memengaruhi interaksi mereka dengan mangsa dan potensi bahaya bisanya. Ular-ular di lingkungan yang lebih terpencil mungkin memiliki racun yang kurang agresif karena kebutuhan defensif yang lebih rendah, sedangkan di daerah dengan persaingan yang lebih tinggi, mereka mungkin mengembangkan racun yang lebih kuat untuk mempertahankan diri dan berburu. Selain itu, lingkungan juga memengaruhi komposisi kimia racun mereka, yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk memburu mangsa tertentu atau menghadapi ancaman di habitat tersebut.

Salah satu faktor kunci yang membuat bisa king kobra sangat berbahaya adalah kemampuan mereka untuk menyuntikkan jumlah racun yang sangat besar, mencapai hingga 7 mililiter dalam satu gigitan pada king kobra dewasa. Volume ini lebih dari cukup untuk menyebabkan kematian pada manusia dewasa, dan dalam kasus ekstrim, cukup untuk membunuh seekor gajah kecil. Jumlah racun yang disuntikkan sering kali tergantung pada seberapa terancam ular tersebut merasa; semakin besar ancaman, semakin banyak racun yang dikeluarkan sebagai respons defensif.

Bisa king kobra mengandung neurotoksin yang kuat, yang menyerang sistem saraf pusat korban. Toksin ini bekerja dengan cara mengganggu sinyal saraf, menyebabkan kelumpuhan otot, termasuk otot pernapasan. Ketika otot-otot pernapasan lumpuh, korban akan mengalami gagal napas yang bisa berujung pada kematian jika tidak ditangani segera. Efek neurotoksik ini membuat racun king kobra sangat mematikan karena serangan cepat pada sistem saraf dan ketidakmampuan korban untuk bernapas dalam waktu singkat setelah gigitan.

Peran King Kobra sebagai Predator Puncak

King kobra tidak hanya dikenal karena bisanya yang mematikan, tetapi juga karena perannya yang sangat penting dalam ekosistem sebagai predator puncak, terutama dalam menjaga keseimbangan populasi ular. Sebagai pemangsa yang sangat terampil, king kobra memiliki kemampuan untuk memangsa berbagai jenis ular, baik yang berbisa maupun yang tidak berbisa, serta hewan kecil lainnya. Perilaku ini membantu mengontrol populasi ular dan mencegah peningkatan jumlah spesies yang mungkin menjadi ancaman bagi keseimbangan ekosistem. Dengan berburu ular berbisa lainnya, king kobra juga menurunkan risiko konflik antara ular-ular tersebut dengan manusia, khususnya di daerah pedesaan atau pertanian.

King kobra (Ophiophagus hannah), jenis ular dengan racun mematikan. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

Selain itu, king kobra dapat hidup dan beradaptasi di berbagai habitat, mulai dari hutan hujan tropis, rawa-rawa, hingga dataran tinggi. Keberagaman habitat ini menunjukkan fleksibilitas dan ketahanan king kobra dalam berbagai kondisi lingkungan. Adaptasi ini memungkinkan mereka untuk tetap menjadi predator puncak di berbagai daerah, sehingga berperan penting dalam menjaga stabilitas ekosistem di wilayah yang luas.

Ancaman terhadap King Kobra  

Meskipun king kobra memiliki kemampuan luar biasa untuk bertahan hidup di alam liar, mereka menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengancam populasi mereka. Salah satu ancaman terbesar adalah kehilangan habitat akibat deforestasi dan alih fungsi lahan untuk pertanian, pemukiman, dan industri. Kerusakan habitat ini sangat berpengaruh pada spesies yang memiliki distribusi terbatas seperti King Kobra Ghats Barat dan King Kobra Luzon. Dengan semakin berkurangnya lahan alami mereka, king kobra kehilangan tempat berburu, berlindung, dan berkembang biak, yang dapat menurunkan populasi secara signifikan dan mengakibatkan fragmentasi genetik.

Ancaman lain bagi king kobra adalah perburuan liar. Ular ini sering diburu untuk diambil kulitnya, dijual sebagai hewan peliharaan eksotis, atau dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Perburuan ini sering kali tidak mempertimbangkan kesejahteraan atau kelestarian spesies, yang menambah tekanan pada populasi king kobra di alam liar. Ketidaktahuan masyarakat mengenai peran ekologis penting king kobra juga menyebabkan mereka sering kali dibunuh saat ditemukan di dekat pemukiman.

Exit mobile version