Mongabay.co.id

Prasasti Wallace, Tonggak Sejarah Teori Evolusi dan Pelestarian Kehati Maluku Utara

 

Warga Desa Dodinga Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara terlihat tumpah ruah ke jalan siang itu di awal Oktober lalu. Mereka menyambut tamu penting yang akan meresmikan prasasti Alfred Russel Wallace.

Kedatangan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey bersama William (Bill) Wallace cicit Alfred Russel Wallace  bersama pemerintah provinsi dan kabupaten ke kampung itu, seperti memutar kembali memori kedatangan pertama kalinya Wallace ke Dodinga pada tahun 1858.

Keberadaan prasasti itu juga sekaligus menandai proses tonggak perlindungan terhadap berbagai keragaman hayati di Halmahera dan pulau-pulau lainnya di Maluku Utara. Terutama  dari aktifitas destruktif yang ikut mengancam  kekayaan keanekaragaman hayati di Maluku Utara.

Desa Dodinga memiliki peran strategis dalam perjalananan ilmiah  Wallace saat ke  Ternate dan Pulau Halmahera serta pulau lainnya di Maluku Utara. Saat di desa ini, Wallace menderita sakit yang diduga malaria yang kemudian menginsiprasinya menuliskan teori tentang evolusi yang dalam bentuk makalah selanjutnya dikirimkan kepada rekannya yang lain di Inggris  yakni Charles Darwin yang kemudian menghasilkan sebuah tesis besar tentang On The Origin of Species yang menjadi perdebatan sampai saat ini.

Namun tak banyak yang tahu terutama di Maluku Utara jika teori ini lahir berdasarkan sebuah makalah yang ditulis Wallace saat melakukan perjalanan ilmiah ke Maluku Utara, terutama Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya, serta singgah di desa terpencil bernama Dodinga.

Dodinga adalah sebuah desa kecil di Pulau Halmahera, yang masuk dalam Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat.  Luas desa  ini mencapai 6,02 km persegi. Sesuai data BPS tahun  2019 menunjukan, jumlah penduduk di desa  Dodinga mencapai 1.362 jiwa. Mereka sebagian besar adalah petani, pedagang, dan nelayan.

Selama  perjalanan  ilmiah Wallacea  ke Pulau-pulau di Maluku Utara, Dodinga menjadi titik mula  melahirkan karyanya  dalam bentuk sebuah tulisan  yang berjudul On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type  atau dikenal juga sebagai Letter from Ternate atau Ternate Paper. Melalui surat inilah kemudian mendorong Charles Darwin  menghasilkan teori evolusi.

Baca : Wallacea, Surganya Burung Unik dan Endemik

 

Dubes Inggris dan rombongan menapaktilasi jalan yang dilewati oleh Alfred Russel Wallace diikuti oleh warga Dodinga. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Dalam banyak literatur ditulis bahwa, Wallace mengumpulkan sedikitnya 310 spesimen mamalia, 100 spesimen reptil, 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerang, dan 109.700 spesimen serangga (kupu-kupu, lebah, atau ngengat) selama perjalanannya mengelilingi sejumlah pulau di Indonesia termasuk Maluku Utara.

Dalam bukunya, The Malay Archipelago (1869),  menceritakan  perjalananya ke Halmahera salah satunya menyinggahi Sindangoli dan Dodinga (juga disebut  Dojinga atau Dodingo dalam literatur).  Wallace tiba di Ternate tepat di hari ulang tahunnya yang ke-35, 8 Januari 1858. Kemudian 14 hari setelah tiba di Ternate, Wallace berlayar ke  Halmahera.

Saat mengunjungi Halmahera, ia pertama kali menginjakkan kakinya di Sidangoli (Sedingole). Namun di desa tersebut tak ditemukan kekayaan biodiversitas seperti yang diharapkan. Dalam buku itu Wallace menggambarkan Sidangoli sebagai “dataran yang ditumbuhi rerumputan tinggi yang kasar, di sana-sini dipenuhi pepohonan lebat, kawasan hutan hanya dimulai dari perbukitan jauh di pedalaman. Tempat seperti itu hanya memiliki sedikit burung dan tak ada serangga”.

Dua hari di Sidangoli, Wallace dan asistennya Ali dan Charles Allen, melanjutkan perjalanan lewat jalur laut ke desa berikutnya, Dodinga. Dodinga tersembunyi di dalam sebuah teluk dikelilingi mangrove  yang berhadapan dengan Ternate. Perahu sewaan Wallace memasuki sebuah kanal  mangrove yang tembus ke desa. Kanal itu merupakan sungai yang  melintasi desa dan berakhir di laut.

Di tepi sungai itu, ia menemukan sebuah pondok beratap bocor milik penduduk desa dan menyewanya 5 guilders sebulan. Di pondok itulah teori evolusi oleh seleksi alam Wallace tercetus. Di Dodinga ada sebuah benteng yang berada di atas bukit  di desa itu. Keberadaan benteng ini juga ditulis Wallace dalam The Malay Archipelago.

Benteng dan menaranya, tulis Wallace, sudah lama hancur karena  gempa bumi. Reruntuhannya membentuk kumpulan batu padat setinggi sekitar 10 kaki dan luas sekitar 40 kaki persegi. Di bekas reruntuhan itu terdapat sejumlah gubuk jerami yang ditempati garnisun kecil yang terdiri atas seorang kopral Belanda dan empat tentara Jawa. Mereka merupakan perwakilan tunggal pemerintahan Belanda di Pulau Halmahera.

Hingga saat ini masih ditemukan sisa benteng  dan  di sekitar reruntuhan   masih banyak  pecahan keramik dan porselen China berkualitas tinggi yang dipercaya berusia ratusan tahun. Ada patok hitam putih di empat sisi benteng, penanda ada otoritas tertentu yang tengah melakukan penggalian di benteng tersebut.

Baca juga : 100 Tahun Tangkoko : Kisah Wallace di Tangkoko

 

Peneliti alam asal Inggris Alfred Russel Wallace (1823-1913) yang mengembangkan teori seleksi alam dan pencetus garis Wallacea. Foto : London Stereoscopic and Photographic Company via wikipedia / domain public

 

Prasasti AR Wallace dan Perhatian Inggris untuk Kehati Malut

Setelah ratusan tahun, atau tepatnya 166 tahun berlalu para ilmuwan dan wisatawan terutama  menapaktilasi perjalanan  Wallace. Mereka melakukan perjalanan  melewati jalur jalur yang pernah dilalui Wallacea.

Prasasti Wallace di  Desa  Dodinga yang diresmikan oleh Dubes Inggris bersama pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat menjadi titik awal orang akan mengingat Wallacea dan perjalanannya ke Halmahera.

Saat diresmikan prasasti tersebut, warga Desa Dodinga Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat tumpah ruah ke jalan.  H. Ramli salah satu warga Dodinga  merasa bersyukur dan berterimakasih karena pendirian prasasti Wallace ini akan menjadikan desa mereka sebagai salah satu desa wisata terutama  terkait dengan keanekaragaman hayati dan Wallace.

Usai peresmian, Duta Besar Inggris untuk Indonesia H.E. Dominic Jerme  H.E. Dominic Jerme mengatakan Maluku Utara  kaya akan keindahan alam dan nilai sejarah. Sementara  kunjungan tersebut menjadi  penanda perayaan atas penelitian ilmiah Alfred Russel Wallace, yang selamanya mengubah pemahaman manusia  tentang alam. Dia bilang  lahirnya teori seleksi alam dari Desa Dodinga merupakan warisan yang terus menginspirasi komunitas ilmiah dan upaya  semua pihak bersama mengatasi tantangan lingkungan saat ini.

“Inggris bangga bermitra dengan Indonesia dalam berbagai isu utama seperti ketahanan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, dan transisi energi bersih. Melalui berbagai inisiatif seperti program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia), UK PACT (UK Partnering for Accelerated Climate Transition), British Council’s Wallacea Week, dan Newton Fund, kami bekerja sama untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, memanfaatkan kekuatan sains, penelitian, dan teknologi untuk mengatasi krisis iklim dan alam,” katanya.

Menurutnya, seiring merayakan 75 tahun hubungan diplomatik Inggris-Indonesia, dia yakin dapat memperkuat kemitraan yang lebih jauh dan bekerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan. Turut  melestarikan lingkungan dan menciptakan planet yang layak huni bagi generasi mendatang.

Baca juga : Wallacea, Surga Keragaman Hayati yang Minim Penelitian

 

Cicit Alfred Russel Wallace berfoto bersama Dubes Inggris dan Pemkab Provinsi Malut usai peresmian prasasti Wallace. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan William Wallace mengatakan Wallace menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja sebelum akhirnya menemukan  teori evolusi  oleh seleksi alam,  bukanlah  sebuah keberuntungan, tetapi  studi, penelitian, dan ketabahan serta  keteguhan hati selama bertahun- tahun yang membuat Wallacea  mampu melihat kebenaran.

Teori Evolusi  oleh Seleksi Alam telah digambarkan sebagai ide terbaik yang pernah ada.  “Saya pikir kita harus mengingat siapa orang pertama yang menulis teori lengkap yang siap dipublikasikan Alfred Russel Wallace di sini, di Dodinga pada tahun 1858,” katanya.

Dalam perjalanan Wallace ke kepulauan Melayu adalah dunia yang belum sepenuhnya dijelajahi. Dia menghabiskan waktu  8 tahun.  Dia dan para asistennya mengumpulkan lebih dari 126.000 spesimen, banyak di antaranya yang baru bagi ilmu pengetahuan.

Salah satu bagian penting dari perjalanannya adalah ketika melakukan perjalanan dari Bali ke Lombok. Jarak antara kedua pulau ini hanya 20 mil, tetapi bagi Wallace perbedaan antara kedua pulau ini sangat signifikan.  Bali memiliki tanaman dan hewan yang didominasi Asia, sementara Lombok memiliki tanaman dan hewan khas Australia.  Laut sejauh 20 mil itu adalah penghalang yang tidak bisa dilewati. Sama tidak bisa dilewati seperti halnya Atlantik bagi tumbuhan dan hewan Amerika dan Eropa.

Wallace adalah orang pertama yang menyadari hal ini, dan membuat pembagian  yang sekarang disebut Garis  Wallace. Daerah di sebelah timur garis   disebut Wallacea  di dalamnya terdapat Pulau Komodo. Jadi, komodo  adalah hewan khas Wallacea.

Baca juga : Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea

 

Burung bidadari-halmahera. Foto : Akhmad David/TN Aketajawe Lolobata

 

Untuk Halmahera dan Maluku Utara umumnya, dua keanekaragaman hayati paling terkenal hingga saat ini bahkan menjadi ikon Maluku Utara adalah  burung Bidadari Halmahera  (Semioptera wallaci).

Burung ini sangat dilindungi bahkan sudah menjadi ikon daerah Maluku Utara.  Selain itu ada  lebah raksasa (Megachile pluto). Keanekragaman hayati ini  pernah diidentifikasi  Wallace pada 1861 dan  sudah sangat terancam. Bahkan terakhir ditemukan kembali pada 1981 dan sudah dinyatakan  punah.

Namun pada pertengahan Januari 2019  peneliti dari Amerika dan Australia, bersama satu fotografer dari Global Wildlife  yakni  Clay Bolt, fotografer Wildlife, Simon Robson dari Sidney University dan Ely Wyman, ahli entomologi menemukannya kembali.

Karena kondisinya yang semakin terancam punah akibat habitat yang rusak itu maka pemerintah provinsi Maluku Utara melalui Pj Gubernur Maluku Utara Samsudin A Kadir menyatakan secara resmi melindungi hewan penting ini. “Di tempat ini kami menyampaikan bahwa salah satu hewan yang terancam punah yakni lebah raksasa secara resmi dilindungi,” kata Samsudin saat menghadiri peresmian prasasti Wallace tersebut.

Model  dan cara perlindungannya nanti dilakukan oleh Kementerian KLHK. “Kami diminta mengumumkan perlindungannya  nanti pelaksanaanya dan teknisnya oleh Kementerian,” katanya. (***)

 

 

Sukses Lindungi 8 Spesies Langka, Program Konservasi Wallacea Sejahterakan Masyarakat Pesisir

 

Exit mobile version