Mongabay.co.id

10 Hewan dan Tumbuhan yang Sering Dikelirukan dan Dianggap Sama

 

Sering kali kita menemukan dua nama satwa maupun tumbuhan yang tertukar karena dianggap sama. Bukan hanya dalam percakapan sehari-hari, namun juga dalam kesempatan formal bahkan di media massa. Padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar. Akibatnya dua nama itu menjadi kabur dan orang semakin sulit membedakan di antara keduanya karena kesalahan yang terus diulang-ulang.

Berikut ini sepuluh nama atau lima pasang nama makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan yang sering dianggap sama padahal berbeda. Nama-nama ini hanya sebagian dari salah kaprah yang kerap terjadi baik di masyarakat awam bahkan tak jarang juga terjadi di komunitas ilmiah.

 

  1. Kijang dan Rusa

Meski berada dalam satu famili yaitu Cervidae, kijang dan rusa kerap dianggap sama. Terlebih dalam bahasa lokal dengan banyak penutur kedua satwa disebut dengan nama yang sama.

Kijang umumnya memiliki ukuran lebih kecil dibanding rusa. Dengan ukuran yang lebih kecil, kijang bisa bergerak lebih lincah dibanding rusa. Kijang juga lebih soliter dan pemalu, sementara rusa sering terlihat bersama kawanannya.

Kijang memiliki tanduk bercabang dua. Sementara rusa, tanduknya bisa bercabang lebih dari dua. Tanduk rusa yang lebih tepat disebut ranggah bisa tanggal, sering kemudian menjadi hiasan rumah.

Baca : Mencari Jejak Kijang Kuning di Hutan Kalimantan

 

Kijang sumatera [Muntiacus montanus] merupakan salah satu satwa yang hidup di kawasan hutan Sumatera. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sekelompok rusa jantan. Foto : Candra Firmansyah/ wikipedia CC BY-SA 4.0

 

  1. Kambing dan Domba

Hewan berkaki empat ini memiliki ukuran tubuh yang mirip. Sama-sama bertanduk, memiliki ekor, dan berbulu. Kedua hewan yang diternak ini bahkan mengeluarkan suara yang mirip. Mengembik adalah istilah yang sering disematkan kepada keduanya saat mereka mengeluarkan suara. Namun sesungguhnya, keduanya berbeda.

Kambing (Capra aegagrus hircus) atau goats dalam bahasa Inggris memiliki jenggot sementara domba (Ovis aries) atau sheep tidak. Meski keduanya bertanduk, namun domba biasanya memiliki ukuran tanduk yang lebih kecil. Bahkan kerap tak terlihat.

Keduanya diternakkan, untuk tujuan yang berbeda-beda. Dimanfaatkan mulai dari daging, susu, maupun bulunya. Untuk alasan keamanan, peternak mengembangkan jenis kambing maupun domba yang tidak bertanduk.

Baca juga : Apa Bedanya Kambing dan Domba?

 

Kambing yang mudah dikenali dengan janggutnya. Foto: Pixabay/Minka 2507/Public Domain

 

Kambing menyukai dedaunan, sementara domba rumput. Struktur bibir keduanya pun memiliki perbedaan. Bibir domba mempunyai celah yang membantunya saat merumput, sementara kambing tidak. Domba menyukai makan bersama kawanan, sementara kambing tak jarang terlihat mencari sendiri.

Secara genetik, kambing memiliki 60 kromosom sementara domba 54 kromosom. Ini memberi keuntungan kepada kambing kemampuan beradaptasi dan ketahanan lebih baik di banding domba di lingkungan yang beragam.

 

Perilaku domba yang mudah dikenali adalah bila berkelahi adu kepala. Foto: Pixabay/Vinding/Public Domain

 

  1. Kera dan Monyet

Dua kelompok primata ini kerap bertukar tempat karena dianggap sama. Padahal keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Baik dalam penampakan fisik, perilaku, maupun kecerdasan.

Kera atau ape dalam bahasa Inggris, adalah primata yang memiliki struktur tubuh mirip manusia. Mampu berjalan dengan dua kaki (bipedalisme), sambil membawa benda dengan kedua tangannya. Ada empat anggota kera besar yaitu orangutan, simpanse, bonobo, dan gorila. Ilmuwan memasukkan manusia sebagai anggota kelima.

Bedanya dengan monyet, kera tidak berekor. Monyet umumnya juga berukuran lebih kecil dan ramping. Kebanyakan monyet hidup di atas pohon (arboreal).

Dalam soal kecerdasan, kera juga lebih unggul dibanding monyet. Kera mampu menggunakan alat, memecahkan masalah yang lebih kompleks, bercakap-cakap, dan membuat tempat tidur.

Baca : Kera Raksasa Itu Punah, Ini Penyebabnya

 

Orangutan sumatera hidup nyaman di hutan Ketambe. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tingkah unik monyet ekor panjang. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

  1. Mangrove dan Bakau

Banyak yang mengira mangrove dan bakau sama. Padahal beda. Mangrove sendiri berasal dari bahasa Guarani, Paraguay yang kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris.

Mangrove adalah sekumpulan semak, tumbuhan perdu dan pohon di pesisir laut dengan kadar oksigen minim dan kadar garam yang melimpah, serta mengalami pasang surut air laut di daerah tropis dan subtropis. Hutan mangrove antara lain bersinonim dengan hutan pasang surut, hutan pesisir.

Sementara bakau atau Rhizophora adalah salah satu dari kelompok tumbuhan yang hidup di komunitas hutan mangrove. Selain bakau, tetumbuhan mangrove lainnya yang sanggup tumbuh di lingkungan dengan salinitas tinggi antara lain api-api (Avicennia), pidada (Sonneratia), nyiri (Xylocarpus), teruntum (Lummitzera), juga khalsi (Aegiceras).

Baca juga : Mangrove, Bahan Obat Tradisional, dan Masyarakat Adat Bajo

 

Rhizophora mucronata, spesies yang mendominasi di Pulau Kelapan. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indoesia

 

  1. Lamun dan Rumput Laut

Bahasa Inggris untuk lamun yaitu seagrass, sementara rumput laut adalah seaweed. Dari sini sudah cukup membuat orang awam kebingungan dan kerap menukarkan kedua nama ini.

Rumput laut sebenarnya adalah sejenis alga laut yang belum bisa diklasifikasikan sebagai tanaman meski bisa melakukan fotosintesa. Rumput laut adalah organisme yang sederhana, yang tidak memiliki akar sempurna, daun, dan batang.

 

Padang lamun. Foto: Wikimedia Commons/Frédéric Ducarme/CC BY-SA 4.0

 

Sementara lamun adalah tanaman sesungguhnya seperti tanaman daratan yang bisa berbunga, punya akar, daun, dan telah beradaptasi untuk hidup di lingkungan bawah laut. Akar yang menancap di dasar laut memungkinkan lamun menyerap nutrisi dan air.

Keduanya memiliki peran penting dalam menyerap karbon. Namun rumput laut dianggap lebih baik dalam hal ini dibanding lamun karena pertumbuhannya yang cepat, bisa dibudidayakan, dan potensial menjadi sumber energi di masa depan. (***)

 

Rumput laut yang sedang terikat tali pada tali bentangan di lokasi
budidaya, Perairan Air Pessy, Desa Piru. Foto: M Jaya Barends/Mongabay
Indonesia

 

 

 

Exit mobile version